TUGAS MANDIRI (UNX)
TEORI DAN PRAKTIK PROSES KEPUTUSAN PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN
YANG BERSANDAR PADA PRINSIP KEHATI-HATIAN
Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum
Program Pascasarjana
Promotor:
Prof. Dr. H. Nen Amran, SE., MEc
Disusun oleh:
Hendy Herijanto
1101.300.800.54
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJAJARAN
Bandung
2 0 1 3
D A F T A R I S I
Halaman
A.. Latar Belakang ……………………………………………………………………………………. 1B.. Keputusan Bisnis…………………………………………………………………………………. 8
C.. Prinsip Kehati-Hatian …………………………………………………………………………. 16
D.. Teori Pemberian Kredit dengan Prinsip Kehati-Hatian …………………………… 20
1… Kredit dan Pemberian Kredit …………………………………………………………. 20
2… Ketentuan UU Perbankan yang Berkaitan dengan Pemberian Kredit ……. 22
3… Proses Pemberian Kredit ……………………………………………………………….. 27
4… Analisis Kredit …………………………………………………………………………….. 31
5… Risiko Kredit ……………………………………………………………………………….. 41
6… Masalah Jaminan Kredit /Agunan ………………………………………………….. 44
7… Keputusan Kredit …………………………………………………………………………. 45
8… Pemutus Kredit dan Ketentuan UU Perbankan ………………………………… 48
E… Praktik Pemberian Kredit dengan Prinsip Kehati-Hatian ………………………… 50
1… Praktik Pemberian Kredit Perbankan ………………………………………………. 50
2… Prinsip Kehati-Hatian dalam Pertimbangan dan Keputusan MA ………… 57
a. Pertimbangan Mahkamah Agung Perkara RS Natalegawa,
Putusan MARI Regno. 275K/Pid/1983 ……………………………………… 57
b. Pertimbangan Mahkamah Agung dalam Putusan MARI dalam
Perkara PT Bank Perkembangan Asia Vs PT Djaja Tunggal,
No. 1916K/Pdt/1991 ……………………………………………………………….. 59
c. Pertimbangan Mahkamah Agung Dalam Putusan MARI Nomor
979 K/Pid /2004 ……………………………………………………………………… 59
d. Pertimbangan Mahkamah Agung dalam Perkara Neloe Cs,
MARI No. 1144 K/Pid/2006, Tanggal 13 September 2007 ………….. 60
F. Simpulan ……………………………………………………………………………………………. 61
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………………….. 62
A.. Buku …………………………………………………………………………………………… 62
B.. Jurnal / Artikel ……………………………………………………………………………… 65
C.. Website ………………………………………………………………………………………. 66
D.. Peraturan Bank Indonesia ……………………………………………………………… 67
TEORI DAN PRAKTIK PROSES KEPUTUSAN PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN
YANG BERSANDAR PADA PRINSIP KEHATI-HATIAN
A. Latar Belakang
Dalam setiap pengambilan keputusan bisnis, terdapat sejumlah masalah
yang tidak dapat dipastikan hari ini. Sebagai salah satu dari masalah
tersebut, pertanyaannya adalah apakah asumsi sebagai dasar pengambilan
keputusan itu akan berlangsung, atau tetap berlaku di masa depan. Karena
itu, maka hampir di setiap khasanah pengambilan keputusan selalu
mengandung unsur ketidak-pastian. Dalam menghadapi ketidak-pastian ini,
orang yang mengambil keputusan cenderung untuk bersikap hati-hati. Salah
satu cara mengatasinya, orang tersebut cenderung menggunakan naluri dan
pertimbangan pribadinya. Kualitas dari pertimbangan seseorang itu
sangat ditentukan oleh pengetahuan dan pengalamannya dalam bidang yang
akan diputuskan, selain kematangannya dalam berpikir. Kematangan ini
pula yang juga menentukan kualitas sikap hati-hatinya itu.
Permasalahan akan timbul jika direksi mengambil suatu keputusan
bisnis ternyata salah, dan kemudian membawa kerugian. Tidak ada jaminan
bahwa keputusan yang diambil akan selalu membuahkan hasil yang
diharapkan, walaupun telah menerapkan sikap hati-hati sekalipun, dan
mematuhi seluruh ketentuan dan perundangan yang berlaku. Permasalahan
ini akan menjadi kasus hukum, jika pemegang saham, atau pemangku
kepentingan lainnya, merasa dirugikan, sehubungan adanya kerugian
tersebut. Salah satu faktor yang membuat hal itu menjadi kasus hukum
adalah karena pihak yang dirugikan cenderung menyalahkan direksi.
Pemegang saham atau pihak yang dirugikan dapat menganggap bahwa kerugian
itu terjadi, sebagai akibat ketidak mampuan direksi dalam membuat
keputusan yang dapat menciptakan keuntungan. Bahkan, direksi dapat
disalahkan, karena anggapan bahwa direksi mengambil keputusan itu tidak
dengan hati-hati. Dengan menggunakan logika yang sederhana, alasan
tersebut cenderung diterima, karena memang pengambilan keputusan bisnis
sering melibatkan unsur subjektivitas seseorang, yang tidak memiliki
ukuran yang pasti. Di samping itu, unsur kehati-hatian merupakan konsep
yang abstrak, dan tidak secara konkrit dan seragam diketahui oleh orang
awam.
Namun, tidak semua kerugian yang timbul merupakan akibat dari
pengambilan keputusan yang salah atau tidak tepat. Keputusan yang salah
tidak selalu disebabkan karena direksi dengan sengaja, atau dengan niat
untuk menguntungkan atau memperkaya pribadi atau pihak lain, sehingga
pengambilan keputusan tidak dilakukan dengan cermat. Kemampuan yang
memadai dengan sikap hati-hati sekalipun tidak selalu membuahkan hasil
yang diharapkan. Oleh karena itu, direksi memerlukan ruang lingkup atau latitude
tertentu, yang dapat memberikan keleluasaan baginya dalam membuat
kesalahan dalam batas tertentu, sebagai hasil dari keputusannya. Jika
direksi selalu dituntut secara hukum, karena adanya kerugian dan
anggapan bahwa keputusannya itu salah, maka direksi akan segan untuk
mengambil keputusan. Orang yang bertindak secara hati-hati pun dapat
dikenai tuntutan. Di lain pihak, jika direksi tidak membuat keputusan
bisnis, usaha perseroan akan mengalami stagnasi; atau orang akan segan
untuk diangkat sebagai direksi.
Kerugian yang ditimbulkan karena pengambilan keputusan yang salah
atau tidak tepat tidak selalu bermuara, atau berkaitan dengan unsur
memperkaya diri sendiri atau pihak lain; atau tidak serta merta
merupakan tindak pidana korupsi. Karena jika pengadilan hanya memeriksa
hasil keputusan direksi, maka dapat saja menyimpulkan banyak hal;
terutama jika dilihat dari kerugian yang ditimbulkan semata. Kerugian
sudah terjadi, sehingga dengan mudah mencari siapa yang dapat
disalahkan; dan dapat pula dikatakan bahwa pengambilan keputusan
dilakukan dengan tidak hati-hati. Untuk tidak menimbulkan dugaan yang
tidak perlu, pemeriksaan seyogianya tidak terfokus pada hasil keputusan;
tetapi lebih tepat, jika ditelaah lebih dalam dari masalah yang dapat
terjadi di hulu, yaitu ketika keputusan bisnis itu dibuat.
Di situ perlu diteliti apakah keputusan itu dilakukan secara
menyimpang, atau dibuat berdasarkan alasan-alasan atau dasar-dasar yang
relevan dan benar, atau dibuat karena adanya motivasi tertentu
dibelakang pengambilan keputusan itu. Motivasi ini yang perlu ditelaah
lebih dalam, karena dapat membuat tujuan pengambilan keputusan menjadi
berbeda. Motivasi yang sebenarnya dapat dibungkus dengan alasan, yang
secara sepintas kelihatan rasional, atau masuk diakal. Namun, jika
keputusan itu dibuat secara hati-hati, maka unsur kehati-hatian yang
berlaku itu akan dapat digunakan untuk menangkis seluruh dugaan
tersebut.
Dalam dunia perbankan, keputusan bisnis adalah identik dengan
keputusan kredit. Pemberian kredit adalah kegiatan bisnis utama bagi
hampir setiap bank. Dalam kenyataan, kredit dapat pula bermasalah bukan
disebabkan oleh pejabat pemberi kredit yang tidak hati-hati, atau kurang
cermat dalam proses pemberian kredit, atau bahkan bukan karena
disebabkan karakter debitor yang tidak baik. Tetapi, kredit yang
diputuskan hari ini, kelancaran pembayaran bunga dan angsuran pokoknya
masih harus dibuktikan di masa yang akan datang.
Dalam hal ini, penyebab lain dari timbulnya kredit macet adalah faktor eksternal[1],
yang umumnya berada di luar kontrol kreditor maupun debitor, dan tidak
selalu dapat diperkirakan sebelumnya. Penyebab yang dimaksud adalah,
misalnya, adanya perubahan lingkungan bisnis yang drastis, dan
berpengaruh pada timbulnya risiko operasional dan risiko pasar[2].
Dengan adanya kejadian seperti itu, asumsi yang dipakai sebagai dasar
pengambilan keputusan dapat saja tidak berakhir sama dengan kenyataan
yang muncul dalam perjalanan kredit tersebut, sehingga kredit menjadi
bermasalah, atau macet.
Dalam pengambilan keputusan bisnis atau kredit, terdapat sejumlah
masalah yang tidak dapat dipastikan hari ini, yaitu apakah asumsi
sebagai dasar pengambil keputusan akan berlangsung atau tetap berlaku di
masa depan. Di samping itu, hampir di setiap khasanah pengambilan
keputusan kredit selalu mengandung unsur yang tidak dapat dipastikan
akibatnya di masa depan, tanpa adanya pertimbangan pribadi seseorang,
dalam hal ini pihak pemutus kredit. Seperti halnya dengan keputusan
bisnis, keputusan atau pertimbangan seperti ini tidak terlepas dari
unsur subjektivitas, tetapi tidak selalu dapat dianggap sebagai sesuatu
yang menyimpang.
Permasalahan akan timbul jika direksi mengambil suatu keputusan
bisnis atau kredit ternyata salah, dan membawa kerugian bagi korporasi
atau bank. Tidak ada jaminan bahwa keputusan yang diambil akan
membuahkan hasil yang diharapkan, walaupun telah mempertimbangkan segala
sesuatunya dengan hati-hati sekalipun, termasuk mematuhi seluruh
ketentuan dan perundangan yang berlaku. Permasalahan ini akan menjadi
kasus hukum, jika pemilik bank atau pihak lain yang berkepentingan
merasa dirugikan, karena pihak yang mengambil keputusan atau direksi
bank telah mengambil keputusan yang dianggap salah, karena ternyata
kemudian menimbulkan kerugian.
Kerugian yang timbul dapat berasal dari kegiatan pengambil keputusan
yang salah atau tidak tepat. Namun, tidak semua kerugian yang timbul
akibat pengambilan keputusan yang salah, karena dengan sengaja atau
dengan niat untuk menguntungkan atau memperkaya pribadi pengambil
keputusan atau pihak lainnya. Tidak semua kesalahan dalam pengambilan
keputusan merupakan pelanggaran hukum. Karena orang takut salah dalam
mengambil keputusan, dan kemudian kesalahan itu di anggap sebagai tindak
pidana korupsi, maka sebagai akibatnya, direksi yang berwenang segan
untuk mengambil keputusan. Keseganan ini sesungguhnya terjadi di
lingkungan bank pemerintah, pasca E.C.W. Neloe sebagai mantan Presiden
Direktur Bank Mandiri disidangkan.
Dalam hukum korporasi terdapat doktrin business judgment rule (BJR), bersamaan dengan prinsip duty of skills and care, dan doktrin lainnya. Doktrin ini harus dijalankan dalam rangka memenuhi fiduciary duty oleh direksi perseroan terbatas. Menurut Abdul R Saliman, et.al, doktrin adalah merupakan salah satu sumber hukum [3],
dan dalam konteks hukum korporasi, harus pula diperhatikan oleh
direksi. Sejalan dengan diundangkannya UU Nomor 40 tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas (“UUPT”), yang merupakan transplantasi hukum Anglo Saxon
ke dalam hukum Indonesia, doktrin-doktrin modern tersebut juga
dikandung di dalamnya. Oleh karena itu, kedua doktrin ini harus pula
dipahami dan dijalankan oleh direksi sebagai organ perseroan terbatas;
sehingga, masalah yang inheren ada dalam konteks pengambilan keputusan dapat dijawab dengan lebih tepat.
BJR pada dasarnya merupakan tanggung jawab direksi terhadap para
pemegang saham, atau pihak ketiga atau para pemangku kepentingan
lainnya. Menerapkan Doktrin ini berarti direksi memenuhi anggapan
tertentu, yaitu paling tidak, dalam melakukan pekerjaannya, direksi
selalu berusaha untuk memajukan perseroan untuk siapa mereka wakili dan
bekerja. Doktrin ini, di negara asalnya, dapat melindungi direksi
dari tuntutan hukum, jika ternyata keputusan bisnis yang diambilnya
membawa konsekuensi kerugian bagi korporasinya. Perlindungan ini dapat
diberikan, jika dalam mengambil keputusan tersebut, direksi memenuhi
sejumlah persyaratan. Salah satu dari persyaratan ini adalah penerapan
sikap kehati-hatian atau duty of care, sebagaimana yang dikandung oleh UUPT.
Antara bank dan masyarakat terdapat hubungan hukum antar subyek hukum[4].
Menurut Try Widiyono, sebagai subyek hukum, bank harus tunduk kepada
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hukum korporasi. Penjelasan
Tri Widiyono ini berkaitan dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal
21 UU Perbankan, yang menyebutkan bahwa bentuk hukum suatu bank umum
dapat berupa perseroan terbatas. Oleh karena itu, bank umum yang
berbentuk badan hukum perseroan terbatas harus pula tunduk pada UUPT,
atau hukum korporasi yang dimaksudkan oleh Try Widiyono.
Mengingat ketentuan pada UUPT merupakan lex generalis, masalah
berikutnya yang perlu dikaji adalah bagaimana UU Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
(”UUPerbankan”) sebagai lex spesialis menentukan mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan pengambilan keputusan bisnis yang dimaksud.
Keputusan bisnis di dalam usaha bank adalah keputusan kredit, yang
merupakan keputusan moral dan bersifat sangat teknis, sehingga perlu
diketahui persyaratan apa yang harus dipenuhi direksi agar memperoleh
perlindungan hukum ketika keputusan yang diambilnya salah. Keputusan
kredit dengan jelas diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 8 UU Perbankan.
Ditilik dari Doktrin BJR yang dikandung UUPT, hukum yang berlaku menyaratkan penerapan duty of care,
dalam pengambilan keputusan bisnis oleh direksi perseroan. Lebih
lanjut, bagi perseroan yang berbentuk bank, UUPerbankan menegaskan bahwa
perbankan dalam melakukan usahanya harus menerapkan prinsip
kehati-hatian. Dari Pasal 8 UUPerbankan, dapat disimpulkan apa yang
dimaksud dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit,
yang secara ringkas diartikan sebagai berikut.
Prinsip kehati-hatian dalam memberikan kredit adalah bahwa bank harus
mempunyai keyakinan akan itikad baik, kemampuan, dan kesanggupan calon
debitor untuk melunasinya utangnya. Keyakinan ini diperoleh dari
analisis yang mendalam mengenai ketiga unsur itu, yaitu itikad baik,
kemampuan dan kesanggupan dari calon debitor. Makalah ini lebih lanjut
menguraikan mengenai prinsip kehati-hatian dalam proses pemberian
kredit, baik secara teori maupun praktik.
B. Keputusan Bisnis
Menurut Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, bisnis atau business dalam
Bahasa Inggris diartikan sebagai suatu usaha dagang atau urusan atau
sebagai perusahaan komersial, profesi atau perdagangan yang didirikan
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan [5].
Menurut Zaeni Asyhadie, secara luas, bisnis adalah kegiatan usaha
dijalankan oleh orang atau badan usaha atau perusahaan secara teratur
dan terus menerus, yang berupa kegiatan mengadakan barang atau jasa
maupun fasilitas untuk diperjualbelikan, atau disewakan dengan tujuan
memperoleh keuntungan [6]. Menurut Gunardi Endro, kriteria umum aktivitas dalam dunia bisnis adalah penyediaan barang dan jasa demi suatu pembayaran dengan uang, baik secara tunai maupun kredit [7].
Setiap bisnis merupakan ciptaan oleh yang mengusahakannya atau oleh
pengusaha atau pebinis. Mereka menempatkan uangnya ke dalam bisnis itu,
dan mengambil risiko yang terkait dalam bisnis tersebut demi memperoleh
keuntungan yang diinginkan. Gunardi Endro menjabarkan perkembangan
bisnis, yang pada mulanya dalam bentuk sederhana, dan dilakukan oleh
orang perorang. Dalam perkembangannya, ketika menyadari keterbatasan
kemampuan individu dan manfaat untuk bekerja sama, semakin banyak bisnis
atau usaha dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok individu, atau
terkoordinasi dalam bentuk organisasi agar mencapai tujuan atau
keuntungan bersama [8].
Dalam rangka mengkoordinasi usaha bersama itu, timbulah konsep dan fungsi dasar manajemen, yang terdiri dari merencanakan atau planning, mengorganisasikan atau organizing, mengarahkan atau directing atau motivating, pengelolaan sumber daya manusia atau staffing, dan mengontrol atau controlling[9].
Manajemen yang efektif diukur dalam hal pencapaian tujuannya melalui
seluruh kegiatan yang diperlukan secara kelompok yang kohesif, sehingga
terorganisir menjadi suatu entitas. Salah satu bentuk entitas itu adalah
perseroan terbatas [10].
Dalam menjalankan usahanya itu, pebinis atau perseroan harus
melakukan pengambilan keputusan dari waktu ke waktu. James M. Burns,
dalam terjemahan bebasnya, menjabarkan anatomi dari pengambilan
keputusan itu. Menurut beliau, pandangan klasik mengenai pengambilan
keputusan merupakan suatu proses yang teratur dan rasional. Persoalan
yang dihadapi didefinisikan dan diisolasi, informasi terkait
dikumpulkan, berbagai alternatif dikaji. Walaupun dalam mengambil
keputusan diperlukan sejumlah informasi, tetapi tidak seluruh informasi
yang diperlukan dapat diperoleh. Namun, secara filosofis dikatakan bahwa
“A man’s judgment cannot be better than the information on which he has based it”[11].
Oleh karena itu, keputusan hanya dapat diambil berdasarkan informasi
yang relevan dan cukup, yang harus diupayakan untuk diperoleh, dan
dicerna dalam rangka memilih alternatif yang terbaik. Keputusan yang
lebih baik dengan data yang lebih rinci akan dapat dicapai sebagai
akibat pengulangan keputusan yang pernah dibuat. Fungsi dari seorang
eksekutif (atau direksi, pen) pada dasarnya merupakan spesialisasi dalam
pengambilan keputusan bagi organisasinya [12].
Tujuan pengusaha atau perseroan adalah untuk memaksimalkan
keuntungan, sejalan dengan tujuan dan usaha (perseroan). Namun, setiap
pencapaian keuntungan selalu dibayangi dengan risiko yang dihadapi.
Karena itu, dapat dikatakan bahwa tujuan bisnis adalah identik dengan
mengambil risiko. Pada dasarnya, direksi memiliki tanggung jawab untuk
mengelola risiko itu [13].
Setiap usaha selalu mengandung risiko, baik risiko dalam memproduksi
barang atau jasa, atau berkaitan dengan struktur biaya produksi dan
harga penjualan, ataupun risiko yang ada dalam ruang lingkup berusaha,
seperti risiko pasar khususnya kompetisi yang harus dihadapi. Dari segi
makro, risiko bisnis juga tergantung pada arah perkembangan industri,
dan kemungkinan adanya perubahan perkembangan ekonomi di masa depan.
Risiko yang harus dihadapi, seperti kemungkinan adanya perubahan
dalam perekonomian di masa depan, menempatkan direksi untuk mengambil
keputusan dalam keadaan ketidakpastian. Keterbatasan lain yang harus
dihadapi oleh direksi adalah masalah informasi yang tidak sempurna, dan
sumber daya yang terbatas. Bagi perseroan, direksi memiliki kewenangan
dalam menjalankan roda bisnis perusahaan. Direksi akan selalu
menghadapi masalah risiko bisnis yang dimaksud [14];
sehingga tidak ada jaminan bahwa keputusan yang diambilnya akan selalu
membuahkan hasil yang diharapkan. Di sini, risiko dapat diartikan
sebagai kemungkinan hasil yang diperoleh dari usaha atau bisnis atau
investasi yang dilakukan berbeda dengan yang diharapkan.
Esensi dari pertimbangan dan pengambilan keputusan bisnis adalah
menyeimbangan antara risiko yang akan dihadapi dengan pendapatan atau
keuntungan yang dapat diharapkan [15].
Dalam terjemahan bebasnya, Johneth Chongseo Park berpendapat, bahwa
tujuan untuk memaksimalkan keuntungan harus mempertimbangan keuntungan
dengan risiko secara proporsional [16].
Risiko bisnis tidak selalu dapat diukur secara matematis, dan tidak
semata-mata berdasarkan informasi faktual baik yang bersifat kualitatif
maupun kuantitatif yang ada saat pengambilan keputusan. Orang yang
berpengalaman dalam suatu bisnis juga menggunakan nalurinya, atau hindsight dalam memahami besar kecilnya suatu risiko bisnis [17].
Kalaupun informasi yang diperlukan dapat diperoleh secara lengkap,
informasi tersebut perlu dipikirkan atau dicerna sebelum mengeluarkan
suatu sikap atau keputusan yang diperlukan.
Douglas M. Branson, dalam terjemahan bebasnya, berpendapat bahwa
keputusan bisnis sering menggunakan sentuhan dan perasaan yang tidak
dapat dibuktikan dengan analisis sistematik, dan sering tidak dapat
diraba atau tidak mudah dimengerti. Keputusan bisnis merupakan
penglihatan naluri atau yang menjelma menjadi perkiraan mengenai keadaan
kompetisi pasar, struktur biaya dan arah pertumbuhan industri dan
ekonomi. Pada akhirnya, beliau berpendapat bahwa keputusan bisnis
merupakan masalah sentuhan dan perasaan yang tidak mudah berpengaruh
terhadap analisis sistematik[18].
Stephen M. Bainbridge, dalam terjemahan bebasnya, menyebutkan bahwa
keputusan bisnis jarang sekali menyangkut persoalan yang bersifat hitam
atau putih. Tetapi, keputusan bisnis pada dasarnya berkaitan erat dengan
pertimbangan kehati-hatian di antara sejumlah alternatif yang dapat
diterima. Beliau menambahkan, sebagai tingkah laku dari bisnis, pilihan
yang diambil secara hati-hati pun di antara sejumlah alternatif yang ada
dapat membuahkan hasil yang buruk [19].
Walaupun seluruh ketentuan dan prosedur pengambilan keputusan telah
diikuti, tidak ada jaminan bahwa keputusan bisnis yang diambil seseorang
akan selalu membuahkan hasil yang positif. Tetapi, keputusan itu dapat
juga menimbulkan kerugian. S. Sundari Arie menyebut risiko seperti itu
sebagai risiko bisnis yang normal, atau normal business risk [20].
Dalam perseroan terbatas, setiap keputusan yang diambil oleh direksi
merupakan keputusan perseroan, dan untuk kepentingan perseroan
semata-mata, serta sesuai dengan tujuan dan maksud perseroan,
sebagaimana yang tertera atau ditentukan dalam anggaran dasar.
Kewenangan direksi ini tidak dapat diintervensi atau campurtangankan
oleh para pemegang saham atau pihak lainnya, karena unsur kepemilikan
telah dipisah secara jelas dengan kewenangan direksi.
Bahkan, keputusan itu harus dibuat secara independen, tanpa adanya
pengaruh dari siapapun, termasuk kepentingan setiap pribadi dari anggota
direksi. Karena UUPT menentukan bahwa tanggung jawab direksi bersifat
kolegial, maka keputusan direksi dapat dikatakan merupakan keputusan
kelompok, yang menunjukkan adanya konsensus dari seluruh anggota
direksi.
Sudah merupakan suatu kesimpulan umum bahwa keputusan yang diambil
oleh kelompok lebih baik dari keputusan yang dibuat secara individu.
Walaupun umumnya pengambil keputusan bersifat rasional, tetapi kemampuan
kognitif individu terbatas, atau disebut sebagai bounded rationality. Stephen
M. Bainbridge, dalam terjemahan bebasnya, mengemukakan hal ini
berdasarkan pengamatannya dari sejumlah penelitian, di antaranya yang
dilakukan oleh Blinder dan Morgan. Kesimpulannya adalah bahwa dua kepala
lebih baik dari satu kepala, sehingga lebih bijaksana untuk menugaskan
suatu komite untuk mengambil keputusan yang penting [21].
Alasannya adalah bahwa keputusan yang dibuat oleh kelompok dapat
mengatasi keterbatasan setiap individu dalam hal pengetahuan,
kepentingan, keahlian dan pengalaman; sehingga, dapat dikatakan bahwa
keputusan yang diambil merupakan hasil resultante, bahkan lebih
baik, dari jumlah yang dimiliki oleh seluruh anggota kelompok dalam
tersebut. Hal ini berlaku terutama bagi keputusan yang kompleks atau
rumit, dan memerlukan pertimbangan evaluatif. Alasan ini pula yang
menyebabkan Hukum Korporasi memberikan penekanan yang kuat pada
pengambilan keputusan secara kolektif [22].
Stephen M. Bainbridge, dalam terjemahan bebasnya, juga mengemukakan
penyimpangan atau bias yang dapat terjadi pada keputusan kelompok, yaitu
herd behavior atau sikap atau tingkah laku ikut-ikutan, dan groupthink
atau pikiran kelompok. Tingkah laku ikut-ikutan terjadi ketika
pengambil keputusan meniru tindakan yang diambil oleh sekelompok orang
lain, umumnya yang berada dalam suatu industri yang sama, pada suatu
saat tertentu. Keputusan ikut-ikutan ini mengabaikan informasi yang
dimiliki, dan pertimbangan sendiri yang berkaitan dengan baik-buruknya
keputusan yang diambil [23].
Pengambilan keputusan seperti ini pada dasarnya bersandar pada
keputusan orang banyak itu, atau dapat pula merupakan jawaban terhadap
adanya information asymmetries atau informasi yang tidak
seimbang, atau dalam menghadapi kompleksitas dan ketidakpastian yang di
hadapi terhadap masa depan. Walaupun keputusan itu membawa konsekuensi
yang tidak baik, tetapi beban reputasi terhadap pengambil keputusan akan
berkurang[24].
Menurut Stephen M. Bainbridge, dalam terjemahan bebasnya, keputusan
yang ikut-ikutan ini dapat dihindari, jika pengambil keputusan
menambahkan informasi baru dalam pertimbangannya, dan mengunakan
pengambilan keputusan kelompok, terutama jika dapat mengatasi masalah bounded rationality dengan lebih baik [25]. Keputusan kelompok juga dapat mengatasi kecenderungan individu yang memiliki keyakinan berlebihan atau over confidence[26].
Stephen M. Bainbridge berpendapat, dalam terjemahan bebasnya, bahwa groupthink atau
pikiran kelompok terjadi dari keadaan kelompok yang sangat kompak, atau
ikatan sesama anggota yang sangat kohesive, dengan norma kerjasama yang
menilai konsensus lebih dari penilaian berbagai alternatif secara
realistik, sehingga merupakan jawaban terhadap ketegangan yang
ditimbulkan, karena adanya tantangan terhadap solidaritas kelompok;
sehingga mendorong kelompok untuk memilih kebulatan suara, tetapi
mengorbankan kualitas pengambilan keputusan yang baik. Akibat terburuk
dari pendapat kelompok ini adalah gagal mengkaji alternatif yang ada,
gagal untuk memberikan kritik atau memberikan penilaian terhadap
pendapat anggota lainnya, dan dapat bersikap selektif terhadap informasi
yang akan digunakan [27].
Rapat di ruangan direksi cenderung menciptakan budaya groupthink,
karena pimpinan menggunakan wewenangnya untuk mengontrol arus
informasi, merestui konsensus, dan menjauhkan orang yang menimbulkan
masalah atau yang sering menunjukkan sikap yang tidak setuju terhadap
keputusan rapat. Masalah groupthink ini memerlukan kajian yang lebih dekat dari segi corporate governance [28].
Uraian di atas menunjukkan bahwa dalam melakukan pengambilan
keputusan bisnis, direksi memerlukan suatu ruang lingkup di dalam mana
pertimbangan pribadi dapat dipergunakan, dalam rangka membuat keputusan
yang terbaik bagi perseoran.C. Prinsip Kehati-Hatian
Dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat, kegiatan
perbankan perlu dilandasi dengan asas atau prinsip hukum. Menurut
Bruggink, asas atau prinsip hukum adalah nilai-nilai yang melandasi
norma hukum [29]. Asas hukum merupakan ratio legis
bagi dibentuknya suatu norma hukum. Menurut Satjipto Rahardjo, asas
hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan
hukum. Itu berarti bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya
bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Asas hukum yang berkaitan
dengan kegiatan perbankan meliputi asas demokrasi ekonomi, asas
kepercayaan atau fiduciary principle, asas kerahasiaan atau confidentiality principle, dan asas kehati-hatian atau prudential principle [30].
Karena bank tidak terlepas dari bentuk-bentuk kerawanan atau risiko,
terutama dalam kegiatan pemberian kredit, asas yang paling penting
adalah prinsip kehati-hatian atau prudential principle. Asas ini wajib diterapkan dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank [31].
Prinsip ini ditekankan pada Pasal 2 dan 8 UU Pebankan yang telah
disebutkan di muka. Prinsip ini ditekankankan kembali dalam Pasal 29
ayat (2) UU Perbankan, yang menyebutkan bahwa bank wajib melakukan
kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Dalam kaitan dengan
ketentuan ini, Pasal 49 ayat 2 (b) UU Perbankan menetapkan bahwa anggota
dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank harus melaksanakan
langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap
ketentuan dalam UU Perbankan atau ketentuan perundang-undangan lainnya
yang berlaku bagi bank; karena jika tidak, akan dikenakan sanksi pidana.
Prinsip kehati-hatian juga diatur oleh ketentuan-ketentuan Bank
Indonesia, yang antara lain: SK Dir Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR
dan SE Bank Indonesia No. 27/2/UPPB tentang Kewajiban Penyusunan
Kebijakan Perkreditan bagi Bank Umum (PPKPB), dan Peraturan Bank
Indonesia No. 7/3/Peraturan Bank Indonesia tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum. Pada dasarnya, prinsip kehati-hatian
merupakan prinsip yang perlu diterapkan oleh bank dalam menjalankan
kegiatan usahanya, agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan
perbankan yang berlaku, sehingga dapat menghindari diri dari
penyimpangan-penyimpangan yang merupakan praktik perbankan yang tidak
sehat, dan sekaligus memperkecil kemungkinan timbulnya kerugian.
Frasa prudential principle, atau prinsip kehati-hatian, bertitik tolak pada kata prudence. Menurut Adam Smith, prudence adalah
kebajikan moral dan intelektual yang paling sempurna, dan sekaligus
merupakan kebijakan dengan kebajikan yang paling sempurna pula. Adam
Smith memberikan sejumlah karakteristik dari orang yang memiliki sikap
kehati-hatian atau prudent man. Dari sejumlah atribut yang dikemukakan oleh Adam Smith, sebagian adalah sebagai berikut [32]:
”Orang dengan sikap hati-hati selalu mempelajari secara serius dan
sungguh-sungguh apa yang harus dipahaminya dari segi profesi, selalu
tulus, dan hanya mengatakan yang benar, serta selalu bersikap hati-hati
dalam setiap tindakannya, termasuk ketika berbicara. Ia selalu
menghargai sesuatu yang tidak berlebihan dan kewajaran, penuh dengan
diskresi dalam batas yang wajar, serta bertingkah laku baik. Sebagai
reputasi bagi profesinya, ia selalu melakukan transaksi berdasarkan kemantapan dari pengetahuan dan kemampuannya”.
Sebagai dalam suatu badan hukum, seperti bank, tugas direksi sebagai
organ badan hukum adalah untuk memaksimalkan keuntungan. Namun, dalam
perspektif Aristotle, dan sejalan dengan pendapat Adam Smith di atas,
jika penekanan pada pencapaian keuntungan dilakukan secara berlebihan,
maka berkemungkinan keuntungan itu tidak dapat diperoleh sama sekali [33].
Hal ini sangat jelas berlaku pada bank. Bagi bank, keuntungan dan
risiko selalu berdampingan. Keuntungan yang tidak wajar dapat berarti,
atau berkaitan, dengan risiko yang besar atau berlebihan. Penekanan yang
berlebihan pada keuntungan, tanpa memperhatikan risiko, akhirnya akan
menciptakan kerugian.
Menurut Hermansyah [34],
penerapan prinsip kehati-hatian dapat dilihat dari bagaimana bank dan
orang-orang yang terlibat di dalamnya membuat kebijaksanaan dan
menjalankan kegiatan usahanya. Dalam menjalankan usaha itu, mereka wajib
menjalankan tugas dan wewenang masing-masing secara cermat, teliti, dan
profesional, selalu mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang
berlaku secara konsisten, dengan didasari dengan itikad baik. Dengan
menjalankan kegiatan usaha seperti itu, diharapkan bank dapat
menghindari diri dari praktik yang tidak sehat, dan meminimalkan
kerugian yang mungkin dapat terjadi [35].
Ini berarti bank melindungi kepentingan masyarakat pemilik dana,
sehingga dengan demikian dapat memperoleh kepercayaan masyarakat.
Walaupun prinsip kehati-hatian ini telah diketahui secara luas,
tetapi tampaknya diabaikan dalam banyak kasus perbankan di dunia, yang
menyebabkan kegagalan bank dan kemudian krisis perbankan. Kedua hal ini
menimbulkan biaya yang tidak sedikit bagi makro ekonomi dan masyarakat
pembayar pajak [36]. Oleh karena itu, bank cum manajemen
internalnya mutlak untuk menerapkan prinsip-prinsip moral seperti
prinsip kehati-hatian tersebut, sehingga terhindar dari sanksi hukum
karena pelanggaran terhadap prinsip tersebut.
D. Teori Pemberian Kredit dengan Prinsip Kehati-Hatian
1. Kredit dan Pemberian Kredit
Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank, dan sekaligus
merupakan sumber pendapatan untuk menutup biaya bunga yang dibayarkan
kepada para deposan atau masyarakat penyimpan dana dan biaya-biaya
operasional; sedangkan kelebihannya merupakan keuntungan bagi bank. Oleh
karena itu, pemberian kredit merupakan kegiatan bisnis bagi bank, dan
berada dalam lalu lintas bisnis bagi bank [37]; dan merupakan tot daden van beheeren, atau tindakan kepengurusan bagi direksinya.
Pada masa Athena kuno, kata yang maknanya berdekatan dengan kredit adalah pistis. Arti yang dikandungnya meliputi kepercayaan atau trust dan belief, keyakinan atau faith dan confidence dan assurance, kejujuran atau honesty, bukti atau proof, dan jaminan atau pledge[38]. Dalam arti yang sempit, pistis diartikan sebagai kelayakan kredit atau creditworthiness, dengan makna bahwa seseorang yang dikenal oleh seorang bankir dapat memperoleh pistis yang lebih besar dari harta miliknya.
Pada abad ke-17, kata latin credo, atau credere muncul,
yang berarti mempercayai atau kepercayaan, sehingga pengertian kredit
berkembang menjadi suatu pengertian bahwa seseorang bersedia mempercayai
orang lain dan ia, orang itu, dapat membayar kembali apa yang
dipinjamnya. Kemudian, kata kredit creditworthiness berkembang
dan memiliki arti dengan referensi pada reputasi yang dimiliki
seseorang, yang merupakan suatu estimasi bahwa orang itu akan dapat
mempertahankan karakternya dan reputasinya, sehingga dapat dipercaya [39].
Jadi, intinya, kredit berarti kepercayaan. Dalam konteks yang lebih
besar, unsur kepercayaan bersifat sangat sensitif dalam perbankan,
sehingga isu negatif yang timbul dalam suatu bank dapat menciptakan
citra buruk bagi perbankan secara keseluruhan [40].
Black’s Law Dictionary memberikan definisi mengenai kredit, yaitu [41]: “One’s ability to borrow money; the faith in one’s ability to pay debts”.
Dalam dunia bisnis, kata kredit diartikan sebagai kesanggupan akan
mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang atau jasa,
dengan perjanjian akan membayarnya kelak [42].
Menurut Edy Putra Tje’Aman, dari sudut ekonomi, kredit diartikan
sebagai penundaan pembayaran, atau maksudnya adalah penerimaan uang
dan/atau barang tidak dilakukan bersamaan, tetapi pengembaliannya
dilakukan pada masa tertentu yang akan datang [43]. UU Perbankan menyebutkan bahwa kredit adalah:
”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Menurut Veithzal Rivai dan Adria Permata Veithzal, terdapat dua
fungsi yang saling berkaitan dengan kredit. Pertama, tingkat keuntungan,
yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang
diraih dari bunga yang harus dibayar oleh nasabah. Oleh karena itu, bank
hanya akan menyalurkan kredit kepada usaha-usaha nasabah yang diyakini
mampu dan mau mengambalikan kredit yang telah diterimanya. Kedua,
keamanan, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan
harus benar-benar terjamin, sehingga tujuan ’keuntungan’ dapat
benar-benar tercapai tanpa hambatan yang berarti [44].
Dasar hukum pemberian kredit meliputi [45]:
(1) perjanjian (kredit) antara para pihak, dengan mengacu pada Pasal
1338 KUHPerdata, (2) UUPerbankan, (3). Peraturan Pelaksanaan dari
Undang-undang Perbankan, (4). Yurisprudensi, (5). Kebiasaan dalam
praktik perbankan, (6) Peraturan perundang-undangan terkait lainnya,
atau Ketentuan Bank Indonesia tentang perkreditan. Hal ini menunjukkan
bahwa instrumen utama dalam pemberian kredit adalah perjanjian kredit,
yang merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank dengan pihak
lain, dalam hal ini nasabahnya, sebagai subjek hukum.
2. Ketentuan UU Perbankan yang Berkaitan dengan Pemberian Kredit.
Dalam UUPerbankan, terdapat 6 pasal yang berkaitan dengan keputusan pemberian kredit:
Pertama, Pasal 2 UU Perbankan, yang menyebutkan bahwa
bank dalam melakukan usahanya harus berdasarkan demokrasi ekonomi,
dengan menggunakan prinsip kehati-hatian, atau prudential principles. Penerapan
prinsip ini memerlukan perhatian terhadap proses dan kandungan risiko
dalam membuat keputusan kredit. Dalam kaitan dengn risiko, Siswanto
Sutojo berpendapat, suatu pemberian kredit dapat dikategorikan sebagai
kredit yang berisiko tinggi, apabila termasuk dalam salah satu atau
lebih dari kriteria berikut [46]:
(1). Kredit akan digunakan untuk tujuan berspekulasi, misalnya untuk
membeli tanah dengan harapan untuk memperoleh keuntungan atau capital gain
di kemudian hari; (2). Calon debitor tidak dapat memberikan data dan
informasi pokok tentang perusahaan, bidang usaha dan kondisi
keuangannya; (3). Kredit akan digunakan untuk membiayai bidang usaha
atau proyek yang memerlukan keahlian khusus yang tidak dimengerti oleh
bank; (4). Kredit akan digunakan untuk melunasi kredit bermasalah pada
bank atau kreditor lainnya. Namun, di pihak lain, setiap penutupan bank
yang telah terjadi selalu diakibatkan karena kredit macet yang besar,
pinjaman yang melalui batas yang wajar bagi setiap debitor, atau over leverage, atau over extended, yang tidak
sepadan dengan kemampuan keuangan debitor, atau pemberian pinjaman
kepada pihak terkait melebihi ketentuan BMPK atau LLL (Pasal 11
UUPerbankan).
Kedua, Pasal 4 UU Perbankan menetapkan bahwa bank bertindak sebagai agent of development.
Secara substantif, Pasal ini menuntut agar dana masyarakat harus
disalurkan melalui kredit untuk tujuan-tujuan produktif dalam rangka
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, membantu peningkatan tingkat
laju dan pemerataan pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke
arah peningkatan kesejahteraan masyarakat luas. Pada dasarnya, pasal ini
menunjukkan bahwa para bankir atau pemutus kredit, selain
bertanggungjawab terhadap profesi dan pekerjaannya, mereka juga harus
bertanggungjawab pada ruang lingkup yang lebih luas itu. Menurut
Preston, secara umum, peranan profesi seseorang tidak dapat dipisahkan
dengan tanggung jawab sosial dan akibatnya pada kehidupan keluarga,
lingkungan hidup atau sosial, dan keadilan sosial [47].
Jika ketentuan dari Pasal 4 UU Perbankan ini dilaksanakan ex-ante,
dengan memperhatikan pemberian kredit yang sehat, dapat menunjang
pengembangan usaha calon debitor. Apabila hal ini tercapai, maka
pembayaran utang pokok beserta bunga akan menjadi lebih pasti; sehingga
tingkat risiko kredit berkurang; dan sekaligus meningkatkan tingkat
solvabilitas bank. Berkembangnya usaha debitor memberikan kesempatan
bagi tenaga kerja baru. Sebaliknya, pemberian kredit yang berisiko
tinggi dalam jumlah yang relatif besar dapat berakibat pada kegagalan
bank. Penutupan bank akan berpengaruh secara negatif terhadap proses
pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu, dengan memperhatikan
prinsip pemberian kredit yang sehat itu saja sudah dapat menunjang
pemenuhan dari tujuan dari ketentuan Pasal 4 tersebut.
Ketiga, Pasal 8 UUPerbankan menentukan bahwa
bank, dalam hal ini diwakili oleh pemutus kredit, harus meyakini diri
bahwa debitor memiliki itikad baik, kemampuan dan kesanggupan
berdasarkan analisis yang mendalam dan seksama, sehingga kredit yang
akan diberikan dapat dibayar oleh debitor sesuai dengan perjanjian.
Frasa ‘analisis yang mendalam’ menunjukkan substansi dari pasal ini yang
menekankan pada dua hal, yaitu: proses pengambilan keputusan, dan bahan
baku dari pengambilan keputusan, yaitu berupa informasi, data dan fakta
yang diperlukan. Ini artinya bahwa analisis kredit yang disajikan oleh
analis kredit, atau pihak yang berada di bawah pemutus kredit, telah
mengumpulkan dan berhasil menyajikan seluruh informasi, data dan fakta
itu. Jumlah informasi, data dan fakta yang diperlukan sangat ditentukan
oleh hasil yang ingin dicapai, yaitu keyakinan terhadap itikad baik,
kemampuan dan kesanggupan untuk melunasi utangnya. Kajian mengenai
itikad baik calon debitor menuntut adanya informasi atau proxy yang
menunjukkan adanya niat baik itu, dan faktor pendukung adanya itikad
baik itu, dan yang dapat mempertahankan unsur ini di masa depan. Dalam
banyak kasus, itikad baik di masa lalu ditunjukkan oleh catatan
pembayaran kewajibannya terhadap kreditor atau pihak ketiga lainnya;
sedangkan unsur utama yang dapat mempertahankannya di masa depan adalah
prospek bisnis atau proyek yang masih menjanjikan keuntungan yang
diharapkannya. Sejumlah literatur dan Bab terdahulu menunjukkan bahwa
analisis kredit yang sangat tehnis itu umumnya dilakukan oleh perbankan
cenderung bersifat standar dan baku. Di samping itu, pasal ini juga
menyiratkan bahwa pemutus kredit bertanggungjawab atas kualitas akhir
dari analisis kredit yang disajikan oleh pihak di bawahnya. Tanggung
jawab ini tidak saja terbatas pada proses dan jumlah informasi, data dan
fakta yang diperlukan, tetapi juga kepatuhan terhadap
ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Keempat, Pasal 29 Ayat (3) UUPerbankan
menyebutkan bahwa dalam dalam menjalankan usaha, bank wajib untuk
menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah,
yang mempercayakan dananya kepada bank. Ini artinya dalam menjalankan
usaha bank, yang mencakup pemberian kredit, dan termasuk pengambilan
keputusan kredit, bank dalam hal ini pemutus kredit harus memastikan
bahwa tidak ada peraturan perundangan atau ketentuan internal bank yang
dilanggar. Selain itu, pemutus kredit juga harus memperhatikan cara-
cara yang tidak berimplikasi negatif terhadap kepentingan bank dan
nasabah pemilik dana. Kamus Besar Indonesia menterjemahkan ‘cara’
sebagai usaha atau ikhtiar, sedangkan ‘cara-cara’ dapat berarti adanya
berbagai cara yang dapat ditempuh. Oleh karena itu, ‘cara’ cenderung
lebih bersifat rinci atau lebih spesifif, dan merupakan bagian yang
lebih rinci dari proses. Frasa ‘cara-cara’ memberikan implikasi adanya
proses pemilihan cara yang akan dipakai, dan cara ini harus tidak
merugikan kepentingan bank atau para pemilik dana.
Kelima, Pasal 29 Ayat (2) menyebutkan bahwa
bank wajib memelihara tingkat kesehatan sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha
bank, dan wajib melakukan usaha itu sesuai dengan prinsip
kehati-hatian. Secara menyeluruh, Ayat ini menekankan kembali, bahwa
dalam menjalankan usahanya, bank wajib mentaati prinsip kehati-hatian,
yang harus diterapkan terhadap seluruh aspek pelaksanaan usaha itu,
sehingga bank dapat memelihara tingkat kesehatannya.
Keenam, Pasal 49 UUPerbankan, terutama Ayat 2 (a), menyebutkan
bahwa seluruh anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank tidak
dapat meminta, menerima, mengizinkan, atau menyetujui untuk menerima
suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, dan seterusnya, dalam
rangka memberikan persetujuan untuk menarik dana yang melebihi batas
kredit yang disetujui. Pemberian imbalan seperti ini dapat terjadi
ketika mengajukan permohonan kredit dengan tujuan kreditnya segera
diproses, atau selama proses agar dicarikan jalan keluar dalam rangka
memproleh persetujuan, atau setelah kredit cair sebagai gratifikasi.
Pemutus kredit tercakup sebagai pihak yang tercakup dalam pasal ini.
Oleh karena itu, pemutus kredit tidak boleh mengambil manfaat keuangan
dari keputusan yang diambilnya. Secara batiniah, ketentuan ini dapat
mendorong independensi pemutus kredit dalam melakukan pekerjaannya.
3. Proses Pemberian Kredit
Proses pemberian kredit/pinjaman pada hakekatnya meneliti dan memastikan bahwa terdapat unsur-unsur yang dikandung oleh kata pistis, credo dan trusworthiness itu; atau untuk memastikan kelayakan suatu permohonan kredit, apakah dapat diterima atau ditolak [48]. Proses tersebut dimulai ketika permohonan dari calon debitor kepada bagian marketing, dan ditangani oleh account/loan officer.
Tugas mereka adalah mengumpulkan data/informasi dan dokumen yang
diperlukan untuk memproses permohonan kredit, melakukan analisis kredit,
memperoleh persetujuan pinjaman/pembiayaan internal, dan menangani
serta memonitoring pinjaman/pembiayaan yang diberikan.
Pemrosesan permohonan kredit mencakup sejumlah aspek yang perlu
dianalisis oleh bagian marketing, dengan melibatkan bagian lain seperti
yang ditunjukkan dalam kurung berikut: 1. Pengecekan daftar hitam atau
kredit macet, apakah calon debitor termasuk di dalamnya (account officer). 2. Aspek yuridis, dari legalitas badan hukum dan legalitas usaha (account officer/bagian
hukum) 3. Mengenai usaha debitor, ditinjau dari aspek marketing, aspek
keuangan, aspek teknik/produksi, aspek manajemen (marketing/account officer). 4. Aspek jaminan kredit dan pengikatan barang-barang jaminan (account officer/bagian hukum), 5. Kajian ulang permohonan atau persetujuan permohonan fasilitas kredit (risk management), 6. Cara pengikatan kredit (bagian hukum), 7. Penandatanganan surat perjanjian kredit (bagian hukum dan bagian operasional)[49].
Menurut Kasmir, prosedur dan penilaian kredit secara umum bagi setiap
bank tidak jauh berbeda; yang berbeda hanyalah pada persyaratan dan
ukuran penilaian dengan pertimbangan masing-masing bank [50].
Untuk memproses suatu permohonan kredit, account officer
mengumpulkan informasi atau data mengenai calon debitor, antara lain
meliputi laporan keuangan perusahaan debitor, jenis usaha, latar
belakang usaha dan pemilik, track record dari perusahaan dan pemilik, tujuan dari pinjaman, jaminan yang dapat diberikan, dan seterusnya[51]. Setelah memproleh informasi yang diperlukan, account officer harus melakukan analisis dan penilaian yang berkaitan dengan sifat dari calon debitor (charácter), modal yang dimiliki (capital), kemampuan akan membayar kembali (capacity), jaminan yang akan diberikan untuk mendukung kredit yang akan diberikan (collateral), kemudian apakah kondisi ekonomi akan menunjang usaha si debitor sehingga dia dapat mengembalikan kreditnya (condition of the economy), serta meneliti kegunaan kredit yang dimintakannya[52].
Semenjak terjadinya krisis moneter tahun 1997-1998, berdasarkan Surat
Edaran BI No.5/21/DPDN tanggal 29 September 2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum, bank di Indonesia diwajibkan untuk
memiliki bagian yang disebut risk management[53]. Dari segi perkreditan, bagian ini bersifat independen yang bertugas sebagai filter dan melakukan ‘check and balance’ terhadap, dalam hal ini, bagian marketing. Memo usulan persetujuan kredit yang dibuat oleh account officer (bagian marketing) akan direview ulang oleh bagian risk management
dengan tujuan untuk memastikan bahwa, dari segi risiko, usulan tersebut
layak diteruskan, memenuhi kriteria standar perkreditan internal bank,
serta sesuai dengan ketentuan-ketentuan perbankan yang berlaku. Dari
segi hukum, risiko yang harus dikaji adalah, antara lain, kemungkinan
timbulnya masalah atau tuntutan hukum, ketiadaan peraturan
perundang-undangan yang mendukung secara memadai, atau kelemahan
perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan
pengikatan agunan yang tidak sempurna [54].
Apabila hasil review risk management membuahkan hasil yang
positif, maka usulan tersebut dapat diteruskan kepada pihak pemutus
kredit sesuai dengan tingkat kewenangannya. Pemutus kredit, atau pihak
yang dapat memberikan persetujuan kredit, berdasarkan ketentuan KPB yang
ditetapkan Bank Indonesia, merupakan bagian dari suatu kredit komite
(KK) [55]. Untuk jumlah kredit yang besar tertentu, KK memiliki anggota dan ketua yang terdiri dari direksi.
Sering terjadi di antara anggota komite kredit ada yang tidak setuju
atas suatu pemberian kredit yang sedang diusulkan, dan untuk itu yang
bersangkutan perlu menuliskan alasan kenapa tidak setuju. Pihak pemutus,
biasanya direksi, akan mempertimbangkan catatan ini. Tetapi, jika
menurut direksi alasan itu tidak begitu kuat, maka berdasarkan
pertimbangannya persetujuan dapat terus diberikan.
Setelah komite kredit yang terdiri dari direksi ini menyetujuinya,
dan jika jumlah tertentu memerlukan persetujuan komisaris bank, maka
langkah terakhir harus pula memperoleh persetujuan komisaris ini.
Setelah itu, persetujuan kredit yang telah diperoleh disampaikan secara
resmi kepada debitor. Jika debitor menerima syarat-syarat kredit yang
disetujui bank, bagian hukum bank akan mempersiapkan penandatanganan
perjanjian kredit beserta perjanjian jaminan lainnya. Apabila seluruh
dokumentasi yang diperlukan telah dipenuhi, bagian operasi bank akan
mengijinkan pencairan kredit sesuai yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak.
4. Analisis Kredit
Analisis kredit adalah bagian inti dari proses pemberian kredit.
Melakukan analisis kredit adalah cara utama untuk mengatasi masalah asymmetric information dan menghindari adverse selection, dan merupakan unsur utama dalam melakukan penyeleksian atau screening.
Coyle menyebutkan bahwa analisis kredit merupakan suatu proses
investigasi dan penilaian yang terstruktur mengenai risiko potensil dari
seorang calon debitor, yang dilakukan oleh seorang analis kredit untuk
pengambilan keputusan pemberian pinjaman yang akan dilakukan oleh
pemutus kredit [56].
Bathory berpendapat bahwa analisis kredit adalah usaha penilaian
mengenai kemampuan dan kemauan untuk memenuhi kewajiban pembayaran yang
tertunda [57].
Sejalan dengan pendapat Bathory ini, risiko potensil yang dimaksudkan
oleh Coyle dapat diartikan sebagai kemungkinan calon debitor tidak dapat
atau tidak mau membayar kewajibannya, ketika jatuh tempo di masa depan.
Hal yang mendasar dalam analisis kredit adalah meneliti prospek usaha
dan kemampuan keuangan calon debitor di masa depan. Analisis ini
memerlukan penelitian terhadap sifat dari usaha atau bisnis si
calon debitor dalam konteks industri dimana dia berusaha atau
beroperasi; dan yang kedua, menganalisis kemampuan arus kas yang
dihasilkan oleh usaha atau bisnisnya itu [58] dari
waktu ke waktu. Kedua hal ini mengarah langsung kepada kemampuan bayar
calon debitor, atau mengidentifikasi sumber dari pembayaran kembali, dan
mengkaji apa yang membuat sumber tersebut dapat terealisasi.
Kemampuan membayar kembali tidak menjamin bahwa debitor akan
benar-benar membayar kembali pinjamannya. Di lain pihak, kreditor selalu
ingin agar pinjaman yang diberikan dibayar oleh debitor tepat waktu,
tanpa diperlukan adanya proses hukum apapun untuk membuat debitor
memenuhi kewajibannya. Dalam keadaan yang umum, perangkat hukum memang
dapat mendorong orang membayar kewajiban atau utangnya. Namun,
penyelesaian melalui proses hukum akan membutuhkan waktu dan berbiaya.
Oleh karena itu, keadaan yang ideal adalah jika debitor mengetahui bahwa
dia dapat mengatasi resiko bisnis yang dihadapi, sehingga mampu untuk
membayar hutangnya, serta mau untuk melakukan pembayaran tersebut.
Keyakinan akan kemampuan dan kemauan tersebut seyogianya bersifat
endogen dalam diri debitor, dan tugas kreditor dalam kaitan ini adalah
untuk memastikan adanya unsur endogen ini. Calon kreditor harus
meyakinkan diri bahwa unsur ini memang berada dalam diri calon debitor;
sehingga dapat diharapkan bahwa unsur itu dapat mendorong debitor
tersebut untuk menggunakannya, ketika terdapat masalah dalam bisnisnya
yang berkembang ke arah yang tidak baik.
Green meninjau masalah analisis kredit ini dari segi etika. Dia
mengatakan bahwa masyarakat menempatkan atau ‘meminjamkan’ uangnya
kepada bank, karena mereka memiliki keyakinan atau confidence dan percaya atau trust terhadap bank [59].
Menurut Dilley, bankir memiliki beban etika yang tidak kecil; karena,
masa depan masyarakat pemilik dana, masa pensiun, pendidikan anak-anak
mereka, dan kualitas hidup mereka tergantung pada tindakan para bankir
tersebut dalam hal melakukan analisis kredit [60].
Seyogianya, bank memiliki kewajiban untuk melindungi kepentingan mereka, dengan melakukan pekerjaan yang diperlukan secara prudent dan bertanggungjawab. Untuk keperluan itu, Green mengatakan, bahwa para bankir perlu memahami aturan “canons of lending”[61] , yang ia jabarkan sebagai berikut:Pertama, perlu dikaji tujuan penggunaan dana yang akan dipinjam (Amount dan Purpose dari CAMPARI). Unsur etika dari tujuan peminjaman ini harus dimengerti, dan dikaitkan dengan integritas dan kemampuan bisnis dari peminjam (Character dan Means dari CAMPARI).
Kedua, jika kajian ini menghasilkan kesimpulan yang memuaskan,
kreditor perlu melihat berapa banyak bagian modal yang dapat disediakan
oleh calon debitor, karena ini merupakan “komitmen” dari yang
bersangkutan terhadap jumlah yang diperlukan secara menyeluruh (Means dari CAMPARI atau Capital dari 5 C).
Ketiga, kreditor baru meneliti kemampuan calon debitor untuk membayar kembali pinjamannya (Repayment dari CAMPARI, atau Capacity
dari 5 C). Jika semua hal ini dapat dijawab dengan baik, maka kreditor
dapat mengkaji besar-kecilnya risiko yang dihadapi, dan kemudian
menentukan bentuk atau besar jaminan yang diperlukan (Insurance dari ICE atau Collateral dan Condition dari 5 C).
Keempat, setelah itu, kreditor baru dapat menentukan kompensasi yang sesuai dengan risiko yang dihadapi (Interest dan Commission dari ICE). Pada dasarnya Green dan Chorafas [62] mengemukakan prinsip yang sama; tetapi, Chorafas menambahkan bahwa penilaian masalah kelayakan kredit atau creditworthiness
tetap dilakukan dari waktu ke waktu, sampai kontrak selesai atau
pinjaman dilunasi. Di sini, tampak bahwa Chorafas juga menekankan
masalah kontrol atau pengawasan kredit, termasuk menentukan dan
mencantumkan serta mengontrol pelaksanaan covenants yang diperlukan dalam kontrak atau perjanjian kredit [63].
Untuk menganalisis suatu kredit, kreditor memerlukan banyak informasi [64]
baik yang berkaitan dengan keuangan maupun non-keuangan, baik yang
diperoleh dari debitor sendiri, maupun dari berbagai pihak lainnya.
Untuk memperoleh informasi yang diperlukan, kreditor perlu melakukan
suatu bentuk riset mengenai calon debitor [65];
riset ini akan mudah dilakukan jika, baik debitor maupun kreditor,
memiliki pengetahuan dan jaringan dari mana informasi dapat diperoleh;
sehingga, verifikasi informasi sekaligus dapat dilakukan.
De Satins menyatakan bahwa debitor memiliki dua persyaratan. Syarat
yang pertama yang berkaitan dengan tanggung jawab, yaitu seseorang
seharusnya mengambil dan menerima pinjaman sebanyak yang dia ketahui,
bahwa dia akan mampu untuk membayarnya [66].
Di jaman Athena kuno, seseorang bernama Aristarchus mengaku pada
Socrates, bahwa dia tidak akan merasa lega untuk mengambil pinjaman
untuk keperluan produktif; dan tidak akan mengambil pinjaman itu, jika
dia tahu ia tidak akan dapat membayarnya [67].
Syarat yang kedua, adalah yang berkaitan dengan efisiensi atau tujuan akhir untuk apa pinjaman dilakukan [68].
Kembali pada masa Athena kuno, dalam kaitannya dengan pinjaman
non-produktif, Plutarch mengatakan mengenai kemampuan membayar kembali
seperti yang dimaksud oleh Aristarchus, bahwa orang jangan melakukan
pinjaman, jika tidak mempunyai apa-apa atau tidak memiliki sumber daya
yang berkembang [69].
Peminjaman yang baik dan ideal dapat dilakukan, apabila pinjaman itu
membuat seseorang dapat melakukan usahanya dengan lebih besar dan lebih
cepat. Perkembangan ini seyogianya akan membantu perkembangan dirinya
melalui keberhasilan proyek atau bisnis yang diusahakan dan ditekuninya.
Dari kedua syarat ini disimpulkan bahwa debitor harus yakin dapat
mencapai tujuannya itu, sehingga dia pun dapat membayar kembali
utangnya. Dari sisi lain, jika debitor dapat berkembang secara pribadi,
misalnya melalui keberhasilan proyeknya, maka masyarakat luas dapat pula
memperoleh manfaat dari keberhasilan proyek itu.
Di lain pihak, pengambilan pinjaman atau utang akan menambah risiko usaha bagi debitor, dan risiko kredit bagi kreditor [70]. Menurut Chorafas, orang yang menggunakan pinjaman atau utang yang berlebihan atau overgearing [71]
menunjukkan bahwa orang tersebut melakukan praktik etika yang
meragukan. Dalam kaitan ini, yang diperlukan adalah hubungan mengenai
berapa banyak utang yang dapat digunakan dengan kemampuan dalam jangka
panjang untuk membayar kembali. Utang yang berlebihan untuk ukuran
industri tertentu atau overgearing membuat usaha menjadi sangat
rawan terhadap perubahan lingkungan usaha, dan sekaligus merupakan
penyebab utama kenapa usaha mengalami kebangkrutan atau wanprestasi atau
default [72].
Oleh karena itu, jika calon debitor tidak menyadari berapa banyak
pinjaman yang dapat atau mampu dibayarnya kemudian, atau berapa besar
risiko yang dihadapinya, bank sebagai calon kreditor perlu melakukan
fungsi kontrol untuk mengatasi situasi calon debitor seperti ini. Namun,
apa yang disebutkan ini hanya merupakan suatu asumsi atau harapan,
karena banyak kreditor sesungguhnya sadar akan kemampuan bayar seorang
debitor, tetapi tetap menambah pemberian kredit. Sumber pembayaran
kredit yang diberikan sering bukan berasal dari kemampuan debitor dalam
menghasilkan pendapatan dan keuntungan dari usaha yang dijalankannya.
Mengingat peranan bank dalam masyarakat, bank memiliki tanggung jawab moral yang besar untuk bertindak secara hati-hati atau prudent, dan
berkewajiban untuk memastikan dan meyakini diri bahwa calon debitor
memenuhi dua syarat yang disebutkan De Satins di atas. Kedua syarat itu
adalah bahwa bank mengetahui dengan jelas bahwa calon debitor mengambil
dan menerima pinjaman sebanyak yang dia ketahui dia akan mampu untuk
membayarnya, dan pengambilan pinjaman itu digunakan secara efektif untuk
pengembangan usahanya. Kedua hal ini dikaji dan dipastikan dengan
menggunakan analisis kredit untuk mengambil keputusan yang tepat dalam
pemberian pinjaman.
Jika kemudian kreditor dan debitor tidak dapat mencapai titik temu
dalam kedua hal tersebut, menurut Chorafas, kreditor seharusnya tidak
melakukan hubungan bisnis dengan debitor seperti itu [73].
Dalam kata lain, permohonan kreditnya tidak dapat disetujui atau perlu
ditolak. Sebagai alternatif jalan tengah, bank dapat memutuskan untuk
melakukan credit rationing, dengan memperkecil jumlah pinjaman,
memperketat syarat pinjaman, meminta tambahan kolateral, dan memperbesar
tingkat bunga, atau kombinasi dari keputusan ini[74].
Analisis kredit bukanlah merupakan ilmu yang pasti [75]. Ed Emmer menyatakan bahwa “credit analysis is an art, not a science” [76].
Namun, analisis kredit yang benar dan efektif harus mencerminkan
keadaan dunia yang sesungguhnya. Apabila hasil analisis gagal mencapai
pencerminan ini berarti berlawanan dengan akal sehat atau common sense [77]. Di sisi lain, seluruh proses dalam analisis kredit memerlukan pertimbangan atau judgement manusia[78].
Pada hakikatnya, mempertimbangkan sesuatu adalah merupakan suatu
proses menilai suatu situasi atau kenyataan dalam rangka mencapai suatu
kesimpulan. Kesimpulan yang diambil merupakan hasil pertimbangan nilai
dan bersifat kontekstual, sehingga yang tidak terlepas dari
ketidak-berpihakkan. Terutama dalam penentuan masalah kriteria pertama,
yaitu karakter, memerlukan pertimbangan yang besar, dan tidak lepas dari
masalah subjektivitas [79]. Namun, karakter merupakan pertimbangan pertama, dimana pertimbangan terhadap C yang lain dapat dipengaruhi unsur karakter itu [80].
Jika calon debitor tidak memiliki karakter yang baik, maka kualitas informasi dari C yang lain akan terpengaruhi. Seseorang yang tidak memiliki kejujuran dalam berbisnis misalnya, akan menerbitkan laporan keuangan dengan kualitas kebenaran yang dapat diragukan, dan oleh karenanya wajib dipertanyakan.
Lebih lanjut, Brody mengungkapkan bahwa analis kredit atau loan officer atau pihak lain dalam proses pemberian kredit menghadapi begitu banyak informasi yang perlu dicerna dan dianalisis[81].
Dalam keadaan seperti itu, mereka tidak terlepas dari pertimbangan yang
bersifat pribadi; dan bahkan tidak luput dari kesalahan dalam melakukan
pertimbangan, atau lalai untuk mengkaji atau melakukan pertimbangan
terhadap informasi tertentu.
Dalam keadaan seperti ini, analis kredit atau loan officer
dapat memberikan pengaruh pribadi atau kontribusi terhadap kesimpulan
analisis kredit yang mengarah pada persetujuan pemberian kredit. Oleh
karena itu, diperlukan pertimbangan yang netral dan terlepas dari unsur
emosional, yang dikontrol oleh nurani yang paling dalam atau individual conscience,
dengan menggunakan akal sehat, tetapi harus diusahakan sebanyak mungkin
berdasarkan pada ekstrapolasi dari data atau informasi yang faktual.
Uraian di atas menunjukan bahwa analisis kredit merupakan hal yang
sangat penting dilakukan. Analisis ini menentukan perjalanan kreditor
dengan setiap debitor yang dipilihnya untuk mempertahankan pinjaman yang
diberikan dalam portofolio pinjaman bank. Analisis kredit seyogianya
akan dapat membedakan antara kredit atau debitor yang baik dari yang
buruk, sehingga merupakan bagian utama dari masalah perkreditan. Di lain
pihak, keahlian dalam pelaksanaan perkreditan merupakan isu sentral
terhadap reputasi dan tingkat keuntungan bank [82].
Tidak sedikit bank mengalami kegagalan, semata-mata karena standar analisis kredit atau yang disebut sebagai underwriting standards mereka yang buruk[83].
Dalam kaitan ini, Sathye menyimpulkan bahwa banyak masalah NPL dapat
dihindari dengan memiliki dan mentaati prosedur dan kebijakan pemberian
pinjaman atau kredit yang lebih baik [84].
Pendapat yang dikemukakan Sathye ini berdasarkan penyebab-penyebab NPL
yang dikemukakan Golin, yang bersumber lebih banyak pada institusi
pemberi kredit itu sendiri [85]; yang didukung pula oleh pendapat Thomas yang dikutip oleh Esbitt sebagai berikut [86]:
“The Secret of sussessful banking lies almost completely in the
honesty and good faith of the management and its ability to distinguish
between good and bad loans and investments. Naturally, a good loan or
investment is one that will be of value even in bad times. Bad times
only serve to accentuate the difference between the good and the bad
which prosperous times so frequently conceal”.
5. Risiko Kredit
Salah satu tujuan melakukan analisis kredit adalah memperkirakan
berapa besar risiko kredit yang akan dihadapi, berdasarkan perkiraan
kemampuan dan tendensi dari karakter debitor. Menurut Chorafas
(2000 : 1), risiko kredit merupakan kemungkinan pihak lain dalam suatu
transaksi, atau menyangkut suatu instrumen keuangan, akan gagal memenuhi
kewajibannya sesuai dengan kondisi dan syarat-syarat dari kontrak atau
perjanjian yang telah disepakati, karena masalah-masalah seperti
kebangkrutan, keadaan yang tidak likuid, dan alasan-alasan lainnya [87].
Schroeck menekankan pada keadaan wanprestasi di pihak debitor, karena
perubahan kualitas kredit yang dapat menimbulkan kerugian ekonomis bagi
kreditor [88].
Colquitt menyebutkan bahwa risiko kredit bersumber dari masalah keuangan, bisnis, industri, dan manajemen [89].
Menurut Banks, risiko kredit tidak saja bersumber dari ketidakmampuan,
tetapi juga ketidakmauan debitor untuk memenuhi kewajiban keuangan
kepada kreditor [90]. Ketidakmauan ini merupakan salah satu bentuk moral hazard
yang dihadapi bank. Jadi, risiko kredit adalah perkiraan besar kecilnya
kemungkinan, atau probabilita, calon debitor/debitor tidak dapat
membayar kembali pinjamannya, berdasarkan perkiraan kemampuan dan
tendensi dari karakternya.
Mengukur risiko kredit tidak terlepas dari persepsi, intuisi dan
pertimbangan individu, dan karenanya tidak selalu dapat diukur secara
matematis. Informasi yang diperlukan tidak semuanya dapat diperoleh, dan
tidak selalu berdasarkan informasi yang bersifat faktual, terkadang
hanya bersifat perkiraan, baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif. Namun, sebagian besar dari perkiraaan terhadap masa depan
ini harus diupayakan agar merupakan ekstrapolasi dari analisis yang
menggunakan lebih banyak data kuantitatif yang akurat dan mutakhir, dan
dikombinasikan dengan informasi yang bersifat kualitatif. Sebaliknya,
untuk mengukur kemauan debitor untuk membayar kewajibannya di masa depan
jauh lebih sulit, dan akan lebih banyak menggunakan persepsi dan
intuisi yang merupakan penalaran dari karakter dan reputasi debitor
ketika mempertimbangkan pemberian kredit/pinjaman.
Untuk memperkecil risiko kredit, Colquitt mengatakan, bahwa risiko kredit perlu dikelola dengan menggunakan pendekatan bottom-up, semenjak perolehan awal dari suatu transaksi baru [91].
Untuk itu, merupakan hal yang sangat penting bagi para pemroses kredit
atau para spesialis yang membidangi kredit memiliki pengetahuan dan
pengalaman dalam proses seleksi kredit ex-ante; mereka juga perlu memiliki pengalaman dalam memonitoring perkembangan kualitas kredit ex-post, yaitu setelah kredit disetujui hingga dilunasi. Selain itu, mereka juga perlu memiliki integritas dan moralitas yang tinggi.
Pada akhirnya, seperti halnya dalam bisnis, orang yang berpengalaman
dalam suatu bisnis juga menggunakan nalurinya dalam memahami besar
kecilnya suatu risiko bisnis[92] yang sedang dihadapinya.
6. Masalah Jaminan Kredit /Agunan
Berdasarkan UUPerbankan, sebelum memberikan kredit, bank harus
melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal,
angunan, dan prospek usaha dari debitor. Jaminan utama bank adalah
keyakinan bank bahwa kredit yang diberikan dapat dibayar kembali oleh
calon debitor. Keyakinan ini diperoleh dari penilaian yang saksama
tersebut. Agunan dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang
dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, dan bank tidak wajib meminta
agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang
dibiayai, atau disebut sebagai agunan tambahan.
Namun, agunan terutama yang bersifat tambahan bukan faktor yang
menentukan dalam pembayaran kembali suatu pinjaman, dan bukan pengganti
unsur karakter dalam pemberian kredit [93].
Agunan merupakan syarat yang cukup penting untuk dipenuhi, dan mutlak
harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh kreditor, tetapi berada pada
prioritas secara komparatif lebih rendah kedudukannya dalam menentukan
kelayakan suatu kredit [94].
Sumber utama pembayaran kembali suatu pinjaman atau utang adalah
berasal dari keberhasilan usaha debitor, yang tercermin dalam arus kas
dan dapat direalisasikan, atau feasibilitas usaha yang dapat bertahan
sampai utang debitor lunas terbayar, bukan pada penekanan penjualan
agunan. Keyakinan bank atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan
nasabah debitor untuk melunasi utangnya merupakan jaminan utama bagi
bank [95].
Penentuan masalah dan kecukupan agunan dalam setiap situasi pemberian pinjaman atau kredit merupakan sesuatu yang bersifat judgmental, dan ditentukan pula oleh keyakinan kreditor terhadap kelayakan kredit debitor atau borrower’s creditworthiness. Pertimbangan mengenai agunan ini merupakan bagian dari prinsip kehati-hatian.
7. Keputusan Kredit
Substansi utama dari proses persetujuan kredit, yang melibatkan
banyak pihak dalam struktur organisasi perkreditan suatu bank, adalah
untuk meyakinkan bank sebagai suatu institusi bahwa kredit yang akan
disetujuinya itu cukup layak untuk diberikan. Cukup layak artinya
debitor diyakini akan mampu untuk membayar bunga serta cicilan pokoknya
kembali, sehingga kredit tersebut dapat diperkirakan tidak akan
mengalami kemacetan.
Kalaupun kemacetan terjadi di kemudian hari, maka bank harus meyakini
diri bahwa jaminan tambahan atau agunan yang dimiliki dapat dijadikan
sebagai sumber pelunasan kredit yang diberikan. Agunan tambahan ini
harus dibahas dalam komite kredit, ditetapkan dan diterima di awal
perjanjian kredit; sedangkan nilai dan bentuknya, harus dikaitkan dengan
persepsi tingkat risiko kredit yang dihadapi.
Keputusan kredit mengandung unsur moral yang paling besar, karena
menyangkut begitu banyak kepentingan orang lain. Menurut Lehrer,
keputusan moral adalah keputusan unik, karena harus mempertimbangkan
kepentingan orang lain [96].
Orang lain yang tercakup dalam keputusan pemberian kredit dan harus
dipertimbangkan begitu banyak. Pihak yang banyak itu mewakili begitu
banyak kepentingan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Mereka
adalah mulai dari masyarakat pemilik dana yang disimpan pada bank,
debitor dan calon debitor yang mewakili kepentingan pertumbuhan usaha
dan para pekerja dibelakangnya, para stakeholders di belakang usaha yang dibiayai, sampai pada para pemilik dan para stakeholders yang berkaitan dengan bank itu sendiri, disamping para pegawai dan keluarganya.
Apabila keputusan kredit yang diambil tidak tepat, maka akan
berakibat pada timbulnya kredit bermasalah atau NPL, dan seterusnya akan
berakibat pula pada kegagalan bank, dan kemudian pada krisis perbankan.
Apabila hal ini terjadi, seluruh pihak yang dikemukakan tadi akan
merasakan akibat negatifnya.
Pengambilan keputusan kredit ini sangat penting artinya tidak saja
bagi kualitas portofolio pinjaman bank bagi institusi pemberi pinjaman,
tetapi juga bagi kelanjutan atau kelanggengan usaha bank. Dari segi
pemikiran deontologi, pendekatan terhadap masalah etika berporos pada
konsep tugas atau duty, dan tugas seseorang adalah untuk
melakukan apa yang benar secara moral, dan menghindari diri dari yang
buruk. Individu pada dasarnya merupakan unit etika, sehingga diperlukan
agen yang bermoral.
Oleh karena itu, keputusan kredit sangat tergantung pada individunya,
yang akan mengambil keputusan yang benar, dan bermoral karena
menyangkut begitu banyak kepentingan orang lain. Dari segi tugas,
keputusan kredit merupakan pilihan yang diambil dalam memastikan bahwa
suatu risiko kredit dapat diterima atau tidak, dan sekaligus
menyelaraskan keseimbangan antara risiko dan perolehan laba, atau risk and return dari
suatu transaksi perkreditan. Secara teoretis, semakin besar suatu
risiko bisnis dalam hal ini risiko kredit sejauh yang dapat diterima
oleh bank, semakin besar perolehan laba yang diperlukan untuk menerima
dan memikul risiko tersebut.
Pertimbangan kredit merupakan proses dari pengolahan seluruh
informasi yang terkait dan berinteraksi secara bersamaan meliputi unsur
keuangan, ekonomi, dan manajemen. Pada akhirnya, pertimbangan ini
merupakan pemilihan keputusan yang terbaik, dan dikaitkan dengan arahan
yang harus diikuti. Dalam konteks organisasi bank, arahan ini merupakan
ketentuan dari perkreditan yang harus diikuti dan ditaati.
Dengan demikian, apakah keputusan kredit itu benar atau tidak, atau
disetujui atau ditolak, harus didukung dengan alasan-alasan yang benar,
yang mucul dari hasil analisis yang menggunakan informasi, data dan
fakta yang relevan dan mutakhir. Putusan moral bukan berdasarkan suka
atau tidak suka, tidak ditentukan oleh emosi atau selera, tetapi lebih
memerlukan penalaran yang objektif.
8. Pemutus Kredit dan Ketentuan UU Perbankan
Karena persetujuan kredit diberikan oleh pemutus kredit, maka itu
berarti bahwa pemutus kredit harus memastikan bahwa seluruh ketentuan
yang berlaku dalam pemberian kredit telah dipenuhi. Keputusan yang
diambil oleh pemutus kredit itu didasarkan pada masukan dan analisis
yang dilakukan oleh account officer, dan telah dikaji ulang secara seksama oleh bagian risk management.
Seperti halnya yang diminta UU Perbankan, pemutus kredit harus yakin
bahwa kredit yang disetujuinya akan dapat dibayar kembali oleh debitor.
Oleh karena itu, untuk memperoleh keyakinan ini, pemutus kredit harus
pula meyakini diri bahwa analisis yang dilakukan oleh account officer itu, dan kajian dari risk management tersebut, telah memenuhi standar perkreditan yang dianut oleh bank.
Dari segi moral, pemutus kredit memiliki tanggung jawab yang paling
besar dalam urutan proses pemberian kredit. Keputusannya itu akan
menentukan perjalanan kehidupan bank di masa depan, dan mengandung
tanggung jawab yang besar terhadap para stakeholders; terutama
masyarakat para pemilik dana yang menitipkan uangnya pada bank. Bank dan
pemutus kredit harus memastikan bahwa bahwa uang masyarakat yang akan
dipinjamkan pada calon debitor itu mutlak harus dapat dikembalikan
dengan utuh beserta bunga yang dijanjikan.
Harapan masyarakat sebagai pemilik dana atas kelanjutan kehidupan
mereka di masa depan, dengan suatu tingkat kesejahteraan tertentu yang
diharapkan, berada pada titik proses pengambilan keputusan oleh pemutus
kredit itu. Secara menyeluruh, masayarakat luas juga berharap bahwa
pengelolaan bank dilakukan secara efektif, sehingga dapat menunjang
pertumbuhan ekonomi dan akhirnya menciptakan kesejahteraan masyarakat
secara lebih luas. Pada dasarnya, seluruh harapan ini ditentukan pada
saat ketika pemutus kredit memutuskan untuk menyetujui suatu usulan
kredit, berdasarkan keyakinan dirinya terhadap kemampuan dan kesangupan
calon debitor untuk mengembalikan kredit atau pinjamannya kepada bank.
Jika pemutus tidak yakin, tetapi tetap memutuskan pemberian suatu
kredit, atau keyakinannya tidak memenuhi harapan, sehingga ternyata
kredit kemudian bermasalah, atau tidak dapat dikembalikan oleh debitor,
maka NPL akan tercipta. NPL yang besar dapat menimbulkan masalah besar
bagi bank, sehingga dapat ditutup oleh pemerintah jika tidak terdapat
dana talangan. Dalam keadaan seperti itu, dana masyarakat yang dipakai
untuk pemberian kredit yang diputuskan oleh pemutus kredit dapat tidak
kembali kepada pemiliknya, seperti yang semula diharapkan.
Penerapan prinsip kehati-hatian menuntut pemutus kredit untuk tidak
memberikan kredit yang berisiko tinggi. Menurut Siswanto Sutojo, suatu
pemberian kredit dapat dikategorikan sebagai kredit yang berisiko
tinggi, apabila termasuki dalam salah satu atau lebih dari kriteria
berikut [97]:
(1). kredit akan digunakan untuk tujuan berspekulasi, misalnya untuk
membeli tanah dengan harapan untuk memperoleh keuntungan atau capital gain
di kemudian hari; (2). Calon debitor tidak dapat memberikan data dan
informasi pokok tentang perusahaan, bidang usaha dan kondisi
keuangannya; (3). Kredit akan digunakan untuk membiayai bidang usaha
atau proyek yang memerlukan keahlian khusus yang tidak dimengerti oleh
bank; (4). Kredit akan digunakan untuk melunasi kredit bermasalah pada
bank atau kreditor lainnya.
Pada hakekatnya, pemutus kredit merupakan pejabat yang terakhir dari
pihak bank yang mengontrol tanggung jawab bank yang besar terhadap para stakeholders,
terutama masyarakat pemilik dana. Seorang pemutus kredit sekaligus
merupakan pemimpin terakhir dalam proses pemberian kredit; ia harus
memiliki kearifan yang dibangun oleh argumen yang kuat, berdasarkan
pemikiran sebagai olah intelektual. Dia harus tunduk kepada kearifan
ini, dan sekaligus mampu mengendalikan, dan mendisiplinkan dirinya
terhadap berbagai macam dorongan terhadap raga. Hal ini tidak saja
diterapkan pada dirinya, tetapi sekaligus merupakan pemberian contoh
bagi pihak lain dalam proses pemberian kredit yang panjang itu.
E. Praktik Pemberian Kredit dengan Prinsip Kehati-Hatian
1. Praktik Pemberian Kredit Perbankan
Penelitian ini akan mengunakan angket dan wawancara sebagai instrumen
penelitian. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah unsur-unsur yang
disebutkan di atas digunakan dalam praktik pemberian kredit perbankan.
Angket yang akan digunakan berjumlah dua puluh, dan dikirim kepada
Bagian Kredit/Hukum, sebagai obyek dari penelitian, dari dua puluh bank.
Bank-bank ini terdiri dari bank pemerintah, bank swasta nasional, bank
patungan, dan bank asing. Jawaban dari angket dituangkan dalam bentuk
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-Ragu (RR), Kurang Setuju (KS), dan
Sangat Tidak Setuju (STS). Wawancara dilakukan dengan lima anggota
direksi yang membawahi bidang kredit dan hukum dari kategori bank yang
berbeda, seperti halnya pada angket.
Hasil dari angket menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan Sangat Setuju atau Setuju terhadap pertanyaan yang diajukan.
Hasil angket ini mendukung hasil wawancara, yang intisarinya adalah
sebagai berikut.
Praktik pemberian kredit harus mengacu pada Pasal 2 dan 8
UUPerbankan, yang intinya harus memenuhi prinsip kehati-hatian dan
ketentuan kebijakan perkreditan internal bank dan ketentuan Bank
Indonesia [98]. Hasil wawancara menyimpulkan pengertian dan pelaksanaan prinsip kehati-hatian berikut.
Prinsip kehati-hatian mewajibkan bank untuk selalu menjaga tingkat
kesehatan bank, kecukupan modal, kualitas aset, tingkat likuiditas,
ketahanan manajemen, dan aspek lainnya terkait dengan usaha bank;
sehubungan dengan tanggung jawab bank yang besar terhadap dana nasabah
yang dikelolanya [99].
Prinsip ini merupakan kepatuhan bank terhadap ketentuan atau
aturan-aturan perkreditan, atau perundang-undangan secara benar,
konsekuen, dan dapat dipertanggung jawabkan; serta diikuti oleh seluruh
pihak yang terkait dengan pemberian kredit. Namun, masalah
kehati-hatian menyangkut masalah lebih luas, yaitu berkaitan dengan
masalah moral, ketika berhadapan dengan sesuatu yang belum di atur; atau
melakukan pembiayaan yang dapat merusak komunitas perbankan, sehingga
berakibat pada risiko reputasional [100].
Dalam pemberian kredit, penerapan prinsip ini dimulai dengan
melakukan analisis yang mendalam atas kelayakan dan prospek usaha dari
debitor, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi usaha debitor (misalnya
faktor makro ekonomi), serta mengantisipasi dan menganalisis risiko yang
mungkin timbul dan meminimalkan risiko tersebut [101], dengan menerapkan persyaratan-persyaratan yang wajib dipenuhi oleh calon debitor [102].
Untuk dapat melakukan analisis ini dengan baik, pihak bank harus
mempunyai pengetahuan dan keahlian serta pengalaman yang baik yang
diperlukan.
Keputusan pemberian kredit memerlukan pertimbangan, berdasarkan
informasi, data dan fakta yang bersifat pokok tentang perusahaan, bidang
usaha dan kondisi keuangannya; dan kemampuan untuk mengolah informasi,
data dan fakta, sehingga dapat menyalurkan dana yang dititipkan oleh
masyarakat ke dalam pasar yang progresif, yaitu untuk membiayai
kegiatan-kegiatan yang produktif dan menghasilkan; tanpa harus
semata-mata berdasarkan jaminan tambahan. Dengan demikian, kebijakan
yang tepat adalah kemampuan untuk menyalurkan kredit untuk membiayai
kegiatan yang produktif dan menghasilkan[103].
Penerapan prinsip kehati-hatian dimulai dari proses pemberian
keputusan kredit, pencairan kredit, sampai pada pengawasan kredit,
hingga kredit dilunasi oleh debitor. Proses awal sampai kredit dilunasi
memerlukan internal control, untuk memastikan tidak ada peraturan yang dilanggar, memperhatikan ketentuan BMPK, dan Good Corporate Governance, dan anti money laundering[104], dan menghindar diri dari benturan kepentingan.
Pelanggaran prinsip kehati-hatian adalah apabila pemberian kredit
dilakukan untuk tujuan spekulasi, usaha perjudian, pornografi,
bertentangan dengan norma kesusilaan, narkotika, dan sektor-sektor yang
telah dilarang oleh Bank Indonesia, kredit kepada kreditor yang
bermasalah pada bank lain, kredit untuk perusahaan yang pengurusnya atau
pemiliknya tercatat dalam daftar hitam, kredit macet SID BI, dan daftar
cekal, atau melakukan perbuatan tercela di bidang perbankan [105],
kredit untuk proyek atau usaha yang secara nyata membahayakan
lingkungan, kredit lain yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang berlaku [106].
Pemberian kredit yang berisiko tinggi memerlukan keputusan dari pemutus
kredit yang lebih tinggi. Risiko akan bersifat tinggi, jika tidak dapat
mengontrol dan tidak dapat memitigasinya [107].
Unsur itikad baik dapat ditentukan oleh karakter dari calon
debitor/debitor itu sendiri, yaitu. watak, moral, kebiasaan-kebiasaan,
cara hidup, keadaan dan latar belakang keluarga dan usaha [108].
Sifat-sifat pribadi dari calon debitor dalam kehidupan pribadi maupun
dalam lingkungan usaha, rasa tanggung jawab yang baik dan sikap
kooperatif [109].
Reputasi debitor dalam hal pembayaran kewajibannya terhadap kreditor
atau pihak lain, tidak terlibat dalam perkara hukum, tidak pernah
memiliki kredit macet, tidak termasuk dalam daftar hitam BI, kinerja
calon debitor dinilai baik oleh para supplier dan distributornya [110], dan transparansi data dan informasi yang diberikan ke bank [111].
Penilaian kemampuan didasarkan pada analisis yang mendalam untuk
memperoleh keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor
untuk melunasi utangnya, dengan mengumpulkan informasi, data dan fakta
mengenai calon debitor, yang cukup, antara lain, meliputi informasi
mengenai keadaan keuangan perusahaan atau debitor, jenis usaha, latar
belakang usaha dan pemilik, tujuan dari pinjaman, jaminan yang dapat
diberikan, informasi mengenai reputasi calon debitor, dan dan
seterusnya. Calon debitor/debitor perlu memiliki reputasi dari segi
keberhasilan dalam usahanya yang diketahui secara langsung atau tidak
langsung oleh lingkungan dimana dia berusaha.
Analisis harus dilakukan untuk mengetahui berapa banyak usaha debitor dapat menghasilkan arus kas dari kegiatan penjualan, dengan memperoleh laba bersih tertentu, sebagai sumber utama untuk melakukan pembayaran kembali utang berserta bunga. Bank perlu memastikan berapa besar jumlah kredit yang diperlukan dan dikaitkan dengan untuk apa kredit akan digunakan. Bank perlu menganalisis seberapa jauh jumlah kredit yang diperlukan tersebut akan dapat meningkatkan pendapatan, laba dan arus kas dari usaha debitor. Bank perlu menelaah pengalaman, keahlian, dan komitmen debitor, sebagai perusahaan atau individu, agar dapat berhasil dalam bidang usahanya.
Kemampuan calon debitor dapat dilihat dari tingkat pendidikan, pengalaman mengelola usaha atau business record, dan sejarah perusahaan yang pernah dikelola, apakah pernah mengalami masa sulit, dan bagaimana mengatasinya [112].
Untuk mengetahui kemampuan calon debitor, bank harus memeriksa laporan
keuangan secara komprehensif, dengan sekaligus menganalisis
kemampuannya, beserta pengecekan fisik terhadap aktivitas usaha calon
debitor itu [113]. Faktor yang digunakan untuk menentukan kemampuan calon debitor adalah, antara lain, analisis finansial, analisis pasar, track record, pengalaman usaha calon debitor, dan lainnya [114]. Pengukuran kemampuan ini pada dasarnya mengukur repayment capacity,
dan dilakukan melalui analisis historis dan proyeksi dengan berbagai
pendekatan, antara lain: (a). melalui evaluasi laporan keuangan, dalam
beberapa periode dan diproyeksikan ke depan, mengukur likuiditas,
solvabilitas, rentabilitas, dan aktivitas. (b). pedekatan
profesionalisme atau track record dalam menjalankan usahanya, (c). pendekatan yuridis, (d). pendekatan manajerial, dan (e). pendekatan teknis [115].
Kesanggupan dari calon debitor dapat dinilai dari kondisi aset atau cash flow dari
perusahaan yang dikelolanya; dan dari situ dianalisis keuangannya
melalui neraca dan laporan rugi laba, struktur permodalan, rasio-rasio
keuntungan, seperti return on equity atau return on asset.
Dari analisis ini, dapat diketahui apakah calon debitor layak
memperoleh kredit, dan berapa besar plafon yang dapat diberikan.
Kesanggupan calon debitor adalah merupakan gabungan unsur antara
kemampuan dengan unsur itikad baik, seperti yang telah diuraikannya di
atas [116]. Kesanggupan calon debitor dapat dilihat dari kinerja keuangan dan likuiditas dari calon debitor [117].
Namun, kesanggupan ini diyakini melalui hal-hal berikut: (a). Melalui
data historis kredit, seperti daftar hitam dan IDI BI, serta informasi
dari trade checking, (b). Kesediaan calon debitor untuk memenuhi seluruh ketentuan bank, (c). Komitmen calon debitor untuk memenuhi self financing[118].
Kemampuan juga dilihat dari pendapatan, sedangkan kesanggupan dilihat
dari pendapatan setelah dikurangi dengan kebutuhan nasabah [119].
Bank perlu melakukan analisis terhadap kondisi ekonomi dalam rangka
menentukan apakah kondisi itu akan menunjang usaha debitor, sehingga
berhasil berusaha, dan dapat menghasilkan arus kas dari penciptaan
pendapatan dengan laba, sehingga mampu dan sanggup membayar kembali
utangnya kepada bank.
Penilaian yang dilakukan oleh bank harus bersifat objektif dan
independen. Ini artinya bahwa penilaian merupakan kesimpulan dari
analisis yang dilakukan mengenai character, capacity, capital, collateral dan condition of economy, serta
jumlah dan kegunaan kredit akan menentukan apakah kredit dapat
diberikan atau tidak; didasarkan informasi, data dan fakta yang
relevan, benar, dan cukup. Di samping itu, penilaian juga tidak
dipengaruhi oleh pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit,
tingkat emosional dan sikap optimistik yang berlebihan, atau faktor
entusiasme yang tidak rasional (irrational exurbearance)[120], atau mengikuti keputusan yang dilakukan oleh pihak lain (herd behavior), atau telah dinodai dengan unsur moral hazard.
2. Prinsip Kehati-hatian dalam Pertimbangan dan Keputusan Mahkamah Agung.
Kasus kecil kredit macet yang dibawa ke pengadilan berjumlah tidak
banyak. Walaupun Mahkamah Agung tidak menggunakan UU Perbankan, tetapi
sebagian dari pertimbangan-pertimbangan Mahkamah Agung tersebut dapat
digunakan untuk makalah ini ini, yaitu yang berkaitan dengan prinsip
kehati-hatian dan perkreditan. Pertimbangannya adalah sebagai berikut:
a. Pertimbangan Mahkamah Agung Perkara RS Natalegawa, Putusan MARI Regno. 275K/Pid/1983.
Dalam kaitan dengan kebijakan perkreditan, Mahkamah Agung menyatakan hal berikut:
“Bahwa menurut Mahkamah Agung penafsiran terhadap sebutan “melawan hukum“ tidak tepat, jika hal itu hanya dihubungkan dengan policy
perkreditan direksi, yang menurut Pengadilan Negeri tidak melanggar
peraturan hukum yang ada sanksi pidananya, akan tetapi sesuai dengan
pendapat yang sudah berkembang dalam ilmu hukum, seharusnya hal itu
diukur berdasarkan asas-asas hukum tak tertulis, maupun asas-asas yang
bersifat umum menurut kepatutan dalam masyarakat“ [121].
“Menimbang, bahwa penggunaan kekuasaan serta wewenang secara
menyimpang oleh Terdakwa, menurut pertimbangan Pengadilan Negeri selaku judex facti dalam perkara ini pun dianggap terbukti seperti pemberian kredit terhadap real estate adanya overdraft,
adanya perpanjangan kredit dan sebagainya, yang merupakan tanggung
jawab Terdakwa Raden Sonson Natalegawa selaku Direktur Bank Bumi Daya
yang membidangi/membawahi perkreditan dengan tugas menganalisis atau
memeriksa permohonan kredit yang diajukan oleh urusan atau bagian kredit
kepada Terdakwa, perbuatan mana merupakan penyimpangan dari kebijakan
tertulis dari Bank Indonesia, yang menurut Mahkamah Agung harus dianggap
sebagai suatu perbuatan yang dilakukan tanpa kewenangan yang melekat
padanya, ataupun tanpa dia berhak melakukan demikian, dan perbuatan yang
demikian itu adalah juga merupakan perbuatan melawan hukum“[122].
Dari Pertimbangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberian kredit
yang menyimpang dari kebijakan perkreditan direksi dan kebijakan kredit
tertulis Bank Indonesia merupakan tindakan melanggar hukum. Dengan
demikian, tindakan melanggar hukum merupakan juga pelanggaran prinsip
kehati-hatian. Kebijakan prekreditan direksi dianggap sebagai indikator
terhadap asas-asas yang bersifat umum menurut kepatutan dalam
masyarakat.
b. Pertimbangan Mahkamah Agung dalam Putusan MARI dalam Perkara PT
Bank Perkembangan Asia Vs PT Djaja Tunggal, No. 1916K/Pdt/1991.
Mahkamah Agung menyatakan, adalah merupakan fakta, bahwa yang menjadi
pengurus dari Tergugat I adalah bersama pula dengan pengurus dari
Penggugat sebelum Penggugat sebagai Bank Perkembangan Asia yang diambil
alih Bank Indonesia. Jadi, pada saat perjanjian kredit ditanda-tangani
dan direalisasikan Direksi dan Dewan Komisaris dari Penggugat dan
Tergugat bersatu dalam gugatan tersebut. Dalam kaitan tersebut, dapat
diduga adanya persengkongkolan dan itikad buruk para diri Tergugat; dan
oleh karena itu, menghukum seluruh Tergugat untuk membayar utang
tersebut secara renteng [123].
Dari Pertimbangan di atas, dapat disimpulkan bahwa persekongkolan dan
itikad buruk merupakan tindakan melanggar hukum; dan ini jelas
merupakan pelanggaran dari prinsip kehati-hatian.
c. Pertimbangan Mahkamah Agung Dalam Putusan MARI Nomor 979 K/Pid /2004.
Mahkamah Agung berpendapat bahwa pemberian fasilitas saldo debet
kepada bank-bank yang mengalami saldo debet melanggar prinsip
kehati-hatian atau prudential principle, sebagaimana ditentukan
antara lain oleh pasal 2 UUPerbankan. Pemberian fasilitas tersebut tidak
memakai permohonan, pengikatan dan jaminan. Dari segi pengawasan,
terdapat kesulitan dan ketidakmampuan Pengawas dalam mengawasi dan
memantau penggunaan fasilitas saldo debet.
Seharusnya, pemberian bantuan kepada bank-bank yang sedang mengalami
saldo negatif dilakukan melalui pemberian fasilitas diskonto.
Syarat-syarat, prosedur dan mekanisme untuk fasilitas diskonto diatur
dalam Surat Keputusan Direksi BI tanggal 20 Januari 1984 No.
16/53/Kep/Dir jo Surat Keputusan BI tanggal 20 Februari 1991 No.
231/84/Dir, dan Surat Edaran yang mengatur petunjuk pelaksanaannya.
d. Pertimbangan Mahkamah Agung dalam Perkara Neloe Cs, MARI No. 1144 K/Pid/2006, Tanggal 13 September 2007.
Sesuai dengan Artikel 520 Kebijakan Perkreditan Bank Mandiri (KPBM)
Februari 2000, yang berbunyi, “Mengingat tanggung jawab pemutus kredit
tersebut di atas berkaitan erat dengan kemungkinan suatu debitur menjadi
tetap lancar atau menjadi bermasalah, kepada officer pemutus
kredit diminta melaksanakan hal-hal berikut: Memastikan bahwa setiap
kredit yang diberikan telah memenuhi norma-norma umum perbankan, dan
telah sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat, yaitu:
(1). Memastikan bahwa pelaksanaan pemberian kredit telah sesuai dengan ketentuan dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit (PPK).
(2). Memastikan bahwa pemberian kredit telah didasarkan pada
penilaian yang jujur, objektif, cermat dan seksama, serta terlepas dari
pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit.
(3). Meyakini bahwa kredit yang akan diberikan dapat dilunasi pada
waktunya, dan tidak akan berkembang menjadi kredit bermasalah”.
Berdasarkan ketentuan tersebut, seharusnya para Terdakwa selaku
pemutus kredit sebelum menyetujui pemberian kredit haruslah mempunyai
keyakinan, berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan
serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud, sesuai yang diperjanjikan,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 Ayat (1) UU Perbankan.
Dari Pertimbangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pelanggaran
terhadap Ketentuan Perkreditan Internal Bank dan Ketentuan pasal 8 Ayat
(1) UUPerbankan merupakan pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian,
dan sekaligus merupakan pelanggaran hukum.
F. Simpulan
Makalah ini menyimpulkan bahwa teori dan praktik pemberian kredit
mengandung pengertian prinsip kehati-hatian yang sama. Dalam pemberian
kredit, prinsip kehati-hatian adalah melakukan analisis yang mendalam
untuk memperoleh keyakinan terhadap itikad baik, kemampuan dan
kesanggupan calon debitor untuk membayar utangnya kembali. Perbuatan
yang menyimpang dari ketentuan kebijakan perkreditan internal bank,dan
ketentuan tertulis Bank Indonesia, serta UUPerbankan, merupakan
pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian dan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori & Contoh Kasus, Jakarta, Prenada Media Grup, Cetakan Kedua, 2006.
Andi Hamzah, Komentar terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia terbaru mengenai Korupsi, Jakarta: Ind-Hill-Co, 1986.
Arus Akbar Silondae, dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam ekonomi & Bisnis, Jakarta: Mitra Kencana Media, 2010.
Bathory, Alexander, The Analysis of Credit, Foundations and Development of Corporate Credit Assessment, Maidenhead, Berkshire. England: McGraw Hill Book Company (UK) Limited, 1987.
Burns, James Macgregor, Leadership, New York: Harper & Row, 2010.
Chorafas, Dimitris, Managing Credit Risk. Analysing, Rating and Pricing The Probability of Default. Euromoney Books, Nestor House, Playhouse Yard, London EC4V 5EX, 2000.
Coleshaw, John, Credit Analysis, How to Measure and Manage Credit Risk, England: Woodhead-Faulkner Limited, 1989.
Colquitt, dan Joetta, Credit Risk Management, How to Avoid Lending Disasters and Maximize Earnings, New York: McGraw-Hill, 2007.
Coyle, Brian, Corporate Credit Analysis, United Kingdom: CIB Publishing, 2000.
David, Fred R., Strategic Management, Concepts and Cases, Pearson Education Limited, England, 2011.
Dilley, Deborah K., Essentials of Banking, Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2008
Edy Putra The’Aman, Mgs., Kredit Perbankan, Suatu Tinjauan Yuridis, Yogyakarta: Liberty, 1989.
Frans Hendra Winarta, “Penggunaan Undang-Undang Pemberantasan Tipikor
Dalam Menangani Tindak Pidana Perbankan: Perspektif Penegakan Hukum”, Prosiding Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Jakarta: CFISEL, 2007
Ganguin, Blaise, dan John Bilardello, Fundamentals of Corporate Credit Analysis, New York : The McGraw-Hill Companies, Inc., 2005.
Ganguin, Blaise dan John Bilardello, Fundamentals of Corporate Credit Analysis. New York : The MacGraw-Hill Companies, Inc., 2005.
Garner, Bryan A., Black’s Law Dictionary, Texas: West Publihing, 2004.
Gunardi Endro, Redefinisi Bisnis, Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1999.
Hadi Subhan, M., Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma, dan Praktik di Pengadilan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
Hale, Roger H, Credit Analysis, A Complete Guide, New York: John Wiley & Sons, Inc., 1983.
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta : Kencana Prenada Media, 2007.
Jopie Jusuf, Analisis Kredit untuk Account Officer, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Kasmir, Manajemen Bank, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.
Lewis, Hunter, Where Keynes Went Wrong, and Why World Governments
Keep Creating Inflation, Bubbles, and Busts. Mount Jackson, VA: Axios
Press, 2009.
Muhamad Djumhana, Asas – Asas Hukum Perbankan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008.
Muldrew, Craig, The Economy of Obligation. The Culture of Credit and Social Relations in Early Modern England. Palgrave, Houndmills, Basingstoke, Hampshire RG21 6XS and 175 Fifth Avenue, New York, NY 10010, 1998,
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002a.
O.C. Kaligis, Antologi Tulisan Ilmu Hukum, Jilid 6, Bandung: Penerbit Alumni, 2011.
Park, Johneth Chongseo, (et.al), The Business Judgment Rule: A Missing Piece in the Developing Puzzle of Korean Corporate Governance Reform.
Preston, Noel, Understanding Ethics, Annandale, NSW, Australia: The Federation Press, 2007.
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Ryan Kiryanto, Kasus Kredit Macet dan Prospek Bank Pelat Merah. InfoBankNews.com. 30 Agustus 2005.
Sathye, Milind. James Bartle, Michael Vincent, Raymond Boffey, Credit Analysis & Lending Management, Sydney, Melbourne: John Wiley & Sons Australia, Ltd., 2003.
Schroeck, Gerhard, Risk Management and Value Creation in Financial Institutions, Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2002.
Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah, Konsep dan Kasus, Jakarta: Damar Mulia Pustaka, 2008.
Siswanto Sutojo, The Management of Commercial Bank, Jakarta: Damar Mulia, 2007.
Smith, Adam, The Theory of Moral Sentiment, New York: Prometheus Books, 2000.
Sundari Arie, “Tindak Pidana di Bidang Perbankan Ditinjau daru
Undang-Undang Perbankan dan Peraturan Perundang-Undangan Terkait serta
Permasalahan dalam Prakteknya”, Prosiding Tindak Pidana di Bidang
Perbankan, Penggunaan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
terhadap Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Jakarta, 2007.
Tri Widiyuwono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009.
Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, Bogor : Ghalia Indonesia, 2005.
Veithzal Rivai, Credit Management Handbook, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.
B. Jurnal / Artikel
Ashcraft, Adam B., “Are Banks Really Special? New Evidence From The FDIC- Induced Failure of Healthy Banks”, The American Economic Review, Vol. 95, No. 5 (December, 2005), pp 1712-1730, <http://www.jstor.org> [2005].
Bainbridge, Stephen M., “Why a Board? Group Decisionmaking in Corporate Governance”, Social Science Research Network, Vanderbilt Law Review, Vol. 55, pp 1-55, <http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=266683> [13/04/2001].
Brandson, Douglas M., “The Rule That Isn’t A Rule – The Bussiness Judgment Rule”, Valparaiso University Law Review. Vol. 36, <http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=346080> [2002].
Brody, Richard G. Kimberly E. Frank, “The Sixth C of Credit”, The Journal of Bank Cost & Management Accounting, 11, 3; ABI/INFORM Global, 1998.
Esbitt, Milton, “Bank Portfolios and Bank Failures During the Great Depression: Chicago”, Journal of Economic History, Vol. XLVI, No. 2, 1986.
Green, C.F., Business Ethics in Banking, Journal of Business Ethics, Netherlands: Kluwer Academic Publisher, 1989.
Jankowicz, A.D., R.D. Hisrich, “Intuition in Small Business Lending Decisions”, Journal of Small Business Management, Jul 1987; 25, 3; ABI/INFORM Global, 1987.
Mattson, Jan, “How Bank Loan Officers Evaluate Persons Applying For Credit”, The International Journal of Bank Marketing Bradford Vol. 11, <http://proquest.umi.com/pqdweb?did=1120806sid=Fmt=3&client1d=43309&RQT=309&VName=PQD> [1993]
Satins, Antoine De, “Does Finance Have a Soul?, Semaines Sociales de France, Paris”, Review of Business, Summer 1998, 19, 4; ABI/INFORM Global, 1998.
Schreft, Stacey L. Anne P. Villamil, “Credit Rationing by Loan Size in Commercial Loan Markets”, Economic Review; May/June 1992; 78, 3; ABI/INFORM Global
Wolfson, Martin H., “A Post Keynesian Theory of Credit Rationing“, Journal of Post Keynes Economics 18.3, [1996].
C. Website
Bainbridge, Stephen M., The Business Judgment Rule as Abstention Doctrine, <http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CDEQFjAA&url=http%3A%2F%2Flaw.vanderbilt.edu%2Fpublications%2Fvanderbilt-law-review%2Farchive%2Fvolume-57-number-1-january-2004%2Fdownload.aspx%3Fid%3D2977&ei=XXj3UKPPLcWNrgeD1YFo&usg=AFQjCNHOt7ZTFPOg2ywy6aZrhJryq_sNmA&sig2=HixlJSTxLqgp73CUjcEKQQ&bvm=bv.41018144,d.bmk> [2003].
Bankers, “Corporate Governance, Business Judgment and Credit Crunch”, <www.instbankers.com/index.php?option=com.docmanm> [2009].
Bowers, Helen M., “Fairness of Opinion and The Business Judgment
Rule: An empirical investigation of target firms’use of fairness of
opinions”,
[2002].
Kaufman, George G., Macro Economic Stability and Bank Soundness, [2001].
McDowell, Banks, Ethics and Excuses, The Crisis in Professional Responsibility, Quorum Books, Westport, Connecticut, London, <www.quorumbooks.com> [2002].
Petersson, Jessica dan Isac Wadman, Non Performing Loans. The Markets of Italy and Sweden, <www.diva-portal.org/diva/get Document?omn-nbn-se-uu-diva-7004.2-fulltext.pdf(d/w 14/4/2008)> [2004[.
The Court of Chancery of The State of Delaware, in Re Citicorp Inc, Shareholder Derivative litigation, <http://courts.delaware.gov/opi nion/(eOuerunegle3zfvugrjwev45)download.aspx?ID=118110)> [24/02/2009].
D. Peraturan Bank Indonesia
Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 dan No. 8/9/PBI/2006 serta
Surat Edaran No. 5/21/DPNP yang keduanya berkaitan dengan kewajiban
untuk menerapkan prinsip-prinsip manajemen risiko di seluruh macam
kegiatan bank terekspos dengan suatu macam risiko tertentu.
[1]
Faktor eksternal ini mencakup perubahan-perubahan yang kemudian terjadi
di lingkungan politik, hukum atau perundang-undangan dan ekonomi, serta
deregulasi sektor riel atau keuangan, dan terjadinya bencana alam.
Veithzal Rivai, Credit Management Handbook, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 479.
[2] Ryan Kiryanto, Kasus Kredit Macet dan Prospek Bank Pelat Merah. InfoBankNews.com. 30 Agustus 2005.
[3] Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori & Contoh Kasus, Jakarta, Prenada Media Grup, 2006, hlm. 15.
[4] Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, Bogor : Ghalia Indonesia, 2005, hlm. 6.
[5] Arus Akbar Silondae, dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam ekonomi & Bisnis, Jakarta: Mitra Kencana Media, 2010, hlm. 3.
[6] Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 31.
[7] Gunardi Endro, Redefinisi Bisnis, Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1999, hlm. 15.
[8] Gunardi Endro, Ibid.
[9] David, Fred R., Strategic Management, Concepts and Cases, Pearson Education Limited, England, 2011, hlm. 131.
[10] Gunardi Endro, Loc.Cit.
[11]
Bowers, Helen M., “Fairness of Opinion and The Business Judgment Rule:
An empirical investigation of target firms’use of fairness of opinions”,
[2002].
[12] James Macgregor Burns, Leadership, New York: Harper & Row, 2010, hlm. 379
[13] Bankers, “Corporate Governance, Business Judgment and Credit Crunch”, <www.instbankers.com/index.php?option=com.docmanm>.
[14] Park, Johneth Chongseo, (et.al), The Business Judgment Rule: A Missing Piece in the Developing Puzzle of Korean Corporate Governance Reform, hlm. 15.
[15] The Court of Chancery of The State of Delaware, in Re Citicorp Inc, Shareholder Derivative litigation, <http://courts.delaware.gov/opi nion/(eOuerunegle3zfvugrjwev45)download.aspx?ID=118110)> [24/02/2009].
[16] Park, Johneth Chongseo (et.al), Loc.Cit.
[17] Brandson, Douglas M., “The Rule That Isn’t A Rule – The Bussiness Judgment Rule”, Valparaiso University Law Review, Vol. 36, <http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=346080> [2002].
[18] Brandson, Douglas M., Idem.
[19] Bainbridge, Stephen M. The Business Judgment Rule as Abstention Doctrine <Bainbridge@law.ucla.edu.310.206.1599> [Tidak Bertanggal], hlm. 33.
[20]
Sundari arie, ”Tindak Pidana di Bidang Perbankan ditinjau dari
Undang-Undang Perbankan dan Peraturan Perundang-undangan terkait serta
Permasalahan dalam Prakteknya”, dalam: Wahyuni Bahar et al,(eds.), Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Jakarta: CFISEL, 2007, hlm. 13.
[21] Bainbridge, Stephen M., “Why a Board? Group Decisionmaking in Corporate Governance”, Social Science Research Network, Vanderbilt Law Review, Vol. 55, pp 1-55, <http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=266683> [13/04/2001], hlm. 16.
[22] Bainbridge, Stephen M.. Ibid, hlm. 19.
[23] Bainbridge, Stephen M., Idem.
[24] Bainbridge, Stephen M., “Why a Board? Group Decisionmaking in Corporate Governance”, Social Science Research Network, Vanderbilt Law Review, Vol. 55, pp 1-55, <http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=266683> [13/04/2001], hlm. 27-29.
[25] Bainbridge, Stephen M., Op.Cit, hlm. 29.
[26] Bainbridge, Stephen M., Op.Cit, hlm. 30.
[27] Bainbridge, Stephen M., Loc.Cit.
[28] Bainbridge, Stephen M., Loc.Cit.
[29] Hadi Subhan, M., Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma, dan Praktik di Pengadilan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, hlm. 25.
[30] Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm. 14-19.
[31] Arus Akbar Silondae, dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi & Bisnis, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010, hlm. 49.
[32] Adam Smith, The Theory of Moral Sentiment, New York: Prometheus Books, 2000, hlm. 311-316.
[33] Bowie, Norman, E., A Kantian Theory of Capitalism, Ruffin Series in Business Ethics, < ABI/INFORM Global> [1998], hlm. 132.
[34] Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta : Kencana Prenada Media, 2007, hlm. 19.
.
.
[35] Sundari Arie, Op.Cit., hlm. 38.
[36] Ashcraft, Adam B., “Are Banks Really Special? New Evidence From The FDIC- Induced Failure of Healthy Banks”, The American Economic Review, Vol. 95, No. 5 (December, 2005), pp 1712-1730, <http://www.jstor.org> [2005].
[37] Kaligis, O. C., Antologi Tulisan Ilmu Hukum, Jilid 6, Bandung: Penerbit Alumni, 2011, hlm. 282.
[38]
Lewis, Hunter, Where Keynes Went Wrong, and Why World Governments Keep
Creating Inflation, Bubbles, and Busts. Mount Jackson, VA: Axios Press,
2009, hlm. 7.
[39] Muldrew, Craig, The Economy of Obligation. The Culture of Credit and Social Relations in Early Modern England. Palgrave, Houndmills, Basingstoke, Hampshire RG21 6XS and 175 Fifth Avenue, New York, NY 10010, 1998, hlm. 3.
[40]
Frans Hendra Winarta, “Penggunaan Undang-Undang Pemberantasan Tipikor
Dalam Menangani Tindak Pidana Perbankan: Perspektif Penegakan Hukum”, Prosiding Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Jakarta: CFISEL, 2007, hlm. 147.
[41] Garner, Bryan A., Black’s Law Dictionary, Texas: West Publihing, 2004.
[42] Frans Hendra Winarta, Op.Cit, hlm. 146.
[43] Edy Putra The’Aman, Mgs., Kredit Perbankan, Suatu Tinjauan Yuridis, Yogyakarta: Liberty, 1989, hlm. 1.
[44] Muhamad Djumhana, Asas – Asas Hukum Perbankan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008, hlm. 261-262.
[45] Frans Hendra Winarta, Op.Cit., hlm. 146-147.
[46] Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah, Konsep dan Kasus, Jakarta: Damar Mulia Pustaka, 2008, hlm. 230-231.
[47] Preston, Noel, Understanding Ethics, Annandale, NSW, Australia: The Federation Press, 2007, hlm. 13.
[48] Kasmir, Manajemen Bank, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 95.
[49] Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002a, hlm. 107.
[50] Kasmir, Op.Cit, hlm. 95.
[51]
Secara rinci, uraian dari pemrosesan suatu usulan kredit mencakup
sejumlah aspek yang perlu dianalisis yang dilakukan oleh bagian
marketing, dan hasil pemrosesan harus pula melibatkan bagian lain yang
terkait seperti yang ditunjukkan dalam kurung, sebagai berikut: 1.
Pengecekan daftar hitam atau kredit macet, apakah calon debitor termasuk
didalamnya. 2. Aspek yuridis, dari legalitas badan hukum dan legalitas
usaha. 3. Mengenai usaha debitor, ditinjau dari aspek marketing, aspek
keuangan, aspek teknik/produksi, aspek manajemen, 4. Aspek jaminan
kredit dan pengikatan barang-barang jaminan (bagian hukum), 5. Penolakan
permohonan atau persetujuan permohonan fasilitas kredit (risk
management), 6. Cara pengikatan kredit (bag. hukum), 7. Penandatanganan
surat perjanjian kredit (bagian hukum dan bagian operaional). Munir
Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, hlm. 107.
[52]
Kasmir menyebutkan bahwa tujuan dari proses atau prosedur pemberian
kredit adalah untuk memastikan kelayakan dari suatu usulan atau
permohonan kredit, apakah akan diterima atau ditolak. Kasmir juga
mengatakan bahwa prosedur dan penilaian kredit oleh dunia perbankan
secara umum antar bank yang satu dengan bank yang lain tidak jauh
berbeda, yang berbeda adalah pada persyaratan dan ukuran penilaian yang
diterapkan oleh bank dengan pertimbangan masing-masing. Kasmir. Op.Cit., hlm. 95.
[53]
Hal ini diperkuat dengan Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 dan
No. 8/9/PBI/2006 serta Surat Edaran No. 5/21/DPNP yang keduanya
berkaitan dengan kewajiban untuk menerapkan prinsip-prinsip manajemen
risiko di seluruh macam kegiatan bank terekspos dengan suatu macam
risiko tertentu.
[54] Tri Widiyuwono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009, hlm. 9.
[55]
Komite Kredit terdapat dua peringkat, peringkat pertama komite kredit
tingkat manajer, dan yang kedua tingkat dewan Direksi, dan umumnya
dibedakan berdasarkan jumlah kredit yang ditangani (penulis). Tugas
komite kredit antara lain adalah mempelajari usulan kredit yang diajukan
oleh tim staf bagian kredit, serta mengajukan pendapat dan saran
tentang usulan kredit baru, perpanjangan kredit lama atau tambahan pada
kredit yang sudah ada kepada pemutus kredit atau kepada Direksi atau
yang lebih tinggi, meneliti seberapa jauh kredit yang telah diberikan
telah memenuhi berbagai ketentuan yang telah digariskan dalam
kebijaksanaan perkreditan bank dan peraturan pemerintah, dan memantau
seberapa jauh para debitor telah mendapat layanan yang memuaskan dari
para staf yang bersangkutan. Sutojo, Siswanto, The Management of Commercial Bank, Jakarta: Damar Mulia, 2007, hlm. 81.
[56] Coyle, Brian, Corporate Credit Analysis, Caterbury, Kent, United Kingdom: CIB Publishing, 2000, hlm. 1.
[57] Bathory, Alexander, The Analysis of Credit, Foundations and Development of Corporate Credit Assessment, Berkshire, England: McGraw Hill Book Company (UK) Limited, 1987, hlm. 3.
[58] Hale, Roger H, Credit Analysis, A Complete Guide, New York: John Wiley & Sons, Inc., 1983, hlm. 1.
[59] Green, C.F., Business Ethics in Banking, Journal of Business Ethics, Netherlands: Kluwer Academic Publisher, [1989].
[60] Dilley, Deborah K., Essentials of Banking, Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2008, hlm. 168.
[61] Chorafas mengatakan bahwa prinsip ini merupakan basic rules
yang sudah berlaku berabad-abad lamanya yang perlu diperhatikan dalam
megelola resiko. Dalam bahasa Chorafas, prinsip yang dimaksud adalah: “determine
the purpose of credit, analyse quality and creditworthiness, research
the underlying economics, evaluate whether risk and reward are
acceptable, price the credit being taken, apply the appropriate
covenants, collateral and guarantee; and keep on re-evaluating
cerditwortiness until the contract is at an end”. Pendapat Chorafas ini kurang-lebih sama seperti yang diutarakan oleh Colquitt (2007 : 19). Chorafas, Dimitris, Managing Credit Risk. Analysing, Rating and Pricing The Probability of Default. London: Euromoney Books, 2000, hlm. 70.
[62] Chorafas, Dimitris, Idem.
[63] Chorafas, Dimitris, Idem.
[64] Jiangli menyatakan bahwa informasi mengenai debitor sangat berguna karena akan mengurangi masalah adverse selection,
dan ini telah dibuktikan oleh sejumlah penelitian, yaitu Bodenhorn
(2003), Boot dan Thakor (1994), Cole (1998), Diamond (1991), Harhoff dan
Korting (1998), dan Peterson dan Rajan (1995). Jiangli, Wenying, et al, ”Relationship Lending, Accounting Disclosure, and Credit Availability during Crisis”. [September 2004]
[65]
Mattson menyebutkan bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan
krisis perbankan di Swedia tahun 1990-an disebabkan karena bank umumnya
tidak melakukan riset semacam ini mengenai calon debitornya, dan
pertimbangan kredit lebih banyak ditentukan berdasarkan “personalisasi”
dari calon debitor serta soft information yang bersifat verbal.
Mattson, Jan, ”How Bank Loan Officers Evaluate Persons Applying for
Credit”,The International Journal of Bank Marketing. <http://proquest.umi.com/pqdweb?did=1120806&sid=1&Fmt=3&clientld=43309&RQT=309&VName=PQD> [1993]
[66] Satins, Antoine De, Does Finance Have a Soul?, Semaines Sociales de France, Paris. Review of Business; Summer 1998; 19, 4; ABI/INFORM Global, 1998.
[67] Lewis, Op.Cit, hlm. 74.
[68] De Satins, 1998.
[69] Lewis, Op.Cit, hlm. 74.
[70] Semakin tinggi tingkat leverage atau semakin rendah tingkat modal dari suatu entitas, semakin sedikit adverse shock yang diperlukan bagi entitas itu untuk mengalami economic insolvency;
dan ini berlaku baik bagi bank maupun non-bank. Kaufman, Goerge.G.,
“Macro Economic Stability and Bank Soundness”.
[2001].
[71] Dari sisi lain, menurut Michael Jensen (1989), keadaan overgearing tidak
akan berakibat pada kebangkrutan, karena kreditor akan berada dalam
posisi yang lebih baik jika berusaha untuk melakukan renegosiasi. Namun,
pendapat ini dibantah oleh Nakamura (1991 : 19), dengan alasan bahwa
pada perusahaan dengan leverage yang berlebihan, umumnya mereka
memiliki margin yang sangat tipis, dan tidak memiliki kolateral
tambahan, sebagai dasar untuk bernegosiasi.
[72] Ganguin menyebutkan beberapa alasan kenapa usaha mengalami default:
beberapa diantaranya hanya karena terlalu banyak hutang, yang lain
karena model bisnis yang salah atau bisnis yang sulit, dan beberapa yang
lain disebabkan kombinasi dari kedua alasan yang disebutkan tersebut;
hanya sedikit diantaranya disebabkan oleh karena adanya internal atau external shocks Ganguin, Blaise. John Bilardello. Fundamentals of Corporate Credit Analysis, New York: The McGraw-Hill Companies, Inc., 2005, hlm. 268.
[73] Chorafas, Dimitris, Loc.Cit.
[74]
Schreft, Stacey L. Anne P. Villamil, “Credit Rationing by Loan Size in
Commercial Loan Markets”. Economic Review; May/June 1992; 78, 3
[1992].
[75] Coyle, Brian, Corporate Credit Analysis, Kent, United Kingdom: CIB Publishing, 2000, hlm. 2.
[76] Ganguin, Blaise dan John Bilardello, Op.Cit., 2005, hlm. xi.
[77] Bathory, Alexander, The Analysis of Credit, Foundations and Development of Corporate Credit Assessment, Maidenhead, Berkshire, England: McGraw Hill Book Company (UK) Limited, 1987, hlm. 4.
[78]
Dalam kaitan dengan masalah pertimbangan ini, Sathye mengatakan bahwa
peranan bankir tradisional masih seluruhnya penting, karena terdapat
banyak faktor dalam penentuan pemberian pinjaman yang memerlukan
pertimbangan. Pada saat yang sama, tidak dimungkinkan adanya ruangan
untuk kesalahan dalam melakukan pertimbangan. Walaupun proses
pengambilan keputusan dapat dibantu dengan menggunakan sistem credit scoring dengan
komputer, sehingga kesalahan dapat ditekan karena sistem ini dapat
digunakan sebagai alat kontrol dan mendukung pengambilan keputusan,
tetapi keputusan yang diambil tetap memerlukan pertimbangan seperti
halnya dalam penilaian kredit dengan cara tradisional (Sathye, 2003 :
28). Sebagai tambahan, dikatakan bahwa sejauh yang diketahui, proses
analisis kredit ini sering merupakan hasil suatu pertimbangan murni dan
penyimpangan yang dikandungnya sering digunakan untuk praktek pengukuran
resiko kredit. Colquitt, Op.Cit, hlm. 66)
[79] Brody, Richard G. Kimberly E. Frank, “The Sixth C of Credit”, The Journal of Bank Cost & Management Accounting. 11, 3; [1998].
[80] Brody, 1998; Beaulieu, 1996; Jopie Jusuf, Analisis Kredit untuk Account Officer, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010, hlm. 278.
[81] Brody, Richard G. Kimberly E. Frank. ”The Sixth C of Credit”. The Journal of Bank Cost & Management Accounting, 11,3, [1998].
[82] Coleshaw, John, Credit Analysis, How to Measure and Manage Credit Risk, Cambridge, England: Woodhead-Faulkner Limited, 1989, hlm. 2.
[83] Sebagai
contoh, Peterson mengajak untuk meninjau kembali apa yang terjadi pada
krisis yang terjadi pada tahun 1990, pada perbankan di Italia dan
Swedia. Menurut Peter, perbankan tersebut menderita disebabkan oleh
instrumen analisis kredit yang inferior dan pelaksanaan due diligence yang sembrono. Para bankir di Italia melakukan pemberian kredit berdasarkan hubungan atau mereka disebut sebagai relationship bankers.
Bukan hal yang aneh bagi mereka jika kredit diberikan hanya berdasarkan
pertemanan. Peterson mengamati bahwa disana pemberian pinjaman
dilakukan tanpa melakukan investigasi apapun. Peterson, Jessica, dan
Isac Wadman, “Non Performing Loans. The Markets of Italy and Sweden,
<www.diva-portal.org/diva/get Document?omn-nbn-se-uu-diva-7004.2-fulltext.pdf> [2004].
[84] Sathye, Milind. James Bartle, Michael Vincent, Raymond Boffey, Credit Analysis & Lending Management, Sydney, Melbourne : John Wiley & Sons Australia, Ltd., 2003.
[85] Alasan yang di kutip Sathye (2002) dari Golin (2001) meliputi: lack
of compliance with loan policies, lack of clear standards and
excessively lax loan terms, inadequate controls over loan officers,
overconcentration of bank lending, loan growth in excess of the bank’s
ability to manage, inadequate systems for identifying loan problems,
insufficient knowledge about customers’s finance, lending outside the
market with which the bank is familiar. Sathye, Bartle, Vincent, dan Boffey, Ibid, hlm 390).).
[86] Esbitt, Milton, “Bank Portfolios and Bank Failures During the Great Depression: Chicago, Journal of Economic History, Vol. XLVI, No. 2, 1986.
[87] Chorafas, Op.Cit, hlm. 1.
[88] Schroeck, Gerhard, Risk Management and Value Creation in Financial Institutions, Hoboken, New Jersey : John Wiley & Sons, Inc., 2002, hlm. 171.
[89] Colquitt, Op.Cit, hlm. 1, 129.
[90] McDowell, Banks, Ethics and Excuses, The Crisis in Professional Responsibility, Quorum Books, Westport, Connecticut, London, <www.quorumbooks.com> [2002], hlm. 19.
[91] Colquitt, Joetta, Credit Risk Management. How to Avoid Lending Disasters and Maximize Earnings, New York : McGraw-Hill, 2007, hlm. 3.
[92] Douglas M. Branson menyebutkan hal ini sebagai ”business
decisions often come down to matters of touch and feel not susceptible
to systematic analysis, often involving intagibles, intuitive insights
or surmises as to business matters such as competitive outlook, cost
structure, and economic and industry trends”. Brandson, Douglas M., Op.Cit, hlm. 636.
[93] Jopie Yusuf, Op.Cit, hlm. 282.
[94] Jankowicz, A.D., R.D. Hisrich, “Intuition in Small Business Lending Decisions”, Journal of Small Business Management,; 25, 3, [July 1987].
[95] Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm. 282.
[96] Lehrer, Jonah, How We Decide, Kenali Cara Kerja Otak Agar Bisa Lebih Cerdas dan Tangkas Memutuskan Apa Saja, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010, hlm. 230.
[97] Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah, Konsep dan Kasus, Jakarta: Damar Mulia Pustaka, 2008, hlm. 230-231.
[98] Hasil wawancara dengan Roy Arfandi, Direktur Wholesale Banking, PT Bank Permata Pusat, Jakarta, 11 Oktober 2012.
[99] Hasil wawancara dengan Roy Arfandi, Ibid.
[100] Hasil wawancara dengan Anika Faisal, Loc.Cit.
[101] Hasil wawancara dengan Roy Arfandi, Loc.Cit.
[102] Hasil wawancara dengan Roy Arfandi, Loc.Cit.
[103] Hasil wawancara dengan Anika Faisal, Loc.Cit .
[104] Hasil wawancara dengan Sentot A. Sentausa, Direktur Risk Management, Bank Mandiri Pusat, Jakarta, 24 Oktober 2012.
[105] Hasil wawancara dengan Anika Faisal, Loc.Cit.
[106] Hasil wawancara dengan Sentot A. Sentausa, Loc.Cit.
[107] Hasil wawancara dengan Sentot A. Sentausa, Loc.Cit.
[108] Hasil wawancara dengan Muhammad Ali, Corsec, Bank BRI Pusat, Jakarta, 27 September 2012.
[109] Hasil wawancara dengan Sentot A. Sentausa, Loc.Cit.
[110] Hasil wawancara dengan Lista Irna, Policy and Portfolio Head, Bank Danamon Pusat, 2 November 2012.
[111] Hasil wawancara dengan Roy Arfandi, Loc.Cit.
[112] Hasil wawancara dengan Muhammad Ali, Loc.Cit.
[113] Hasil wawancara dengan Lista Irna, Loc.Cit.
[114] Hasil wawancara dengan Roy Arfandi, Loc.Cit.
[115] Hasil wawancara dengan Sentot A. Sentausa, Loc.Cit.
[116] Hasil wawancara dengan Lista Irna, Loc.Cit.
[117] Hasil wawancara dengan Roy Arfandi, Loc.Cit.
[118] Hasil wawancara dengan Sentot A. Sentausa, Loc.Cit.
[119] Hasil wawancara dengan Anika Faisal, Loc.Cit.
[120]
Diterjemahkan secara bebas sebagai sikap entusiasme yang tidak
rasional, yang dapat membuat pertimbangan menjadi salah. Robert J.
Shiller mengutip istilah ini, yang pertama kali diucapkan oleh Alan
Greenspan, dan dapat diartikan sebagai sikap optimistik dari para
investor pasar modal terhadap perkembangan pasar dari satu jenis aset,
seperti saham, yang tidak didasarkan pada informasi yang berkaitan
dengan unsur-unsur fundamental dari aset itu. Shiller, Robert J., Irrational Exurbearance, New York: Broadway Books, 2005, hlm. xi-xii.
[121] Andi Hamzah, Komentar terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia terbaru mengenai Korupsi, Jakarta: Ind-Hill-Co, 1986, hlm. 37.
[122] Andi Hamzah, Idem, hlm. 38.
[123] Ridwan Khairandy, Ibid.
Tulisan ini diterbitkan di:
http://hho3.wordpress.com/2013/02/01/teori-dan-praktik-proses-keputusan-pemberian-kredit-perbankan-yang-bersandar-pada-prinsip-kehati-hatian/
Halo, saya Mrs.Chloe, pemberi pinjaman pinjaman swasta yang memberikan pinjaman kesempatan seumur hidup. Apakah Anda membutuhkan pinjaman mendesak untuk melunasi utang Anda atau Anda membutuhkan pinjaman untuk meningkatkan bisnis Anda? Anda telah ditolak oleh bank dan lembaga keuangan lainnya? Apakah Anda membutuhkan pinjaman konsolidasi atau hipotek? mencari lebih karena kita di sini untuk membuat semua masalah keuangan Anda sesuatu dari masa lalu. Kami meminjamkan dana kepada individu yang membutuhkan bantuan keuangan, yang memiliki kredit buruk atau membutuhkan uang untuk membayar tagihan, untuk berinvestasi di bisnis di tingkat 2%. Saya ingin menggunakan media ini untuk memberitahu Anda bahwa kami memberikan bantuan yang handal dan penerima dan akan bersedia untuk menawarkan pinjaman. Jadi hubungi kami hari ini melalui email di: chloemorrisloan@gmail.com atau chloemorrisonloan@financier.com
BalasHapusKABAR BAIK!!!
HapusNama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.
Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
HapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
PENAWARAN PINJAMAN UNTUK SEMUA (DAFTAR SEKARANG)
BalasHapusApakah Anda seorang pengusaha atau wanita? Apakah Anda di stres keuangan? Anda perlu Uang untuk memulai bisnis Anda sendiri? Apakah Anda memiliki pendapatan rendah dan merasa sulit untuk mendapatkan pinjaman dari bank lokal dan lembaga keuangan lainnya? Jawabannya ada di sini, Christiana Anderson Badan Kredit adalah jawabannya. kami menawarkan;
a) pinjaman pribadi, ekspansi bisnis.
b) Business Start-up dan pendidikan.
c) konsolidasi utang.
d) pinjaman Keras Uang.
Namun, metode kami menawarkan kemungkinan untuk menunjukkan jumlah pinjaman yang dibutuhkan dan juga durasi Anda mampu untuk menyelesaikan pembayaran pinjaman dengan tingkat bunga 2%. Ini memberi Anda kesempatan nyata untuk mengumpulkan uang yang Anda butuhkan. Kandidat yang tertarik harus menghubungi kami melalui: angeladavidsloan@gmail.com
APAKAH ANDA MEMBUTUHKAN HUTANG HARI
BalasHapusINI
Pinjaman uang cepat kami tersedia
Bagi mereka yang membutuhkan uang
dengan cepat. Kita
Memiliki pinjaman jangka panjang dan
jangka pendek.
Perusahaan kami dapat membantu
siapapun yang membutuhkan
Pinjaman pada semua rentang amouth
yang Anda butuhkan
Pinjaman dari $ 1,000 sampai $
50.000.000,00. Kredit tinggi tidak
akan
Tersedia untuk semua pengguna, namun
jika Anda
Bisa memenuhi semua persyaratan, itu
Akan membantu anda untuk mendapatkan
uang anda
Sedang mencari, tidak peduli apakah
kamu
Kredit itu baik, buruk atau entah di
mana
Antara, kita di sini untuk membantu
Fakta bahwa kebanyakan pemberi
pinjaman melihat
Yang terbaik, itu adalah berapa
banyak waktu yang Anda miliki
Sudah di pekerjaan Anda saat ini,
berapa lama
Anda tinggal di rumah Anda saat ini,
dan jika
Anda memiliki akun pengguna yang
valid
Mereka untuk mendanai pinjaman anda
Kredit macet
Seharusnya tidak menghentikan Anda
untuk melamar
Karena perusahaan kami tahu Anda
Disini karena kamu butuh uang
hari ini.
Privasi & Keamanan
Informasi anda aman dan aman.
Hubungi kami hari ini
Alejandroloanservise@hotmail.com
(CEO) alejandroloan
Hello Everyone, nama saya Jane alice seorang wanita dari Indonesia, dan saya bekerja dengan sebuah negara kompensasi bersatu, dan kami telah mendengar dan juga meminjam dari perusahaan pinjaman, dengan cepat saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan seluruh Indonesia untuk mencari pinjaman Internet Sangat hati-hati Berhati-hatilah untuk tidak jatuh di tangan scammers dan fraudstars, ada banyak kreditur kredit palsu di sini di internet dan beberapa di antaranya asli dan nyata,
BalasHapusSaya ingin melempar testimonial tentang bagaimana Tuhan menuntun saya ke pemberi pinjaman yang sebenarnya dan dana pinjaman Real telah mengubah hidup saya dari rumput menjadi Grace, setelah saya tertipu oleh beberapa kreditor kredit di internet, saya kehilangan banyak uang untuk membayar biaya pendaftaran. . , Garansi, pajak, dan setelah pembayaran saya masih belum mendapat pinjaman saya.
Setelah berbulan-bulan berusaha mendapatkan pinjaman di internet dan jumlah uang yang dihabiskan tanpa mendapat pinjaman dari perusahaan mereka, maka saya menjadi sangat putus asa untuk mendapatkan pinjaman dari kreditor kredit genue online yang tidak akan meningkatkan rasa sakit saya jadi saya memutuskan untuk Hubungi teman saya yang baru saja mendapatkan pinjaman online, kami mendiskusikan kesimpulan kami mengenai masalah ini dan dia bercerita tentang seorang wanita bernama Mr. Dangote yang adalah CEO Dangote Loan Company.
Jadi saya mengajukan permohonan untuk jumlah pinjaman (Rp400.000.000) dengan tingkat bunga rendah 2%, tidak mengurus se umur saya, karena saya mengatakan kepadanya apa yang ingin saya gunakan untuk membangun bisnis saya dan pinjaman saya telah disetujui dengan mudah. Tanpa stres dan semua persiapan yang dilakukan dengan transfer kredit dan dalam waktu kurang dari 24 jam setelah mendapatkan sertifikat yang diminta, telah disimpan ke bank dan impian saya masuk. Jadi saya ingin saran yang memerlukan panggilan pinjaman cepat sekarang atau email di Dangotegrouploandepartment@Gmail.com
Dia tidak tahu bahwa saya melakukan ini. Saya berdoa agar Tuhan memberkati dia atas hal-hal baik yang telah dia lakukan dalam hidup saya. Anda juga bisa menghubungi saya di ladyjanealice@gmail.com hari yang menyenangkan info lebih lanjut ..
KABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.
Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.
Halo Semua, nama saya Jane alice seorang wanita dari Indonesia, dan saya bekerja dengan kompensasi Asia yang bersatu, dengan cepat saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua orang Indonesia yang mencari pinjaman Internet agar berhati-hati agar tidak jatuh ke tangan penipu dan fraudstars banyak kreditur kredit palsu ada di sini di internet dan ada juga yang asli dan nyata,
BalasHapusSaya ingin membagikan testimonial tentang bagaimana Tuhan menuntun saya kepada pemberi pinjaman sebenarnya dan dana pinjaman Real telah mengubah hidup saya dari rumput menjadi Grace, setelah saya tertipu oleh beberapa kreditor kredit di internet, saya kehilangan banyak uang untuk membayar pendaftaran. biaya. . , Biaya garansi, dan setelah pembayaran saya masih belum mendapat pinjaman saya.
Setelah berbulan-bulan berusaha mendapatkan pinjaman di internet dan jumlah uang yang dihabiskan tanpa mendapat pinjaman dari perusahaan mereka, maka saya menjadi sangat putus asa untuk mendapatkan pinjaman dari kreditor kredit genue online yang tidak akan meningkatkan rasa sakit saya jadi saya memutuskan untuk Hubungi teman saya yang mendapatkan pinjaman onlinenya sendiri, kami mendiskusikan kesimpulan kami mengenai masalah ini dan dia bercerita tentang seorang pria bernama Mr. Dangote yang adalah CEO Dangote Loan Company.
Jadi saya mengajukan pinjaman sebesar (Rp400.000.000) dengan tingkat bunga 2% rendah, tidak peduli berapa usiaku, karena saya mengatakan kepadanya apa yang saya inginkan adalah membangun bisnis saya dan pinjaman saya mudah disetujui. Tidak ada tekanan dan semua persiapan yang dilakukan dengan transfer kredit dan dalam waktu kurang dari 24 jam setelah mendapatkan sertifikat yang diminta dikembalikan, maka uang pinjaman saya disimpan ke rekening bank saya dan mimpiku menjadi kenyataan. Jadi saya ingin saran semua orang segera melamar kepada Mr. Dangote Loan Company Via email (dangotegrouploandepartment@gmail.com) dan Anda juga bisa bertanya kepada Rhoda (ladyrhodaeny@gmail.com) dan Mr. jude (judeelnino@gmail.com) dan Juga Pak Nikky (nicksonchristian342@gmail.com) untuk pertanyaan lebih lanjut
Anda juga bisa menghubungi saya melalui email di ladyjanealice@gmail.com
Saya sangat bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan kepada Ny. Rika Anderson karena telah memberi saya pinjaman sebesar Rp900.000.000,00. Nama saya Ayu Amangku, saya dari Indonesia. Saya telah berutang bertahun-tahun jadi saya mencari pinjaman dengan sejarah kredit nol dan saya telah banyak membantu keuangan rumah, tetapi semua menolak saya karena peringkat kredit saya yang tinggi dan peringkat kredit rendah yang saya cari di internet dan tidak pernah berhenti membaca dan belajar tentang RIKA ANDERSON LOAN COMPANY di salah satu blog saya menghubungi konsultan kredit Rika Rika melalui email: (rikaandersonloancompany@gmail.com) dengan keyakinan bahwa pinjaman saya diberikan pada awal 28 Februari 2018 dan berharap untuk datang lagi, kemudian saya menyadari bahwa tidak semua perusahaan pinjaman blog benar-benar palsu karena semua penghinaan keuangan saya telah diselesaikan, sekarang saya memiliki nilai yang sangat besar dan usaha bisnis yang berkualitas, saya tidak dapat menyimpan ini untuk saya jadi saya harus mulai dengan membagikan ini kesaksian perubahan hidup. Anda dapat menghubungi Ms Rika Anderson melalui email: (rikaandersonloancompany@gmail.com) Ponsel Resmi: +1 (347) 682-4706, Watsapp: +13476824706 atau melalui facebook-nya: (rika.anderson.5648) Anda juga dapat menghubungi saya untuk informasi melalui Email: ayuamangku@gmail.com
BalasHapusSaya sangat bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan kepada Ny. Rika Anderson karena telah memberi saya pinjaman sebesar Rp900.000.000,00. Nama saya Ayu Amangku, saya dari Indonesia. Saya telah berutang bertahun-tahun jadi saya mencari pinjaman dengan sejarah kredit nol dan saya telah banyak membantu keuangan rumah, tetapi semua menolak saya karena peringkat kredit saya yang tinggi dan peringkat kredit rendah yang saya cari di internet dan tidak pernah berhenti membaca dan belajar tentang RIKA ANDERSON LOAN COMPANY di salah satu blog saya menghubungi konsultan kredit Rika Rika melalui email: (rikaandersonloancompany@gmail.com) dengan keyakinan bahwa pinjaman saya diberikan pada awal 28 Februari 2018 dan berharap untuk datang lagi, kemudian saya menyadari bahwa tidak semua perusahaan pinjaman blog benar-benar palsu karena semua penghinaan keuangan saya telah diselesaikan, sekarang saya memiliki nilai yang sangat besar dan usaha bisnis yang berkualitas, saya tidak dapat menyimpan ini untuk saya jadi saya harus mulai dengan membagikan ini kesaksian perubahan hidup. Anda dapat menghubungi Ms Rika Anderson melalui email: rikaandersonloancompany@gmail.com, atau melalui Anda juga dapat menghubungi saya untuk informasi melalui Email: ayuamangku@gmail.com
BalasHapusSaya sangat bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan kepada Ny. Rika Anderson karena telah memberi saya pinjaman sebesar Rp900.000.000,00. Nama saya Ayu Amangku, saya dari Indonesia. Saya telah berutang bertahun-tahun jadi saya mencari pinjaman dengan sejarah kredit nol dan saya telah banyak membantu keuangan rumah, tetapi semua menolak saya karena peringkat kredit saya yang tinggi dan peringkat kredit rendah yang saya cari di internet dan tidak pernah berhenti membaca dan belajar tentang RIKA ANDERSON LOAN COMPANY di salah satu blog saya menghubungi konsultan kredit Rika Rika melalui email: (rikaandersonloancompany@gmail.com) dengan keyakinan bahwa pinjaman saya diberikan pada awal 28 Februari 2018 dan berharap untuk datang lagi, kemudian saya menyadari bahwa tidak semua perusahaan pinjaman blog benar-benar palsu karena semua penghinaan keuangan saya telah diselesaikan, sekarang saya memiliki nilai yang sangat besar dan usaha bisnis yang berkualitas, saya tidak dapat menyimpan ini untuk saya jadi saya harus mulai dengan membagikan ini kesaksian perubahan hidup. Anda dapat menghubungi Ms Rika Anderson melalui email: rikaandersonloancompany@gmail.com, atau melalui Anda juga dapat menghubungi saya untuk informasi melalui Email: ayuamangku@gmail.com
BalasHapusHalo semuanya, nama saya Indrias Priastuti seorang wanita dari indonesia, dan saya bekerja dengan negara berkembang biak, dan kami telah mendengar dan juga dari perusahaan pinjaman, saya cepat ingin menggunakan media ini untuk seluruh indonesia untuk mencari pinjaman internet Sangat hati-hati - Berhati-hatilah agar tidak jatuh ke tangan penipu dan penipu, ada banyak kreditor kredit palsu di internet dan beberapa di dalam usaha asli dan nyata,
BalasHapusSaya ingin menyampaikan kesaksian saya tentang bagaimana ALLAH membimbing saya kepada para pemberi pinjaman nyata dan dana pinjaman nyata telah mengubah hidup saya dari rumput menjadi Grace, setelah saya dibodohi oleh beberapa kreditor kredit di internet, saya kehilangan banyak uang untuk biaya pendaftaran . . , Garansi, pajak, dan setelah pembayaran saya masih belum mendapatkan pinjaman saya.
Setelah berbulan-bulan di internet dan jumlah uang yang dihabiskan tanpa mendapatkan pinjaman dari perusahaan mereka, maka saya menjadi sangat putus asa untuk mendapatkan pinjaman dari kreditur kredit asli online yang tidak akan meningkatkan rasa sakit saya sehingga saya memutuskan untuk menghubungi teman saya yang baru saja mendapat Pinjaman online, kami memformalkan kami tentang masalah ini dan dia memberi tahu kami kisah seorang wanita bernama Mrs ELINA JOHNSON yang merupakan CEO dari ELINA JOHNSON GLOBAL LOAN.
Jadi saya dan suami saya mengajukan permohonan untuk jumlah pinjaman (Rp 1.000.000.000) dengan bunga rendah 2%, tidak memperhatikan usia saya, karena saya mengatakan apa yang saya inginkan untuk membangun bisnis saya dan pinjaman saya telah disetujui dengan mudah. Tidak ada stres dan semua persiapan yang dilakukan dengan transfer kredit dan dalam waktu kurang dari sehari setelah sertifikat yang saya setorkan ke bank dan impian saya. Jadi saya ingin saran yang memerlukan panggilan cepat sekarang atau email di elinajohnson22@gmail.com
Itu tidak berakhir di sana ibu memastikan tim ahlinya membantu Anda tentang cara berinvestasi sehingga Anda tidak akan pernah bangkrut lagi dalam hidup Anda.
Dia adalah wanita yang sangat baik dan dia tidak tahu saya melakukan ini. Saya berdoa agar ALLAH memberkati dia untuk hal-hal baik yang telah dia lakukan dalam hidup saya. Anda juga dapat menghubungi saya di indriaspriastuti2@gmail.com hari baik info lebih lanjut ..
Halo semuanya, nama saya Indrias Priastuti seorang wanita dari indonesia, dan saya bekerja dengan negara berkembang biak, dan kami telah mendengar dan juga dari perusahaan pinjaman, saya cepat ingin menggunakan media ini untuk seluruh indonesia untuk mencari pinjaman internet Sangat hati-hati - Berhati-hatilah agar tidak jatuh ke tangan penipu dan penipu, ada banyak kreditor kredit palsu di internet dan beberapa di dalam usaha asli dan nyata,
BalasHapusSaya ingin menyampaikan kesaksian saya tentang bagaimana ALLAH membimbing saya kepada para pemberi pinjaman nyata dan dana pinjaman nyata telah mengubah hidup saya dari rumput menjadi Grace, setelah saya dibodohi oleh beberapa kreditor kredit di internet, saya kehilangan banyak uang untuk biaya pendaftaran . . , Garansi, pajak, dan setelah pembayaran saya masih belum mendapatkan pinjaman saya.
Setelah berbulan-bulan di internet dan jumlah uang yang dihabiskan tanpa mendapatkan pinjaman dari perusahaan mereka, maka saya menjadi sangat putus asa untuk mendapatkan pinjaman dari kreditur kredit asli online yang tidak akan meningkatkan rasa sakit saya sehingga saya memutuskan untuk menghubungi teman saya yang baru saja mendapat Pinjaman online, kami memformalkan kami tentang masalah ini dan dia memberi tahu kami kisah seorang wanita bernama Mrs ELINA JOHNSON yang merupakan CEO dari ELINA JOHNSON GLOBAL LOAN.
Jadi saya dan suami saya mengajukan permohonan untuk jumlah pinjaman (Rp 1.000.000.000) dengan bunga rendah 2%, tidak memperhatikan usia saya, karena saya mengatakan apa yang saya inginkan untuk membangun bisnis saya dan pinjaman saya telah disetujui dengan mudah. Tidak ada stres dan semua persiapan yang dilakukan dengan transfer kredit dan dalam waktu kurang dari sehari setelah sertifikat yang saya setorkan ke bank dan impian saya. Jadi saya ingin saran yang memerlukan panggilan cepat sekarang atau email di elinajohnson22@gmail.com
Itu tidak berakhir di sana ibu memastikan tim ahlinya membantu Anda tentang cara berinvestasi sehingga Anda tidak akan pernah bangkrut lagi dalam hidup Anda.
Dia adalah wanita yang sangat baik dan dia tidak tahu saya melakukan ini. Saya berdoa agar ALLAH memberkati dia untuk hal-hal baik yang telah dia lakukan dalam hidup saya. Anda juga dapat menghubungi saya di indriaspriastuti2@gmail.com hari baik info lebih lanjut ..
Apakah Anda memiliki masalah keuangan atau ingin memenuhi impian Anda dengan dana? Dalam 24 jam, GLORIA LOAN COMPANY menyediakan pinjaman komersial dan pribadi, pinjaman bisnis, pinjaman rumah dan lainnya dengan bunga 2%. Siapa pun yang tertarik harus menghubungi kami melalui email dengan informasi di bawah ini;
BalasHapusData pemohon:
1) Nama Lengkap:
2) Negara
3) Alamat:
4) Jenis kelamin:
5) Pekerjaan:
6) nomor telepon:
7) Posisi saat ini di tempat kerja:
8 Penghasilan Bulanan:
9) Jumlah pinjaman yang diperlukan:
10) Jangka waktu pinjaman:
11) Apakah Anda mendaftar sebelumnya:
12) Tanggal Lahir:
E-mail: (gloriasloancompany@gmail.com) ATAU Whatsapp Number: WhatsApp Number: +1 (361) 645-7557.
Terima kasih
Saya Widaya Tarmuji, saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah TRACY MORGAN LOAN FIRM. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir 32 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.
BalasHapusTapi Tracy Morgan memberi saya mimpi saya kembali. Ini adalah alamat email yang sebenarnya mereka: tracymorganloanfirm@gmail.com. Email pribadi saya sendiri: widayatarmuji@gmail.com. Anda dapat berbicara dengan saya kapan saja Anda inginkan. Terima kasih semua untuk mendengarkan permintaan untuk saran saya. hati-hati
Salam untuk semua orang, Tuhan pasti akan menjawab semua pemberi pinjaman palsu yang mencuri uang kami dengan menyamar sebagai pemberi pinjaman kepada kami, mereka datang dengan segala macam pembicaraan manis seperti memberikan pinjaman dengan tingkat bunga rendah, mereka semua penipuan kecuali Ibu yang baik. Rossa Stanley company, yang merupakan satu-satunya pemberi pinjaman sejati dan asli yang meminjamkan 2% suku bunga, inilah kisah saya, nama saya annisa dari bali, indonesia, pemilik restoran, jangan terkecoh atau takut bahwa pinjaman tidak dapat diperoleh dari internet, adalah mungkin dan saya adalah penerima pinjaman internet. Saya membaca beberapa komentar Anda tentang bagaimana Anda ditipu, Ya mereka scammer, dan mereka juga pemberi pinjaman nyata. Dan ibu rossa adalah salah satunya. Karena banyak yang scam lenders, saya awalnya skeptis, saya memutuskan untuk meminta ibu rossa untuk pinjaman, jadi saya menghubungi ibu rossa untuk permintaan pinjaman saya sebesar Rp100.000.000,00 dan dalam 24 Jam, pinjaman saya disetujui dan dikirim ke rekening bank BCA saya, dan pinjaman ini datang dengan bunga sangat rendah 2% tidak seperti bank di Indonesia yang memberikan pinjaman 7% atau lebih, saya harus mengakui ketika saya mendapat uang, saya terkejut dan masih terkejut sampai saat ini, meskipun ada beberapa yang ditolak karena mereka tidak memenuhi syarat untuk pinjaman. Tetapi saya diberikan karena keseriusan dan pendekatan saya yang tulus, saya mendapatkan pinjaman saya, dan ketika saya bertanya kepada ibu rossa bagaimana dia mendapatkan uang yang dia pinjamkan kepada banyak orang dia mengatakan itu didukung oleh negara-negara bersatu dan bank dunia untuk membantu orang miskin sekitar ASIA dan AFRIKA untuk mengurangi kemiskinan saya tidak dapat berhenti mengucapkan terima kasih kepada ibu rossa untuk mengeluarkan saya dan keluarga saya dari kemiskinan, jadi saya merasa karena dia baik dan baik kepada saya, saya perlu berbagi berita tentang perusahaannya sehingga orang-orang akan tahu tentang dia perusahaan pinjaman dan juga menghindari jatuh untuk pemberi pinjaman palsu yang membanjiri di mana-mana dengan cerita palsu., Anda dapat berbicara dengan ibu rossa melalui email, whats-app dan teks, saya merasa dibandingkan dengan berbagi rincian ini tetapi banyak yang tidak serius dan akan memanggil ibu tidak perlu jadi saya hanya bisa memberikan alamat emailnya untuk menghubungi ibu rossa yang rossastanleyloancompany@gmail.com, jika Anda menghubungi mereka, mereka akan menjawab Anda dengan cepat dan jika Anda ragu apa pun yang dapat Anda hubungi saya di Facebook @ annisa berkarya atau emai l saya di annisaberkarya@gmail.com. semoga ALLAH yang Mahakuasa terus memberkati dan melindungi wanita yang baik dan pengertian Rossa Stanley ini.
BalasHapusHalo,
BalasHapusIni untuk memberi tahu masyarakat bahwa Nyonya Charity White, pemberi pinjaman swasta memiliki kesempatan finansial untuk semua orang yang membutuhkan bantuan keuangan, membayar tagihan, untuk berinvestasi dalam bisnis baru atau untuk meningkatkan bisnis Anda. Kami memberikan pinjaman dengan bunga sebesar 2% kepada perusahaan dan perorangan. Ini tidak memerlukan banyak dokumen, juga syarat dan ketentuan yang jelas dan peka. Hubungi kami via e-mail: (charitywhitefinancialfirm@gmail.com) Kami akan memberikan layanan terbaik kami.
Saya sangat bersyukur kepada Ibu Fraanca Smith karena telah memberi saya
BalasHapuspinjaman sebesar Rp900.000.000,00 saya telah berhutang selama
bertahun-tahun sehingga saya mencari pinjaman dengan sejarah kredit nol dan
saya telah ke banyak rumah keuangan untuk meminta bantuan namun semua
menolak saya karena rasio hutang saya yang tinggi dan sejarah kredit rendah
yang saya cari di internet dan tidak pernah menyerah saya membaca dan
belajar tentang Franca Smith di salah satu blog saya menghubungi franca
smith konsultan kredit via email:(francasmithloancompany@gmail.com) dengan
keyakinan bahwa pinjaman saya diberikan pada awal tahun ini tahun dan
harapan datang lagi, kemudian saya menyadari bahwa tidak semua perusahaan
pinjaman di blog benar-benar palsu karena semua hautang finansial saya
telah diselesaikan, sekarang saya memiliki nilai yang sangat besar dan
usaha bisnis yang patut ditiru, saya tidak dapat mempertahankan ini untuk
diri saya jadi saya harus memulai dengan membagikan kesaksian perubahan
hidup ini yang dapat Anda hubungi Ibu franca Smith via email:(
francasmithloancompany@gmail.com)
Halo,
BalasHapusnama saya Siti Aminah dari Indonesia, tolong saya sarankan semua orang di sini harus sangat berhati-hati, karena ada begitu banyak pemberi pinjaman pinjaman palsu di internet, tetapi mereka masih yang asli di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah ditipu oleh 4 pemberi pinjaman yang berbeda, saya kehilangan banyak uang karena saya sedang mencari pinjaman dari perusahaan mereka. Saya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang karena hutang.
Saya hampir menyerah sampai saya meminta saran dari seorang teman yang memperkenalkan saya kepada pemberi pinjaman asli dan perusahaan yang sangat andal yaitu Bunda Alicia Radu yang mendapatkan pinjaman saya dari 800 juta rupiah Indonesia dalam waktu kurang dari 24 jam Tanpa tekanan dan tekanan suku bunga rendah 2%. Saya sangat terkejut ketika memeriksa rekening bank saya dan menemukan jumlah pinjaman yang saya minta telah ditransfer ke rekening bank saya tanpa penundaan atau kekecewaan sehingga saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa tekanan dari Bunda Alicia Radu
Saya ingin Anda mempercayai Bunda Alicia Radu dengan sepenuh hati karena ia sangat membantu dalam hidup saya dan kehidupan finansial saya. Anda harus menganggap diri Anda sangat beruntung memiliki kesempatan untuk membaca kesaksian ini hari ini. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman, hubungi ibu Alicia Radu melalui email: (aliciaradu260@gmail.com)
Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya: (sitiaminah6749@gmail.com) jika Anda memerlukan informasi tentang bagaimana saya mendapatkan pinjaman dari Ibu Alicia Radu, Anda sangat bebas untuk menghubungi saya dan saya akan dengan senang hati menjawab Anda karena Anda juga dapat membantu orang lain setelah Anda menerima pinjaman Anda.