Jumat, 06 September 2013

PERDAGANGAN (JUAL-BELI) Vs RIBA: IMPLIKASINYA TERHADAP PEREKONOMIAN DAN KEMASLAHATAN MASYARAKAT



PERDAGANGAN (JUAL-BELI) Vs  RIBA: IMPLIKASINYA TERHADAP PEREKONOMIAN DAN KEMASLAHATAN MASYARAKAT


Oleh:
Hendy Herijanto
Islamic Economics and Finance (IEF)
Universitas Trisakti, Jakarta



ABSTRAK


Selain menjadi petunjuk bagi manusia, Al-Quran juga mengandung pengetahuan (QS, 17 : 85) yang perlu digali dan dikembangkan lebih jauh oleh umatnya. Beberapa ayat Al-Qur’an menyebutkan larangan terhadap praktik riba, dan menghalalkan perdagangan. Ketentuan Ilahi ini secara universal merupakan pedoman hidup untuk seluruh umat manusia. Islam adalah rahmat lil ‘alamin, rahmat untuk sekalian alam. Tentunya, larangan itu untuk kebaikan umat-Nya. Oleh karena itu, makalah kecil ini mencoba mengemukakan alasan-alasan kenapa riba dilarang dan kenapa perdagangan diijinkan, serta melihat kenyataan yang ada sebagai konsekuensi negatif dari riba, di dunia ekonomi kontemporer dewasa ini.

Kata Kunci: Riba/bunga, keuntungan, produksi barang dan jasa, sektor riel, dan kerja



ABSTRACT

Beside functioning as a guidance for all human being, the Holy Book Al Qur’an contains only a fraction of knowledge (QS, 17 : 85) revealed by God the Almighty, which needs to be comprehended and developed. Al Qur’an contains a number of verses which essentially prohibits the practice of interest, but blessing trade activities. Basically, Islam is for the benefits and prosperity for all God Creations, and the guidance given in Al Qur’an is for their benefits. This paper, therefore, tries to elaborate the reasons why interest is prohibited, and trade is blessed, in the current context of contemporary economy.   

Key words: Interest, profit, production of goods and services, real sector, and work.




A.     PENDAHULUAN


1.      Latar Belakang

  Allah Swt berfirman bahwa telah disempurnakan ’Agamamu’ itu (QS, 05: 03), dan ”.... Tidaklah Kami alpakan sesuatu apa pun di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an)” (QS, 06 : 38). Kedua ayat ini mengisyaratkan bahwa buku suci Al-Qur’an merupakan buku yang terakhir dan sempurna sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam menjalankan kehidupan di dunia, serta bernilai akhirati. Buku suci itu berlaku sejak diturunkannya hingga nanti waktu kiamat datang; sehingga tidak akan direvisi, dirubah atau diganti oleh siapapun, karena Allah Swt telah berfirman, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Qur’an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya” (QS, 15 : 9).
Jika dilihat dari banyaknya halaman, dalam ukuran setengah kuarto, Al Qur’an  memiliki sekitar 1300 halaman. Bahkan, dalam ukuran folio sekalipun, dengan huruf atau fond yang besar, jumlah halaman tidak melebihi 1500.  Jumlah halaman ini tidak dapat dikatakan banyak, jika dibandingkan dengan petunjuk yang diperlukan begitu amat banyak. Di sini, dapat disimpulkan bahwa uraian yang terdapat dalam Al-Qur’an itu bersifat sangat efektif dan efisien. Efektif dalam arti mencapai sasaran yang diperlukan manusia, dan efisien dalam arti tidak ada kalimat atau kata-kata yang sia-sia. Dalam kaitan ini, Allah Swt telah berfirman melalui Surat Huud (QS, 11 : 01), ”Alif Raam Raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi Allah Yang Mahabijaksana lagi Mahatahu”.
Penulis berkeyakinan, bahwa karena pemilihan kata yang digunakan begitu efektif dan efisien, makna yang dikandungnya menjadi dalam, dan berimplikasi begitu jauh terhadap kehidupan manusia. Namun, untuk memahaminya, seperti yang sering disebutkan di banyak akhir ayat, Tuhan selalu mengingatkan manusia, ’tidakkah mereka berakal’. Pada dasarnya, manusia telah diberikan akal, maka Tuhan memerintahkan gunakanlah akal itu dengan sebaik-baiknya dalam memahami Al Qur’an (QS, 67 : 10).
Kandungan Al-Qur’an mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia. Secara garis besar, kandungan Al Qur’an itu berkaitan dengan dua hal utama. Pertama, yang berkaitan dengan bagaimana beribadah, yaitu mengatur hubungan vertikal antar Tuhan dan manusia. Kedua, mengatur hubungan horizontal yaitu antar manusia, atau kegiatan bermuamalah. Di dalam kegiatan bermuamalah ini, terdapat pula kegiatan yang penting bagi manusia dalam mencari nafkah, yaitu kegiatan ”tijarah”, atau ”bay”, yang berarti jual beli, atau juga disebut sebagai kegiatan perdagangan, perniagaan, atau bertransaksi secara komersial. Setara dengan kata perdagangan itu, terdapat kata riba; namun, kegiatan yang berkaitan dengan riba diharamkan oleh Allah Swt.
Khususnya yang berkaitan dengan bermuamalah, ayat-ayat Al Qur’an bersifat universal, dan dapat dipikirkan dengan logika. Tujuan dari ayat-ayat itu adalah agar manusia dapat berhasil di dunia dan di akhirat. Pandangan ini sejalan dengan pengertian ”Rahmatan lil alamin”, yang merupakan tugas utama bagi Nabi Besar Muhammad Saw yang ditunjuk sebagai Rasul Allah. ”Rahmatan lil alamin ini menjadi prinsip dasar sebagai petujuk yang diwahyukan kepada Nabi Saw, dan berlaku bagi seluruh umat manusia agar manusia bertindak sebagai pemakmur bagi sekalian alam, yang seluruhnya merupakan ciptaan Tuhan, baik berupa tumbuh-tumbuhan ataupun hewan. Bagi Islam, manusia yang beriman merupakan wakil Allah Swt di dunia untuk menjalankan kebajikan dan menghindari kerusakan, ”amar ma’ruf nahi munkar”. Perangkat yang diciptakan dan diberikan Allah Swt, termasuk ayat-ayat Al Qur’an dan dipratikkan oleh Nabi Saw, juga bertujuan bagi manusia untuk mencapai hal yang demikian.
Kata berdagang atau tijarah’ atau ”bay”, dan riba, merupakan kata pilihan Allah Swt, sehingga merupakan kata yang sangat penting bagi kehidupan  manusia sebagai anjuran dan larangan dalam hal bermuamalah.


2.   Tujuan Penulisan

Pentingnya makna perdagangan dan riba bagi kegiatan kehidupan ekonomi manusia berkaitan erat dengan kemashalatan umat, atau kesejahteraan sosial masyarakat, yang merupakan maqasid al syariah. Penulis berusaha mengkaji makna dari Ayat ini, dengan menguraikan arti dari kata ’berdagang’ dan ’riba’ dalam kaitan dengan kesejahteraan sosial masyarakat.
Quraish Shihab berpendapat, bahwa dalam rangka memahami hubungan antara Al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan adalah dengan melihat apakah Al Qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan atau mendorongnya lebih maju [1]. Al Qur’an pada dasarnya merupakan petujuk bagi ilmu pengetahuan, dan mendorong agar ilmu pengetahuan berkembang. Beliau juga berpendapat bahwa, memahami arti ayat-ayat Al Qur’an dengan berfikir secara kontemporer, dapat menggunakan pendapat para cendekiawan dan ulama, hasil percobaan dan pengalaman para ilmuwan, mengasah otak dalam mengadalkan ta’ammul dan tadabbur [2]. Bahkan, Al Qur’an sendiri menganjurkan untuk mengadakan observasi dan eksperimen (QS, 29: 20), dan menggunakan akal dan intuisi (QS, 16 : 78)[3].
        Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan pemahaman dan kebenararn Al-Qur’an dengan menggunakan pendapat para cendekiawan, ahli ekonomi dan ulama dalam kaitan dengan kegiatan perdagangan dan pelarangan riba, serta mengkaji implikasinya terhadap kehidupan ekonomi dan kesejahteraan sosial masyarakat.


B.     SURAT AL BAQARAH (QS, 2 : 275)

Di samping ayat-ayat riba[4] lainnya, acuan utama dari tulisan ini adalah Surat Al Baqarah (QS, 2: 275), yang antara lain menyebutkan “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Karena diyakini bahwa pemilihan kata dalam Al Qur’an begitu efisien dan efektif, serta tidak akan pernah dirubah, maka maknanya berlaku sepanjang zaman dan di setiap waktu dan tempat, maka implikasi dari makna kedua kata ‘berdagang’ dan riba’ dapat menjadi sangat luas.

1.      PERDAGANGAN (JUAL-BELI)
a.      Hakikat Perdagangan (Jual Beli)

Perdagangan mengandung arti bahwa seseorang memiliki suatu barang yang dapat dijual kepada pembeli. Jual-beli terjadi karena penjual sepakat menjual barangnya, sedangkan pembeli setuju untuk membeli barang tersebut pada suatu tingkat harga yang disetujui oleh kedua pihak: di sini, terjadi ijab dan qabul. Jika secara tunai, si pembeli menerima barang dari penjual, sedangkan penjual menerima uang pembayaran barang yang dijualnya. Jika tidak dengan tunai, transaksi itu harus dicatat, dan dipersaksikan dengan dua orang saksi (QS, 2:282).  
Perdagangan adalah kegiatan komersial tertua manusia, sejak zaman primitif sampai masa modern saat ini, hingga ke masa depan. Pada masyarakat yang masih sederhana, barang dihasilkan dari hasil penangkapan, perburuan atau penggalian. Kelebihan barang yang diperoleh melebihi kebutuhan cenderung ditukarkan dengan barang yang diinginkan tetapi tidak dimiliki. Layaknya digambarkan oleh cerita Robinson Crusoe, ketika jumlah orang bertambah, setelah kehadiran Friday, kelompok kecil itu mulai melakukan kegiatan barter antar sesama mereka. Barter merupakan kegiatan berdagang, ketika uang belum dikenal, dan dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan barang yang telah berkembang.
Perdagangan tidak bersifat kontekstual, karena dapat dilakukan di mana saja, tanpa harus dengan modal besar. Sejauh manusia hidup bermasyarakat, perdagangan terjadi di setiap waktu, dalam lingkungan yang kecil, seperti di pedesaan. Dalam lingkungan yang lebih luas, perdagangan telah berkembang sampai ke tingkat global antar negara di dunia. Secara gamblang dapat pula dikatakan, bahwa kegiatan perdagangan tidak akan pernah pupus dari kehidupan manusia. Kegiatan perniagaan atau perdagangan akan selalu eksis dari masa ke masa.
Perdagangan merupakan kegiatan awal dan akhir kegiatan produksi. Ketika kebutuhan barang dan jasa telah berkembang, barang dagangan tidak hanya merupakan hasil tangkapan atau buruan, atau hasil pertanian ataupun perkebunan. Ketika masyarakat berkembang, dan kebutuhannya bertambah, mereka mulai memikirkan dan memproduksi barang-barang atau jasa lain yang diperlukan. Produksi barang dan jasa pada akhirnya bermuara kepada kegiatan penjualan atau perdagangan.  Barang dagangan sudah harus dibuat atau diproduksi terlebih dahulu, yang jelas melibatkan orang untuk bekerja dengan memperoleh upah. Perdagangan adalah manifestasi dari kebutuhan masyarakat akan barang (dan jasa). Jadi, jual-beli mendorong perdagangan, dan merangsang perniagaan dan industri. Produksi yang berkembang mendorong pembukaan lapangan kerja baru, yang merupakan kebajikan dari kegiatan perdagangan.
Dalam kehidupan di dunia, firman Allah Swt melalui Surat Al Jumuah (QS, 62 :10) menekankaan pada pentingnya untuk bekerja. ”Apabila telah menunaikan shalat maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. Seperti halnya  Al-Qur’an[5], Nabi Muhammad SAW juga mewajibkan setiap muslim untuk bekerja[6]. Islam mewajibkan orang untuk bekerja keras untuk memperoleh rezki dan kekayaan yang halal. Bekerja adalah kekuatan penggerak utama kegiatan ekonomi [7]. Di lain pihak, Thomas Carlyle mengatakan, “A man willing to work, and unable to find work, is perhaps the saddest sight that fortunes’ inequality exhibits under the sun”. Terjemahan bebasnya adalah, ketika seseorang ingin bekerja, tetapi tidak dapat menemukan pekerjaan, mungkin hal ini merupakan ketidak seimbangan dalam keberuntungan yang terjadi di bumi. Pentingnya kerja dan pembukaan lapangan kerja sangat dipentingkan dalam Islam.
Dengan terbukanya lapangan kerja, pendapatan masyarakat akan meningkat dan industri akan lebih berkembang. Menurut Nik Mohamed Affandi Bin Nik Yusoff, perdagangan dapat berkontribusi langsung untuk meningkatkan standar hidup, meningkatkan kekayaan bagi individu dan masyarakat; dan bagi yang kurang berpendidikan, dapat berpartisipasi,  karena Islam menghendaki setiap orang memiliki sumber penghidupan masing-masing [8]. Menurut Ibnu Chaldun, bekerja merupakan unsur yang paling dominan bagi proses produksi dan merupakan sebuah ukuran stándar dalam sebuah nilai. Bekerja adalah kekuatan penggerak utama kegiatan ekonomi Islam (QS. Al-Baqarah 4 : 29) [9].
Perdagangan merupakan faktor penentu dalam menggerakkan ekonomi. Perekonomian suatu masyarakat terbentuk karena adanya kegiatan perdagangan dan produksi. Kata berdagang mengandung unsur kebajikan yang berupa kegiatan utama dan diperlukan bagi manusia dalam berkelompok, berbangsa dan bahkan bernegara. Perdagangan jelas berada di sektor riel, yang berbeda dengan riba dan berkaitan dengan pinjam meminjam uang, atau merupakan pilar utama dari sektor keuangan konvensional. Ibnu Chaldun mengatakan bahwa kekayaan suatu bangsa tidak ditentukan oleh jumlah uang yang dimiliki bangsa tersebut, tetapi ditentukan oleh produksi barang dan jasa, serta neraca perdagangan yang sehat [10] sebagai konsekuensi tingkat produksi yang tinggi. Mankiw mengatakan hal yang senada dengan Ibnu Chaldun mengenai pentingnya produksi barang dan jasa oleh suatu bangsa; karena menurut Mankiw, kemampuan berproduksi akan menentukan standar hidup suatu negara[11].
 Perdagangan adalah inti dan dasar dari ekonomi Islam, dan bersandar pada perdagangan atau produksi barang dan jasa, atau disebut sebagai real sector of the economy, atau real based economy [12].
  

b.  Keuntungan dan Risiko
Karena riba diharamkan, keuntungan dari perdagangan dihahalkan, sehingga keuntungan dapat menggantikan riba. Firman Tuhan melalui Surat An-Nisaa (QS, 4 ; 33), “Hai orang-orang yang beriman bíarlah di antara kamu berjalan dan berdagang dengan cara yang saling menguntungkan“. Ayat ini menganjurkan keuntungan yang timbal balik; tidak saja bagi penjual, tetapi juga bagi pembeli. Berdagang tidak saja terbatas pada satu transaksi jual beli, tetapi berdagang dapat terjadi berulang-ulang, seperti yang diarahkan oleh kata ’berjalan’ di depan kata ’berdagang’. Ini artinya berdagang yang menguntungkan bagi setiap pihak yang terkait akan membuat kegiatan jual-beli itu berlanjut dengan transaksi-transaksi dagang berikutnya. Ini hanya dapat terjadi, jika setiap pihak memperoleh kepuasan dalam bertransaksi.
Allah Swt berfirman untuk mencari rezeki dari perniagaan (QS, 2 : 198). Ini artinya mengambil keuntungan dihalalkan. Keuntungan yang diambil oleh penjual merupakan jumlah yang dikandung dalam suatu harga yang disepakati oleh pembeli. Pembeli setuju untuk membayar suatu harga pembelian terhadap suatu barang, dengan pengertian baginya – barang yang dibeli memberikan nilai atau manfaat yang setara dengan harga yang dibayarkannya[13]. Harga dan nilai atau manfaat dari barang yang dijual harus seimbang, untuk itu memerlukan kejujuran dari penjual. Penjual harus jujur terhadap kualitas dan takaran atau timbangan barang dagangannya itu. Dalam hal kualitas, hanya penjual yang mengetahui secara pasti. Oleh karena itu, Nabi Muhammad Saw sangat menghargai para pedagang yang jujur[14], dengan tidak menyembunyikan kurma yang basah dari pandangan calon pembeli. Bahkan, Nabi Saw bersabda bahwa pedagang yang jujur akan bersama Rasul dan orang yang beriman, dan Syuhada di hari kiamat[15].
Berdagang dengan memperoleh keuntungan merupakan pendorong untuk berproduksi lebih banyak. Nabi Saw mendorong umatnya untuk melakukan bisnis, karena 99% rezeki Allah ada di dalamnya[16]. Peningkatan produksi yang berkualitas akan memberikan lapangan pekerjaan yang lebih luas. Immanuel Kant memberikan pendapat yang sama, yang akhirnya menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat[17]. Keuntungan merupakan kompensasi terhadap jerih payahnya dalam memproduksi, dan atau usaha menjual, serta merupakan kompensasi terhadap inisiatif, kerja keras, dan usaha. Inisiatif dan kerja keras ini membuahkan penciptaan suatu nilai, tetapi inisiatif itu dibarengi dengan risiko yang dihadapi dan mungkin terjadi[18].
Keuntungan merupakan nilai kesetaraan atau counter value yang merupakan kandungan inti dari kerja atau usaha atau kasb, yang sekaligus mengandung unsur risiko atau ghurmi, dan tanggungan atau liabilitas atau dhaman. Keuntungan yang diijinkan adalah keuntungan yang berkaitan dengan tanggungjawab atau liabilitas atau disebut “al-kharaj bi-al- dhaman”, atau keuntungan dapat diperoleh karena adanya risiko ”al-ghurmu bil ghunmi”. Ekspresi ini diterjermahkan dan diartikan oleh Vogel dan Hayes III sebagai ”gain accompanies liabilities for loss[19].
Keuntungan yang dianggap wajar adalah yang tidak mengandung riba, atau tidak bersifat eksploitatif. Allah Swt telah berfirman,”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik” (QS, 2: 267). Keuntungan yang hakiki adalah keuntungan yang diridhoi oleh Allah, dan membawa berkah bagi dunia dan akhirat. Keuntungan dari perdagangan yang diridhoi sudah pasti merupakan keuntungan yang baik, yang merupakan pemenuhan nafkah manusia, dan dapat membawa berkah. Secara harfiah, berkah yang diciptakan sejalan dengan manfaat yang diperoleh oleh banyak orang dari perdagangan yang baik. Tidak saja penjual, dan pembeli, tetapi juga banyak pihak lain menerima manfaat dari pedagangan yang baik dan berkembang. Paling tidak, perdagangan yang berkembang akan dapat membuka lapangan kerja yang lebih luas untuk memproduksi barang yang diperdagangkan.
 Keuntungan di sini bukanlah masalah maksimum atau tidak, tetapi lebih merupakan masalah legitimasi dan kewajaran, serta berkaitan dengan moralitas atau kejujuran, atau diperoleh dalam jalan yang benar sehingga bermuatan akhirati[20]. Aa Gym dan Kartajaya mengartikan ’keuntungan’ dalam berbisnis adalah apabila bisnis yang dilakukan bersifat amal atau kebajikan, didasarkan pada kebenaran, dan dimulai dengan niat yang benar. Dalam melakukan bisnis, kualitas manusianya semakin baik atau dapat lebih dipercaya, dapat menambah ilmu dan wawasan yang lebih luas sehingga memperbaiki kemampuan yang ada, dan menambah silahturahmi atau persaudaraan antar sesama [21].
Dengan demikian, keuntungan tidak dilihat dari segi uang secara an sich, tetapi mengandung substansi moral yang kental. Namun, masalah kejujuran dan moralitas dalam memperoleh keuntungan bukan semata-mata merupakan produk Islam. Dalam bukunya, Cicero membahas mengenai utilitas dalam kaitan dengan kekayaan dan kenyamanan dalam hidup. Utilitas harus diperoleh dengan jujur, karena jika melakukan sesuatu yang menguntungkan tetapi tidak jujur, maka akan berakibat sebagai bahaya yang besar bagi hidup manusia[22].
Ellsworth berpendapat bahwa keuntungan memiliki banyak fungsi, seperti: memberikan kemampuan bagi perusahaaan atau usaha dalam menciptakan manfaat bagi masyarakat, merupakan ukuran dari efektivitas dan efisiensi dalam mencapai manfaat itu, sebagai dasar bagi manajemen dalam mengambil keputusan, dan untuk menciptakan nilai, dan seterusnya. Namun, Ellsworth mengingatkan bahwa keuntungan bukan merupakan tujuan akhir, tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan lain seperti posisi strategis perusahaan; sehingga tidak dimaksimalkan dalam arti yang sempit [23]. Agaknya pandangan yang sempit ini merupakan pendorong dari konsep maksimalisasi keuntungan oleh Milton Friedman [24], sehingga menjadi isu yang berkaitan dengan masalah moralitas. Pandangan ini bertitik tolak pada pertimbangan materialistik dan kepentingan pemilik modal atau pemegang saham semata.
Sehubungan dengan ”apakah maksimalisasi kekayaan pemegang saham itu bersifat imoral?” Dobson menjawabnya dengan memasukan unsur moralitas ke dalam setiap pengambilan keputusan bisnis. Perusahaan perlu mencapai keuntungan yang maksimal untuk mempertahankan kesehatan keuangan, tetapi dengan mempertimbangkan kepentingan stakeholders lainnya. Dobson berkesimpulan bahwa sebagai seorang profesional, orang tidak dapat menghapus akal sehat, atas dasar pertimbangan dan dipengaruhi oleh karakternya. Dalam melakukan pertimbangan, diperlukan kebajikan yang meliputi sikap kehati-hatian, kearifan dan rasa belas kasihan pada orang lain. Perhatian terhadap kepentingan para stakeholders lainnya dapat mendukung kelanjutan kehidupan dari usaha atau perusahaan itu sendiri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keuntungan hanyalah alat untuk mencapai tujuan, tetapi tujuan yang sesungguhnya adalah lebih luas dari sekedar keuntungan [25].
Menurut Hassan, kegiatan berusaha atau berbinis merupakan bagian dari fard kifayah, dimana tanggungjawab sosial harus didahulukan, dari pada memperkaya diri sendiri [26]. Keuntungan pada dasarnya dihasilkan dari kombinasi usaha atau kerja, modal dan risiko. Keuntungan adalah merupakan refleksi dari jerih payah atau hasil ‘kerja’, sekaligus merupakan tanggungan, dari pihak yang memproduksi barang dan usaha dalam menjualnya, atau merupakan nilai yang terealisasi dari muatan tenaga kerja seperti yang dikatakan oleh Ibnu Khaldun [27]. Selanjutnya, beliau mengatakan bahwa peradaban yang besar menghasilkan laba yang besar karena jumlah tenaga kerja yang banyak. Jumlah tenaga yang banyak inilah yang merupakan penyebab laba [28]. Selain itu, Benyamin Franklin mengatakan bahwa “No nation was ever ruined by trade”. Perdagangan tidak akan meruntuhkan negara manapun, justru sebaliknya seperti yang dikatakan oleh Ibnu Chaldun.
Secara menyeluruh, perdagangan dan keuntungan, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an, merupakan faktor penentu dalam menggerakkan ekonomi, yang pada akhirnya akan menambah kamasalahatan umat, atau kesejahteraan sosial masyarakat.


c.   Nabi Saw Sebagai Pedagang
Perdagangan juga merupakan Sunah Nabi Besar Muhamaamd Saw. Pada umur 12 tahun, Muhammad mulai ikut berdagang mengikuti pamannya [29], bahkan sampai ke Syiria[30]. Dari pengalaman ini, Muhammad kemudian memilih bekerja sebagai pedagang dengan menjual barang milik orang lain[31] berdasarkan bagi hasil [32]. Muhammad selalu menghasilkan keuntungan bagi para pemilik barang, atau para investor. Tidak pernah rugi [33]. Sehingga, keahlian beliau dalam perdagangan tidak diragukan lagi. Tambahan pula, beliau dikenal sebagai orang yang paling dapat dipercaya atau Al Amin, dan selalu berkata paling benar dan jujur atau Al Shadiq[34]. Pada akhirnya, Muhammad pada usia dewasa diangkat sebagai manajer di pusat pardagangan Habsyah di Yaman oleh seorang investor besar Makkah, bernama Khadijah[35]. 
  
d.   Perdagangan: Kunci Keberhasilan Cina
Perdagangan merupakan kata kunci keberhasilan ekonomi Cina Daratan.  Berdagang merupakan profesi yang penting dalam masyarakat Cina. Bahkan, anak-anak diikut sertakan dalam membantu orang tuanya dalam berdagang sejak usia dini. Terdapat beberapa alasan logis kenapa mereka memilih untuk berdagang, yaitu: a). Berdagang tidak dibatasi oleh tempat, ruang dan waktu; b). Berdagang memberikan kesempatan bagi orang untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan, dan mengasah insting bisnis agar makin tajam;c). Berdagang adalah pekerjaan yang mandiri; d). Berdagang membutuhkan modal yang tidak besar, dan membuat uang cepat berkembang; e). Berdagang membuka banyak peluang; f). Dunia bisnis menjanjikan kesempatan untuk meraih kekayaan, kemewahan, kesenangan dan kemapanan, atau pada akhirnya mencapai kehidupan yang lebih baik[36].
Indah Hanaco menyimpulkan bahwa masyarakat Cina memiliki karakteristik yang menonjol, yang diperlukan dalam berdagang atau berusaha. Masyarakat Cina bersifat ulet, rajin dan tekun, tahan banting, jujur, inovatif, tidak takut gagal, merencanakan dengan matang, memiliki kemampuan pemasaran, dalam berdagang melibatkan seluruh keluarga, selalu berusaha memperluas usaha, berhati hati, tidak mengenal gengsi, dan pandai melihat dan menggunakan peluang[37].
Pada awal 1980-an, sebagian besar masyarakat Cina berada dalam keadaan miskin, dan tidak memiliki harta-benda yang berarti. Namun, para pengusahanya membangun usaha secara praktis hanya dengan minat, bakat dan kemauan  untuk bekerja keras. Dalam kaitan ini, pemerintah menyediakan infrastruktur dan seperangkat institusi pasar agar para pengusaha dapat berkembang. Infrastruktur yang dimiliki saat ini begitu maju dan baik. Jalan dan jembatan, misalnya,  tidak ada yang rusak. Pemerintah bertanggung jawab untuk mendidik dan membantu masyarakat untuk bekerja demi kebaikan negara. PDB untuk pendidikan ditingkatkan dari 3.4 % dalam tahun 1997 menjadi 5,2 % tahun 2002. Para pengusaha diberikan kebebasan yang memadai dalam berusaha. Amandemen konstitusi mengenai kekayaan pribadi yang paling penting dalam kaitan ini adalah bahwa ”kekayaan pribadi dari warga negara yang diperoleh secara legal tidak boleh diganggu”[38]. Dewasa ini, Cina memiliki paling tidak 6 orang terkaya di dunia dalam daftar Forbes, yang memiliki kekayaan di atas US$4 milyar, dan berusaha dalam bidang minuman, pakan ternak, eceran, baterai dan mobil elektrik, dan ril estat[39].
Pekonomian Cina tumbuh selalu di atas 9% sejak 1978. Tahun 2008, Cina memproduksi mobil lebih dari 11 juta unit, dan telah melebihi tingkat produksi Amerika. Pemerintah sedang memacu para ilmuwan untuk mengembangkan sains dan tehnologi, khususnya tehnologi informasi dan bio teknologi[40]. Di dunia internasional, dengan berhasilnya Cina menduduki peringkat ke-3 dalam perolehan devisa, tentunya ini jelas menunjukkan bahwa Cina telah berhasil dalam perdangangan internasional. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa secara global, Cina mengalami surplus dalam perdagangannya dengan banyak negara di dunia.
Menurut Kristanto, meningkatnya produk China masuk, misalnya ke Indonesia, adalah terutama karena faktor harga, yang lebih murah dibandingkan dengan produk lokal. Hal ini dimungkinkan karena upah tenaga kerja relatif tidak mahal dibandingkan dengan tingkat produktivitasnya. Jadi, upah yang mungkin tidak rendah itu diimbangi dengan produktivitas yang lebih tinggi. Global Competitiveness Report 2009-2010, menunjukkan bahwa efisiensi tenaga kerja China menduduki peringkat 32 dari 132 negara di dunia, sementara  Indonesia berada pada peringkat 75 [41]. 


2.      RIBA
a.   Ayat-Ayat dan Hadist  Riba
Ayat-ayat riba diturunkan secara bertahap. Larangan terhadap riba pertama kali muncul dalam Surat Ar-Ruum (QS, 30 ; 39), yang diturunkan di Mekah. Kemudian, tiga Surat yang lain, yaitu An-Nisaa (QS, 4 ; 161), Ali-‘Imran (QS, 3 ; 130-132), dan Al-Baqaráh (QS, 2 ; 275-281), diturunkan di Madinah. Ketika Surat Ar-Ruum turun, kota Mekah dalam keadaan makmur. Selain aktif dalam bidang perdagangan, warga Mekah memberikan pinjaman uang dengan bunga dan melakukan transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif. Umumnya, utang telah merupakan alat pemenuhan terhadap kebutuhan yang mendesak dari kaum yang secara ekonomi kurang beruntung[42].
Surat kedua, An-Nisaa (QS, 4 ; 161) turun di kota Madinah,  karena pada waktu itu kegiatan riba telah meluas, dan surat ini tidak semata-mata ditujukan untuk kaum Yahudi di kota itu. Ayat ketiga, Ali-‘Imran (QS, 3 ; 130), diturunkan di Madinah pada saat perang Uhud. Pihak musuh mempraktikan riba untuk membiayai tentaranya, atau kemungkinan lain pihak muslim tergoda mempraktikkan riba untuk membiayai perang[43]. Surat Al-Baqarah diturunkan di Thaqeef, ketika Nabi Muhammad SAW hampir menyelesaikan misinya di situ, dan dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun bentuk tambahan atas pinjaman.    
Surat Al-Baqarah (QS, 2 ; 279) mengisyaratkan bahwa apabila manusia tidak meninggalkan sisa-sisa riba maka “Allah dan Rasul-Nya akan memerangi para pelaku riba”. Sebagai dasar pelarangan ini, riba memiliki unsur kezaliman. Jika riba dihapuskan, maka kezaliman akan pula hapus, seperti tersirat dalam kalimat ”Jika kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya” [44].
Larangan terhadap riba secara jelas nampak pada ayat-ayat Al-Baqarah (QS, 2: 275-281), Ali-‘Imran (QS, 3: 129-130), An-Nisaa (QS, 4 : 161) dan Ar-Ruum (QS, 30 : 39), yang menyebutkan; walaupun keuntungan dari perdagangan berbeda dengan dari riba, hanya keuntungan dari dagang diijinkan; ketika meminjamkan uang, muslim hanya diijinkan untuk mengambil kembali pokok pinjaman dan mengorbankan pokok tersebut jika peminjam tidak mampu membayar kembali utangnya[45], atau si peminjam perlu diberi keringanan; riba menghilangkan karunia Allah terhadap harta; riba dipersamakan dengan penyisihan yang salah dari harta milik orang lain; muslim harus menghindari riba demi untuk kesejahteraannya sendiri[46]. 
Nabi Muhammad SAW melaknat pemakan riba, karena merupakan tindakan memakan harta orang lain tanpa jerih payah dan risiko. Orang kaya memperoleh kemudahan atas jerih payah orang miskin.  Riba merusak semangat manusia untuk bekerja[47] mencari uang, dan dapat membinasakan perorangan dan masyarakat, dunia dan akhirat. Riba dipersamakan dengan penyakit masyarakat lainnya, seperti prostitusi, dan jika menyebar mengakibatkan kemurkaan Allah[48].


a.      Pengertian Riba
Riba adalah tambahan terhadap nilai pokok pinjaman yang diberikan oleh seorang kepada orang lain, atau dari seorang kreditor ke debitor. Dalam perekonomian modern, pinjam meminjam ini terutama berkaitan dengan uang, sedangkan tambahan yang dimaksud berupa bunga. Filsuf Anthena kuno, Aristóteles, berpendapat bahwa riba merupakan hasil yang tidak wajar, karena diperoleh dari jerih payah orang lain. Beliau beranggapan, bahwa uang tidak bisa melahirkan uang atau pecunia pecuniam non parit, karena uang sepatutnya dapat dihasilkan dari kerja dan usaha[49]. Di zaman jahiliah, tambahan itu dikenakan kepada debitor yang tidak mampu membayar utangnya tepat waktu. Jadi, tambahan itu sekaligus bersifat penalti. Sehubungan dengan ketentuan riba dalam Al Qur’an, sejumlah Hadist Nabi SAW sangat tidak menyarankan agar manusia tidak berutang, kecuali dalam keadaan terdesak.
Surat Al-Baqarah (QS, 2 ; 275) menyebutkan bahwa Allah Swt mengharamkan riba, yang artinya bahwa pinjam meminjam uang atau lainnya tidak diperkenankan mengenakan bunga bagi peminjam atau debitor. Itu sebabnya peminjam uang hanya bersifat saling membantu, atau bersifat sosial. Karena bunga atau tambahan atau bunga tidak boleh dibebankan kapada debitor, maka pinjam meminjam uang tidak dapat dikomersialkan. Islam menetapkan, bahwa kegiatan pinjam meminjam uang merupakan kegiatan sosial, tidak boleh memberikan imbalan atau tambahan pembayaran terhadap pembayaran utang.   
Telah merupakan kesepakatan umum diantara para ahli, termasuk Umar Chapra, bahwa yang dimaksudkan riba adalah bunga[50] dalam segala bentuk[51]. Bunga bank, seperti yang dipahami banyak orang, yang memberikan kepastian terhadap perolehannya, dan ditentukan di depan, yang berarti tanpa risiko, tidak dibenarkan dalam Islam[52]. Adalah kombinasi dari usaha atau kerja, modal dan risiko yang menghasilkan return terhadap modal atau uang. Oleh karena itu, keuntungan harus dibagi, demikian pula risiko[53]. Pengusaha berbagi keuntungan dengan pemilik modal sesuai dengan hasil yang diharapkan bersama, tidak ditentukan di depan seperti bunga, tetapi ditetapkan sesuai dengan perkembangan hasil usaha dalam waktu yang berjalan.
Di lain pihak, riba cenderung bersifat tidak produktif, dan menambah risiko usaha dalam perdagangan dan industri. Risiko bisnis bertambah karena pertama, bunga ditetapkan di muka, terlepas dari naik turunnya pendapatan atau laba yang dapat dihasilkan oleh bisnis yang dibiayai oleh utang yang berbunga itu. Kedua, dari perhitungan break even point atau yang lazim disebut BEP, pengusaha, yang membiayai produksinya dengan menggunakan utang yang berbunga, harus dapat berproduksi dan menjual barang dagangannya dengan kuantitas yang lebih banyak, agar mencapai titik impas; ini jelas menambah kadar risiko bisnis. Bagi penerima bunga, kreditor memperoleh pendapatan tanpa kerja, dan atas risiko bisnis yang ditanggung sendiri oleh debitor. Hal ini bertentangan dengan Islam, yang mewajibkan orang bekerja keras untuk memperoleh rezeki, sebagai kekayaan yang halal, serta berbagi risiko.


b.      Fungsi Uang Dalam Islam
Karena tambahan atas uang ketika dipinjamkan dilarang, maka uang tidak dapat diperdagangkan, atau memiliki harga, seperti bunga. Uang adalah nilai pembanding terhadap nilai barang atau jasa yang dipertukarkan; menandingi counter value, atau nilai atau manfaat barang dengan mana uang dipertukarkan. Uang[54] digunakan terutama sebagai médium of exchange, dan jika  diperlakukan sebagai komoditas maka  akan menjurus pada  transaksi ribawi[55]. Berbeda dengan ekonomi Islam, di dunia barat atau ekonomi konvensional, uang merupakan komoditas, dengan harga berupa bunga. Vogel mengatakan, bahwa “(In Islam) Money is not treated as a commodity, as in the West…”[56].
Karena Islam melarang adanya riba, dan menganjurkan untuk menjauhi utang (uang) bahkan dalam perdagangan atau usaha, maka ekonomi Islam lebih menekankan pada unsur modal sendiri atau modal bersama ketika berusaha atau berbisnis dalam bentuk kemitraan. Modal bersama ini merupakan dana investasi, yang menyerupai modal, atau bersifat equity based, dan dengan demikian prinsip leverage tidak dapat dipakai.  Prinsip leverage atau gearing dalam banyak kasus di dunia telah mendorong timbulnya kegiatan ekonomi yang spekulatif.  Di lain pihak, sistem keuangan Islam yang terstruktur dengan baik tidak mengijinkan kegiatan spekulatif atau untung-untungan[57]. Dilarangnya riba bukan berarti peminjaman uang sama sekali dilarang, tetapi diminimalkan[58]. Nabi Saw diriwayatkan memperingatkan umat Islam untuk tidak terlibat dalam utang, kecuali dalam keadaan terpaksa[59].
Dalam Islam, uang adalah sarana untuk mencapai tujuan dan bukan tujuan itu sendiri[60]. Islam menggunakan uang hanyalah sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditi seperti yang dianut oleh kaum kapitalis. Motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan bertransaksi[61], atau dalam bahasa Keynes untuk bertransaksi dan berjaga-jaga, tidak untuk berspekulasi. Transaksi yang bersifat spekulasi, gharar atau maysir, dilarang dalam Islam.
Oleh karena itu, teori endogenous money dalam Islam pada hakekatnya berarti permintaan uang adalah representasi dari seluruh kebutuhan transaksi dalam sektor riel [62]. Masudul Choudhury berpendapat, bahwa uang yang beredar hanya setara dengan yang dibutuhkan untuk bertransaksi di sektor riel atau disebut sebagai uang endogen. Pendapat ini juga diungkapkan oleh persamaan Irving Fischer, yaitu M . V = p . q.  Permintaan akan uang meningkat, jika kapasitas dan volume sektor riel meningkat. Teori ini tidak mendikotomikan antara pertumbuhan uang di sektor moneter dan pertumbuhan nilai tambah uang di sektor riel[63].
Imam Ghazali menggambarkan uang sebagai alat perantara bagaikan kaca antara harta dengan kerja, dan hanya merefleksikan nilai dari barang[64]. Karena uang bukan sebagai komoditi, maka perbankan syariah tidak mengenal pinjam-meminjam uang dengan bunga dalam transaksi komersial atau tijarah-nya. Dalam Islam, pinjam meminjam uang merupakan transaksi yang bersifat sosial atau tawa’un. Untuk tujuan ini, disediakan suatu konsep qardu hasan atau pinjaman tanpa bunga.
Uang hanya berpotensi untuk menjadi modal, dan dikenal sebagai salah satu aspek dari produksi[65]. Supaya menjadi modal, uang dikonversi terlebih dahulu menjadi alat produksi, untuk menghasilkan pendapatan atau keuntungan. Di lain pihak, riba cenderung bersifat tidak produktif, dan menambah risiko bisnis dalam perdagangan dan industri, dan berimplikasi bahwa orang memperoleh pendapatan tanpa kerja.


d.   Implikasi Riba Kontemporer

Konsep ekonomi Islam, dengan melarang riba, lebih menekankan pada produksi barang dan jasa, sehingga lebih produktif, dengan sejumlah kebajikan yang dapat dihasilkannya. Karena keuntungan dari usaha atau berdagang diijinkan, maka tersirat bahwa ekonomi Islam lebih menekankan pada sektor riel.  Faktor-faktor riel yang terkait, seperti perbaikan dalam teknologi, dan sumber daya manusia, serta pembukaan lapangan kerja, akan mendorong peningkatan secara bertahap dalam produksi atau kegiatan ekonomi[66]. Pengenaan bunga, di lain pihak, dapat membuka peluang penggunaan utang untuk tujuan tidak produktif atau spekulasi, atau tidak selalu berkaitan dengan produksi barang dan jasa, atau sektor riel. Terdapat beberapa  alasan logis kenapa riba dilarang. Dalam perkonomian kontemporer, alasan ini, antara lain,  dapat dikemukakan di bawah ini:


1).  Menimbulkan Ketidakadilan
Alasan peminjaman uang terdiri dari 2 kemungkinan. Pertama, peminjaman uang terpaksa dilakukan untuk kebutuhan pribadi yang mendesak, dan umumnya orang dalam keadaan seperti ini tidak memiliki cadangan uang atau tabungan. Tidaklah etis jika si peminjam dibebankan bunga. Kedua, peminjaman uang diperlukan untuk usaha atau produksi barang atau jasa. Setiap usaha atau bisnis selalu mengandung unsur ketidakpastian terlepas sehubungan dengan dimensi ruang dan waktu. Hasil operasional dari suatu usaha apakah untung atau rugi tidak dapat dipastikan pada awal usaha, kecuali hanya dapat diperkirakan. Ketidakpastian akan hasil yang akan dapat diperoleh merupakan risiko bisnis, dan risiko ini bertambah besar dengan adanya unsur bunga. Dalam kaitan pinjam meminjam, debitor yang menjalankan usaha menanggung sendiri ketidakpastian tersebut dengan dua kemungkinan; mengalami kerugian, atau memperoleh keuntungan. Di lain pihak, kreditor dijamin memperoleh keuntungan yang pasti di awal transaksi, terlepas apapun yang terjadi terhadap bisnis debitor yang dibiayai itu[67]. Dengan demikian, peminjam menanggung dan bertanggungjawab terhadap seluruh risiko bisnis yang dibiayai. Pada saat yang sama, pemberi pinjaman tidak menanggung risiko apa-apa dan bahkan dijamin memperoleh pendapatan yang telah dipastikan di awal transaksi. Keadaan seperti ini tidak sesuai dengan sistem ekonomi Islam[68].
Dalam hal utang digunakan untuk membiayai barang modal untuk berproduksi, ketidakadilan antara kreditor dengan debitor terjadi karena; beban bunga berakumulasi tetap dari waktu ke waktu, sedangkan barang modal yang dibiayai mengalami proses depresiasi menuju nol. Ketidakseimbangan ini tentunya akan menimbulkan masalah lain bagi pengusaha, dan akhirnya juga merupakan masalah bagi perekonomian dan masyarakat secara menyeluruh. Untuk mengatasi masalah ini, Islam menyediakan fasilitas ijarah, yaitu penggunaan manfaat barang dengan sewa.
Nabi Muhammad SAW dalam salah satu sabdanya tidak menganjurkan peminjaman uang, kecuali dalam keadaan sangat mendesak. Tampaknya, sabda ini lebih diarahkan pada orang-perorang untuk keperluan konsumsi.  Sedangkan untuk usaha, adalah sulit untuk menemukan investor (muslim sekalipun) yang akan meminjamkan dananya dalam bentuk pinjaman tanpa bunga[69]. Untuk tujuan itu, Islam menyediakan konsep pembiayaaan sesuai dengan syariah seperti Mudharabah atau Musyarakah, dan riba diganti dengan pembagian keuntungan. Di samping itu, utang hanya timbul karena pembelian barang atau jasa dengan pembayaran secara tempo[70].


2).  Membuat orang Kaya Bertambah Kaya
Riba juga dianggap eksploitatif, karena cenderung menguntungkan si kaya, yang memiliki uang lebih di atas kebutuhannya,  dengan memperoleh keuntungan atau tambahan yang pasti, atas beban orang yang lemah yang menanggung seluruh risiko; sehingga, kekayaan akan terkonsentrasi pada kelompok orang tertentu[71] atau untuk diri mereka sendiri[72]. Kameel Mydin Meera menambahkan, karena kaya, kelompok minoritas ini cenderung memiliki marginal propensity to consume yang rendah, sehingga uang dan kekayaan lebih terkonsentrasi di tangan mereka[73].  Keadaan ini tidak dikehendaki oleh Al-Qur’an, seperti yang disebutkan dalam Surat Al-Hasyr (QS., 59 ; 7)[74], yaitu Islam menghendaki kekayaan bersirkulasi dalam masyarakat seluas mungkin, sehingga perbedaan antara si miskin dan si kaya secara alami mengecil[75]. Namun, apa yang terjadi dengan adanya bunga, adalah yang sebaliknya, atau melebarkan kesenjangan sosial.
Maududi, seperti yang dikutip oleh Triyuwono, mengatakan keadaan yang diuraikan di atas akan menimbulkan gangguan terhadap alur kekayaan dalam masyarakat, dan mengalihkan aliran uang dari yang miskin ke yang kaya, dan akhirnya membawa masyarakat ke arah kehancuran[76].


3).  Bunga Menciptakan Inflasi dan Dapat Menurunkan Standard of Living
Dalam sistem keuangan yang ada di dunia saat ini, uang dan bunga merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Uang yang ada di setiap negara merupakan fiat money atau ’uang atas unjuk’, dan dikeluarkan karena adanya seigniorage[77], yaitu hak ekslusif untuk mencetak uang yang dimiliki oleh pemerintah pusat suatu negara. Dalam kaitan dengan bunga, Kameel Mydin Meera menjelaskan sebagai berikut: jika saat ini diasumsikan terdapat uang yang beredar atau money supply dalam bentuk pinjaman sebanyak Rp 100 milyar, dan diberikan bunga 10% atau Rp 10 milyar, bukan berarti bahwa jumlah  Rp 10 milyar sebagai bunga telah ada dalam sistem keuangan atau masyarakat. Dari segi pemerintah, tambahan uang untuk bunga ini perlu dicetak, dan kemudian disalurkan ke sistem.  Jika dilihat dari segi debitor yang meminjam uang, dua hal yang mungkin terjadi, tambahan uang diciptakan dalam bentuk pinjaman untuk pembayaran bunga misalnya dalam rangka restrukturisasi atau reschedule pinjaman, atau bank menyita jaminan yang ada dari debitor. Dalam hal yang terakhir ini berarti  kekayaan yang riel berpindah tangan dari debitor ke bank, pada akhirnya kepada otoritas pencetak uang[78].
Untuk menghindari inflasi atau mempertahankan stabilitas harga, dengan mengacu pada persamaan Quantity Theory of Money dari Fisher (1911), MV = PV[79], money supply yang terus berkembang karena unsur bunga harus terus menerus diimbangi dengan pertumbuhan dalam output riel. Jika pertumbuhan money supply lebih cepat dari pertumbuhan sektor riel, maka selisihnya merupakan tingkat inflasi[80]. Tingkat inflasi yang tinggi atau hiperinflasi[81] akan menurunkan daya beli, memperburuk standard of living dan akhirnya menghancurkan masyarakat[82]. Oleh karena itu, Kameel Mydin Meera mengatakan bahwa fiat money dan seigniorage tidak dapat berfungsi sebagai maqashid al-syariah, atau mewujudkan  kemashlahatan manusia di dunia dan di akhirat[83].


4).  Menimbulkan Dikotomi dalam Perekonomian.
Bunga sebagai konsep harga dari uang telah menimbulkan dikotomi sektor keuangan dan sektor riel, yang masing-masing berjalan terpisah berdasarkan kepentingannya yang berbeda.  Dalam hal ini, Fathurrahman berpendapat, “secara de facto, konsep interest rate ini di dunia telah memberi jarak (gap/distorsi) dan tidak adanya keterkaitan langsung antara sektor finansial yang berkembang pesat dan fantastis di satu pihak – dengan sektor riel yang nyata-nyata telah memberikan nafas kehidupan bagi rakyat banyak di lain pihak [84]. Kondisi inilah yang  kemudian memunculkan pertumbuhan ekonomi yang semu atau ”bubble economy”. Pentingnya sektor riel terhadap kehidupan manusia seperti yang diutarakan oleh Fathurahman juga merupakan kesimpulan Hernando De Soto terhadap pandangan Marx mengenai uang. Ekonom dari Peru ini mengatakan bahwa Marx mengerti dengan jelas bahwa “uang dan komoditas itu sendiri tidaklah mengandung lebih banyak capital dibanding dengan alat-alat produksi dan subsistem yang ingin mereka transformasikan ke dalam kapital. Dia juga memahami bahwa jika aset-aset dapat berubah menjadi komoditas dan membuatnya berinteraksi di dalam pasar, mereka dapat mengeluarkan nilai yang tidak terlihat indera, tetapi dapat digunakan untuk menghasilkan keuntungan” [85].
Peristiwa yang membuktikan adanya dikotomi antara sektor riel dan sektor keuangan yang parah dapat dilihat dari sejumlah krisis keuangan, yang terjadi di dunia, dan di Indonesia. Krisis ini terjadi karena penggunaan utang uang (dengan bunga) yang berlebihan, yang melebihi pertumbuhan sektor riel, dan digunakan untuk tujuan yang tidak jelas, atau bukan untuk pembiayaan sektor riel, serta menimbulkan kredit macet dan kegagalan bank yang besar. Dari seluruh Negara yang dilanda krisis pada tahun 1997-1998, seperti Thailand, Korea, dan Malaysia, Indonesia mengalami akibat yang paling parah. Biaya fiskal yang dikeluarkan Indonesia dalam mengatasi krisis mencapai lebih dari 100% dari GDP [86]. Biaya ini merupakan beban yang ditanggung pemerintah dalam rangka menyelamatkan sektor keuangan, yang sesungguhnya merupakan kewajiban bank-bank swasta yang bermasalah. Di samping itu, krisis ini menimbulkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak kecil. Bagi yang kaya, mereka kehilangan sebagian daya beli dan penurunan dalam harta yang dimiliki. Bagi rakyat rata-rata, mereka kehilangan pekerjaan, dan penurunan drastis dalam pendapatannya.
Bagi Indonesia dan umat, krisis moneter yang terjadi tahun 1997-1998 tersebut membawa dampak yang sangat menyedihkan, antara lain: menimbulkan kesengsaraan yang mendalam, karena menambah jumlah rakyat miskin (menjadi 49,5 juta jiwa tahun 1998 dari 22,5 juta jiwa tahun 1996)[87] dan persentase pengangguran terbuka (menjadi 5,46% di tahun 1998 dari 4,68% di tahun 1997)[88], serta menurunkan pendapatan per kapita masyarakat (menjadi US$ 482  per tahun 1998 dari  US$ 1.075  per tahun 1997)[89]. Beban dari sisa kredit macet yang terjadi akan terus ditanggung oleh masyarakat luas, yaitu dalam bentuk bunga dari obligasi senilai kurang lebih Rp 400 triliun[90]. Jumlah ini tidak akan terlunasi, kecuali di-write off oleh pemerintah, dan dilupakan oleh masyarakat pembayar pajak.


C. PENUTUP

Ketentuan Al Qur’an merupakan petunjuk yang benar dan berlaku untuk sepanjang masa. Kebenaran ini dapat disimak dari berlakunya petunjuk tersebut dalam hal perdagangan dan riba, yang berlaku sejak diturunkannya Al Qur’an hingga sekarang; dan keduanya mengacu kepada dua sektor ekonomi yang berbeda, dengan penekanan dan manifestasi yang berbeda. Perdagangan berorientasi pada sektor riel yang bermuara pada produksi barang jasa dan pembukaan lapangan kerja, yang diperlukan oleh umat manusia dari waktu ke waktu. Riba melekatkan diri pada sektor keuangan, dan cenderung berkembang menjauhkan diri dari keterkaitannya dengan sektor riel; dengan menimbulkan dikotomi, dan menunjukkan penggunaan utang atau uang sebagai komoditas yang berlebihan, yang dapat berarti uang digunakan tanpa counter value yang sepadan dalam bentuk barang dan jasa, sehingga menimbulkan krisis keuangan di dunia dan Indonesia. Selain menimbulkan ketidak adilan, menurunkan kesejahteraan sosial masyarakat, dan memperbesar ketimpangan sosial, riba pada tingkat yang ekstrim menimbulkan krisis keuangan dan membawa kemudharatan yang besar bagi masyarakat umumnya.
           















DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004.
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang (Muhammad as a Trade), Cetakan II, Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy, 1997.
Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Pustaka Alvabet, Ciputat, Jakarta: Pustaka_alvabet@yahoo.com, 2005.
Bowie, Norman E., A Kantian Theory of Capitalism, Ruffin Series in Business Ethics, ABI/INFORM Global, 1998.
Choudhury, Masudul Alam, Money in Islam, A Study in Islamic Political Economy. London: Routledge, 1997, hlm. 14; Suprayitno, 2005.
Chow, Gregory C. Memahami Dahsyatnya Ekonomi China, Jakarta: IKAPI, 2011.
De Soto, Hernado, The Mystery of Capital, Rahasia Kejayaan Kapitalisme Barat,  Qalam, qalampress@yahoo.com, 2006.
Fathurrahman Jamil,  Fiqh Muamalah, Jakarta: Universitas Trisakti.
DiVanna, Joseph A., Understanding Islamic Banking, The Value Proposition That Transcends Cultures, Cambridge: Leonardo and Francis Press, ltd, 2008.
Dobson, John, Is Shareholder Wealth Maximation Immoral ? Financial Analysts Journal, Sept/Oct 1999; 55, 5; ABI/INFORM Global, 1999.
Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2005.
El-Diwany, Tarek, The Problem With Interest, Sistem Bunga Dan Permasalahannya, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.
Ellsworth, Ellsworth, Richard R., Tujuan Perusahaan, In Craig L. Pearce, Joseph A. Marciariello, dan Hideki Yamawaki, Drucker Difference, Jakarta: Ufuk Press, 2010.
Gymnastiar, Abdullah, Hermawan Kartajaya, Berbisnis dengan Hati, Jakarta: MarkPlus & Co, 2004.
Haron, Sudin, Islamic Bank, Rules & Regulation, Petaling Jaya, Malaysia : Pelanduk Publications (M) Sdn Bhd,  1997.
Hasan, Zubair, ”Theory of Profit: The Islamic Viewpoint”, Res.Islamic.Econ. Vo.1, No.1, pp 3-14, 1983.
Hassan, M. Kabir, “Islamic Banking in Theory and Practice: The Experience of Bangladesh”, Mangerial Finance, 25, 5 ; [1999].
Indah Hanaco, Belajar Dagang dengan Orang Tionghoa, Jakarta: Agogos Publishing, 2011.
Lings, Martin, Muhammad, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik., Jakarta: Serambi, 2005.
Litan, Robert E., (et.al), Financial Sector Governance, The Roles of the Public and Private Sectors, Washington DC: Brookings Institution Press, 2002.
M. Umer Chapra, The Islamic Vision of Development in the Light of Maqasid Al-Shariah, Jeddah: Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank,  2007.
Majalah Ekonomi Syariah, Vol. 2 No. 4, EKABA-USAKTI, 2003.
Mankiw, N. Gregory, Teori Ekonomi Makro, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2004. 
Meera, Ahmed Kameel Mydin, The Theft of Nations, Returning to Gold. Subang Jaya, Malaysia: Pelanduk Publications,  2004.
Muldrew, Craig, The Economy of Obligation, The Culture of Credit and Social Relations in Early Modern England. New York: Palgrave, 1998.
Nik Mohamed Affandi Bin Nik Yusoff, Islam & Buisness, Selangor: Publications (M) Sdn Bhd, 2002.
Obaidullah, Mohammed, Islamic Financial Markets, Towards Greater Ethics & Efficiency. New Delhi: Institute of Objective Studies,  2004.
Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an, Bandung: Mizan Media Utama, 2007.
Qardhawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam.Jakarta: Gema Insani Press,  1997.
Rawzy, Sayed Al Asgher. Muammad Rasulullah Saw., Jakarta: Pustaka
Saeed, Abdullah, Islamic Banking and Interest, a Study of the Prohibition of Riba and Its Contemporary Interpretation. New York: E.J. Brillm, 1996.
Shirazi, Shirazi, Habib, Islamic Banking Contracts, Publication No. 6, Banking Training Center, Central Bank of The Islamic Republic of Iran, Teheran, 1988.
Sofyan S. Harahap, Akuntansi Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004.
Sofyan S. Harahap, Pelajaran dari Krisis Asia, Jakarta: Pustaka Quantum, 2002.
Statistik 60 Tahun Indonesia Merdeka, Badan Pusat Statistik, Jakarta, Indonesia, 2005.
Triyuwono, Iwan, Organisasi dan Akuntansi Syariah. Yogyakarta: LKiS,2000.
Usmani, Muhammad Imran Ashraf, Meezanbank’s Guide to Islamic Banking, Darul-Ishaat, Karachi, 2002.
Ustadz Rich, dan Laode, Rasulullah’s Business School, Jakarta: Ihwah, 2011.
Vogel, Frank E. Samuel L. Hayes III, Islamic Law and Finance, Religion, Risk and Return. London: Kluwer Law International, 1998.
Warde, Ibrahim, Islamic Finance in the Global Economy, Edinburg: Edinburg University Press, 2001.
Zaid, Omar Abdullah, Akuntansi Syariah, Kerangka Dasar & Sejarah Keuangan dalam Masyarakat Islam, Jakarta: LPFE Universitas Trisakti, 2004.


[1] Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an, Bandung: Mizan Media Utama, 2007, hlm. 59.
[2] Quraish Shihab, Ibid, hlm. 57.
[3] Quraish Shihab, Ibid, hlm. 63.
[4] Secara umum praktik bunga disebut riba al-qard, yang berhubungan dengan imbalan yang melipatkan pinjaman, atau melibatkan pembebanan atas pinjaman dalam bentuk apapun karena berlakunya waktu, atau disebut juga sebagai riba an–nasi’ah (bunga karena waktu). Dalam kondisi apapun, penambahan nilai uang yang dipinjamkan harus dilakukan di samping pokok pinjaman, dan ditentukan di awal transaksi. Riba ini juga sebagai riba jahiliah, karena banyak dipraktekan pada jaman jahiliah. Riba al-buyu terjadi jika kualitas maupun kuantitas dari jumlah yang dipertukarkan secara bersamaan tidak sesuai. El-Diwany, 2003, hlm. 171. Menurut Syahdeini, riba An-Nasi’ah terkait dengan tambahan bayaran yang dibebankan dalam transaksi pinjaman, sedangkan riba Al-Fadhl bertalian dengan tambahan bayaran yang dibebankan dalam transaksi penjualan. Syahdeini, 2005, hlm. 16. Karim dalam bukunya “Bank Islam”, menguraikan tiga macam riba. Yang pertama, riba fadl, atau riba buyu, yaitu yang timbul dari akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistan bi mistlin), sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bi yadin). Yang kedua, riba nasi’ah, atau riba duyun, yaitu yang timbul akibat hutang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko (al-ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al-kharaj bi dhaman). Nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi lainnya.  Riba nasiah timbul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian. Atau dalam kata lain, al- ghunmu (untung) tanpa al-ghurmi (resiko), al-kharaj (hasil usaha) tanpa dhaman (biaya); al-ghunmu dan al-kharaj timbul hanya dengan berjalannya waktu. Ketiga, riba jahiliyah, yaitu hutang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman, karena peminjam tidak dapat mengembalikannya pada saat jatuh tempo yang ditetapkan. Memberi pinjaman adalah transaksi kebaikan (tabarru), sedangkan meminta kompensasi adalah transaksi komersial (tijarah). Riba jahiliyah dilarang karena terjadi pelanggaran kaídah “Kullu Qardin Jarra Manfa’ah Fahuwa Riba” atau setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba. Adiwarman Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004, hlm. 34.
[5] Surat Al-Mulk (QS,  67 ; 15) dan Al-Jumu’ah (QS, 62 ; 10).
[6]  Marthon, Said Sa’ad. Ekonomi Islamm Di Tengah Krisis Ekonomi Global. Jakarta: Zikrul Hakim, 2004, hlm. 48.
[7] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2005, hlm.  3.
[8] Nik Mohamed Affandi Bin Nik Yusoff, Islam & Buisness, Selangor: Publications (M) Sdn Bhd, 2002, hlm. 3.
[9] Eko Suprayitno, Loc.Cit. 2005, hlm. 3.
[10] Adiwarman Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi Kedua, Cetakan Kedua, September 2004, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, hlm. 365.
[11] Mankiw, N. Gregory, Teori Ekonomi Makro, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2004, hlm. 56. 
[12] Sofyan S. Harahap, Pelajaran dari Krisis Asia, Jakarta: Pustaka Quantum, 2002, hlm. 19.
[13] Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang (Muhammad as a Trade), Cetakan II, Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy, 1997, hlm. 323 – 326.
[14] El-Diwany, Tarek, The Problem With Interest, Sistem Bunga Dan Permasalahannya, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003, hlm. 210.
[15] Sofyan S. Harahap mengutip dari Tirmizi dan Mansor. Sofyan S. Harahap, Akuntansi Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, hlm. 210.
[16] Sofyan S. Harahap mengutip dari Tirmizi dan Mansor. Idem.
[17] Bowie, Norman E., A Kantian Theory of Capitalism, Ruffin Series in Business Ethics, ABI/INFORM Global, 1998, hlm. 37.
[18] A trade (with or without deferment of payment of price) is a risky and permissible investment.  It is different from pure riba based risk free debt. A seller in a trade, whether on spot or deferred payment basis, is free to charge any price and the profit that accrues to him is legitimate. Obaidullah, Mohammed, Islamic Financial Markets, Toward Greater Ethics & Efficiency, New Delhi: Institute of Objective Studies, 2004, hlm. 23.
[19] Vogel, Frank E., Samuel L. Hayes III, Islamic Law and Finance, Religion, Risk And Return. Boston: Kluwer Law International, 1998, hlm. 113.
[20] Hasan, Zubair, ”Theory of Profit: The Islamic Viewpoint”, Res.Islamic.Econ. Vo. 1, No. 1, pp 3-14, 1983.
[21] Gymnastiar, Abdullah, Hermawan Kartajaya, Berbisnis dengan Hati, Jakarta: MarkPlus & Co, 2004.
[22] Muldrew, Craig, The Economy of Obligation, The Culture of Credit and Social Relations in Early Modern England. New York:  Palgrave, 1998, hlm. 140.
[23] Ellsworth, Richard R., “Tujuan Perusahaan”, In Craig L. Pearce, Joseph A. Marciariello, dan Hideki Yamawaki, Drucker Difference, Jakarta: Ufuk Press, 2010, hlm. 143.
[24] Sofyan S. Harahap, Akutansi Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, hlm. 171.
[25] Dobson, John,Is Shareholder Wealth Maximation Immoral ?”, Financial Analysts Journal, [1999].
[26] Hassan, M. Kabir, “Islamic Banking in Theory and Practice: The Experience of Bangladesh”, Mangerial Finance, 25, 5 ; [1999].
[27] Adiwarman Karim, Loc.Cit, hlm. 365.
[28] Adiwarman Karim, Loc.Cit, hlm. 365.
[29] Ustadz Rich, dan Laode, Rasulullah’s Business School, Jakarta: Ihwah, 2011, hlm. 177.
[30] Lings, Martin, Muhammad, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik., Jakarta: Serambi, 2005, hlm. 43.
[31] Rawzy, Sayed Al Asgher, Muammad Rasulullah Saw, Jakarta: Pustaka Zahra, 2004, hlm. 46.
[32] Ustadz Rich, dan Laode, Loc.Cit., hlm. 225.
[33] Ustadz Rich, dan Laode, Loc.Cit., hlm. 226.
[34] Lings, Martin, Muhammad, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik., Jakarta: Serambi, 2005, hlm. 51.
[35] Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, Jakarta: Swarna Bhumy, 1997,  hlm. 7.
[36] Indah Hanaco, Belajar Dagang dengan Orang Tionghoa, Jakarta: Agogos Publishing, 2011, hlm. 21, 22, 35, 36, 37.
[37] Indah Hanaco, Ibid, hlm. 40- 89.
[38] Chow, Gregory C, Memahami Dahsyatnya Ekonomi China, Jakarta: IKAPI, 2011, hlm.  8.
[39] Chow, Gregory C, Ibid, hlm. 20-26.
[40] Chow, Gregory C, Ibid, hlm. 35, 50.
[41] Kristanto, 2002, hlm. 123- 125.
[42] Saeed, Abdullah, Islamic Banking and Interest, a Study of the Prohibition of Riba and Its Contemporary Interpretation, New YorkL: E.J. Brillm, 1996, hlm. 40.
[43] Haron, Sudin, Islamic Bank, Rules & Regulation, Pelanduk Publications (M) Sdn Bhd, Petaling Jaya, Malaysia, 1997, hlm. 49.
[44] Qardhawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Cetakan I, Gema Insani Press, Jakarta, 1997, hlm. 183.
[45] Al-Baqaráh (2 ; 280); Kaum muslim diminta untuk bersikap adil terhadap peminjam uang. Jika mereka tidak mampu membayar hutangnya, 2 alternatif yang dapat dilakukannya; pertama, memperpanjang masa pembayaran kembali. Kedua, merubah pinjaman menjadi sedekah. Yang kedua merupakan alternatif terbaik bagi muslim. Haron, Sudin, Loc. Cit, hlm. 56.
[46] Warde, Ibrahim, Islamic Finance in the Global Economy, Edinburg : Edinburg University Press, 2001, hlm. 58.
[47] Kerja keras dan berpartisipasi dalam kegiatan kreatif ekonomi merupakan kewajiban setiap muslim (QS. Al-Jumu’ah 62: 10). Warde, Ibrahim, Ibid, hlm. 62.
[48] Qardhawi, Yusuf. Loc.Cit., hlm.184.
[49] Qardhawi, Yusuf. Loc.Cit., hlm 184.
[50] Bunga juga ditentang oleh banyak pihak, antara lain Aristoteles, Plato, Hukum Roma (Ius Romanum), Kitab suci Yahudi, dan Perjanjian lama Kristen (K Berten, p 51). Pada saat penyebaran praktek bunga tidak dapat dihindarkan dalam bisnis, pihak gereja melakukan kompromi dan menarik sikap penentangannya secara terbuka. Tahun 1545, hukum Inggris memperbolehkan pembebanan bunga sampai tingkat tertentu, dan jika lebih tinggi dianggap pemerasan. El-Diwany, Tarek, Loc.Cit, hlm. 31.
[51] Abdullah Saeed, edited by Virginia Hooker, hlm. 117.
[52] Vogel, Frank E. Samuel L. Hayes III, Islamic Law and Finance, Religion, Risk and Return. London : Kluwer Law International, 1998, hlm. 87-93.
[53] Abdullah Saeed, Virginia Hooker, hlm. 115.
[54]  Menurut Al-Gazali, fungsi utama uang adalah sebagai alat tukar yang merefleksikan nilai sebuah komoditas, uang ibarat cermin yang tidak berwarna tetapi dapat merefleksikan semua warna. Abu Bakar Siddiq menjelaskan dalam sistem ekonomi Islam, uang mempunyai fungsi sebagai standar nilai dan satuan hitung, alat pembayaran, alat menyimpan kekayaan dan bukan sebagai penimbun kekayaan, dan sebagai alat pembayaran zakat dan kewajiban lainnya.  Marthon, Said Sa’ad, Ekonomi Islam, Di Tengah Krisis Ekonomi Global, Jakarta: Penerbit Zikrul Hakim,   2004, hlm.  117.
[55] Marthon, Said Sa’ad, Ibid, hlm 33.
[56] Vogel, Frank E., Samuel L. Hayes III, Loc.Cit, hlm. 2
[57] El-Diwany, Tarek. Loc.Cit,  hlm. 201.
[58] Chapra, M. Umer, The Islamic Vision of Development in the Light of Maqasid Al-Shariah, Jeddah : Islamic Development Bank, 2007, hlm. 299.
[59] Saeed, Abdulah, Menyoal Bank Syariah, Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo Revivalis, Jakarta: Paramadina, 2004, hlm.  200
[60] El-Diwany, Tarek, Loc.Cit, hlm.  220.
[61] Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005, hlm. 16.
[62] Choudhury, Masudul Alam, Money in Islam, A Study in Islamic Political Economy., London: Routledge, 1997, hlm. 14.
[63] Choudhury, Masudul Alam, Ibid, hlm. 209.
[64] Shirazi, Habib, Islamic Banking Contract, Teheran: The Central Bank Of The Islamic Republic of Iran, 1998, hlm. 39.
[65] DiVanna, Joseph A., Understanding Islamic Banking, The Value Proposition That Transcends Cultures. Cambridge: Leonardo and Francis Press, ltd, 2008, hlm. 28.
[66] El-Diwany, Tarek, Loc.Cit, hlm. 217.
[67] Obaidullah, Mohammed, Islamic Financial Markets, Towards Greater Ethics & Efficiency, New Delhi : Institute of Objective Studies, 2004, hlm. 26.
[68] Majid, M. Nazori, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf, Relevansinya Dengan Ekonomi Kekinian, Yogyakarta: PSEI, 2003, hlm. 255
[69] El-Diwany, Tarek, Loc.Cit, hlm. 204.
[70] Zaid, Omar Abdullah, Akuntansi Syariah, Kerangka Dasar & Sejarah Keuangan dalam Masyarakat Islam, Jakarta: LPFE Universitas Trisakti, 2004, hlm. 108.
[71] Riba is the curse in society, which accumulates money around handful of people, and it results inevitably in creating monopolies, opening doors for selfishness, greed, injustice and oppression. Deceit and fraud prospers in the world of trade and business.  Islam, on the other hand, primarily encourages highest moral ethics such as universal brotherhood, collective welfare and prosperity, social fairness and justice. Usmani, Muhammad Imran Ashraf. Meeanbank’s Guide to Islamic Banking. Karachi, 2002, hlm. 14.
[72] Iwan Triyuwono, Organisasi dan Akuntansi Syariah, Yogyakarta: LKiS,, 2000, hlm. 190.
[73] Meera, Ahmed Kameel Mydin, the Theft of Nations, Returning to Gold, Subang Jaya, Malaysia : Pelanduk Publications, 2004. hlm. 15.
[74]  Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya“ (QS. Al-Hasyr 59 : 7).
[75] Usmani, Muhammad Imran Ashraf, Loc. Cit, hlm. 33.
[76] Iwan Triyuwono. Loc. Cit., hlm. 190.
[77] Seigniorage berasal dari bahasa Perancis, seigneur, yang berarti ‘tuan tanah’. Di abad pertengahan, tuan tanah yang memiliki hak eksklusif untuk mencetak uang . Mankiw, N. Gregory, Teori Makro Ekonomi, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003, hlm. 85.
[78] Meera, Ahmed Kameel Mydin, The Theft of Nations, Returning to Gold, Subang Jaya, Malaysia : Pelanduk Publications, 2004, hlm. 10-11.
[79] M= money supply, V= velocity of money, P= tingkat harga, dan Y=the real output of goods and services. Sebelah kiri persamaan adalah mewakili sektor keuangan, dan sebelah kanan mewakili sektor riel. Apabila money supply meningkat tanpa dibarengi dengan kenaikan produksi barang dan jasa, dengan asumsi V konstan, maka tingkat harga akan naik atau dapat terjadi inflasi.
[80] Meera, Ahmed Kameel Mydin, Loc.Cit, hlm. 12.
[81] Sebab  hiperinflasi adalah karena pertumbuhan uang yang beredar yang berlebihan, dan ini dapat disebabkan karena: defisit belanja negara yang tidak dapat ditutup dari penghasilan pajak dan perolehan hutang, maka pemerintah terpaksa mencetak uang, atau membiayai perang dengan mencetak uang. Mankiw, N. Gregory, Loc. Cit. hlm. 85, 101.
[82] Melalui proses inflasi yang terus menerus, pemerintah dapat mengambil ailh, secara rahasia dan tanpa jejak, bagian penting dari kekayaan penduduknya. Pengambil alihan secara arbitrer ini akan memiskinkan rakyat banyak, dan sebagian yang kaya menjadi kaya. Mankiw, N. Gregory, Loc Cit, hlm.  97.
[83] Adiwarman Karim, Loc.Cit, hlm 319.
[84] Fathurrahman Jamil, Fiqh Muamalah, Universitas Trisakti, Jakarta.
[85] De Soto, Hernado, The Mystery of Capital, Rahasia Kejayaan Kapitalisme Barat,  Qalam, qalampress@yahoo.com. 2006, hlm. 303.
[86] Litan, Robert E., (et.al), Financial Sector Governance, The Roles of the Public and Private Sectors, Washington DC: Brookings Institution Press, 2002, hlm. 4.
[87] Statistik 60 Tahun Indonesia Merdeka, Badan Pusat Statistik, Jakarta, Indonesia, 2005.
[88] Statistik 60 Tahun Indonesia Merdeka. Ibid.
[89] Majalah Ekonomi Syariah, Vol. 2 No. 4, EKABA-USAKTI, 2003.
[90] Menurut Prof. Sofyan, Jumlah kredit macet ini mencapai Rp 800 triliun, yang sebagian merupakan sumbangan terpaksa masyarakat kepada para konglomerat dan para pejabat. Hanya Rp 140 triliun yang dapat dikembalikan, dan sisanya menimbulkan bunga sebesar Rp 80 triliun per tahun masuk ke dalam APBN. Sebagian dari sumbangan yang dimaksud dilarikan ke luar negeri (capital flight), dan diparkir antara lain di Singapura. Sofyan S. Harahap. Krisis Akutansi Konvensional: Menyoal Epistemologi Sekuler Dalam Konteks Mencapai Kesejahteraan Umat Manusia. Jakarta : Trisakti, 2004, hlm. 11.



Tulisan ini diterbitkan di Jurnal QUALITY (Jurnal Manajemen dan Akuntansi untuk Meningkatkan Kualitas SDM), Volume II, No. 11, Juli 2013.

11 komentar:

  1. ARTIKEL YG BAGUS. SMG BERMANFAAT BG BANGSA INI DAN UMAT MANUSIA..

    BalasHapus
  2. PERTANYAANNYA: BGMN LANGKAH KT MEMULAI MERUBAH SISTEM TSB?
    TERIMA KASIH ILMUNYA.

    SALAM KENAL AHMAD FANANI - KEDIRI - JAWA TIMUR.
    fanani.ahmad@gmail.com/081216122742

    BalasHapus
  3. Adakah anda telah mencari bantuan kewangan segera? Anda memerlukan pinjaman segera untuk membayar hutang dan bil yang sedia ada? Sedang mencari perniagaan dari rumah dan pinjaman peribadi, sila hubungi kami sekarang dengan maklumat di bawah. Status: Pekerjaan: Jantina: Nombor Telefon Jumlah pinjaman: Nama anda Duration: Tujuan pinjaman? Nota: Semua jawapan hendaklah hadapan Hubungi kami sekarang di: anitacharlesloancompany@gmail.com atau anitacharlesloancompany@mail.com Terima kasih kerana datang.

    BalasHapus
  4. Hello, saya Encik Stahl, pemberi pinjaman pinjaman swasta yang memberikan pinjaman peluang masa hidup. Adakah anda memerlukan pinjaman segera untuk membayar hutang anda atau anda memerlukan pinjaman untuk meningkatkan perniagaan anda? Anda telah ditolak oleh bank-bank dan institusi kewangan lain? Adakah anda memerlukan pinjaman penyatuan atau gadai janji? mencari lebih banyak kerana kita berada di sini untuk membuat semua masalah kewangan anda satu perkara yang telah lalu. Kami memberi pinjaman wang kepada individu yang memerlukan bantuan kewangan, yang mempunyai kredit yang buruk atau yang memerlukan wang untuk membayar bil, untuk melabur di rumah pada kadar 2%. Saya ingin menggunakan media ini untuk memberitahu anda bahawa kami memberikan bantuan yang boleh dipercayai dan benefisiari dan akan bersedia untuk menawarkan pinjaman. Jadi hubungi kami hari ini oleh-
    E-mel: stahlchristianloanfirm@gmail.com ...

    BalasHapus
  5. Rebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi
    hingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun
    profit,bergabung sekarang juga dengan kami
    trading forex fbsasian.com
    -----------------
    Kelebihan Broker Forex FBS
    1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
    2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
    3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
    4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
    5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL
    Indonesia dan banyak lagi yang lainya
    Buka akun anda di fbsasian.com
    -----------------
    Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
    Tlp : 085364558922
    BBM : fbs2009

    BalasHapus
  6. Aku Widya Okta, saya ingin bersaksi pekerjaan yang baik dari Allah dalam hidup saya kepada orang-orang saya yang mencari untuk pinjaman di Asia dan bagian lain dari kata, karena ekonomi yang buruk di beberapa negara. Apakah mereka orang yang mencari pinjaman di antara kamu? Maka Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman penipuan di sini di internet, tetapi mereka masih asli sekali di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah menjadi korban dari suatu 6-kredit pemberi pinjaman penipuan, saya kehilangan begitu banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan mereka. Aku hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang dari utang saya sendiri, sebelum aku rilis dari penjara dan teman yang saya saya menjelaskan situasi saya kemudian memperkenalkan saya ke perusahaan pinjaman dapat diandalkan yang SANDRAOVIALOANFIRM. Saya mendapat pinjaman saya Rp900,000,000 dari SANDRAOVIALOANFIRM sangat mudah dalam 24 jam yang saya diterapkan, Jadi saya memutuskan untuk berbagi pekerjaan yang baik dari Allah melalui SANDRAOVIALOANFIRM dalam kehidupan keluarga saya. Saya meminta nasihat Anda jika Anda membutuhkan pinjaman Anda lebih baik kontak SANDRAOVIALOANFIRM. menghubungi mereka melalui email:. (Sandraovialoanfirm@gmail.com)
    Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya di (widyaokta750@gmail.com) jika Anda merasa sulit atau ingin prosedur untuk memperoleh pinjaman.

    BalasHapus
  7. Kami dari PT. HOKA HOKI INDONESIA memberitau bahwa perusahaan kami ingin bekerjasama dalam bidang pengurusan barang Import RESMI & BORONGAN

    Service Kami,
    Customs Clearance Import sistem Resmi maupun Borongan
    Penanganan secara Door to Door ASIA & EROPA
    Penyediaan Legalitas Under-Name (Penyewaan Bendera)
    Pengiriman Domestic antar pulau seluruh Indonesia laut dan Udara atau Darat.

    Customs Clearance Port
    Jakarta, Semarang, Surabaya, Belawan & Port Lain nya.

    Dote :
    Kami tidak menerima barang-barang larangan seperti Airsoft Gun, Obat-obatan terlarang.
    Kami tidak bertanggung jawab/ tidak akan mengganti kerugia apabila didapati adanya barang-barang bahaya / Larangan tersebut, dan apabila diketahui barang membahayakan maka kami akan melapor kepada pihak yang berwajib.
    Kami menerima barang-barang seperti Kimia, tetapi kimia yang ada disertai MSDS (Material Safety Data Sheet).

    Terima kasih atas kepercayaan nya,semoga kami dan perusahaan bpk/ibu berjalan dengan lancar.
    Jika ada yang ingin dipertayakan, silah kan hubungi kami di nomor (+62 21) 2906-8484
    Hp wa. 081908060678 E-Mail : andijm.logistics@gmail.com, andijm@hokahokiindonesia.co.id


    = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
    PT. HOKA HOKI INDONESIA
    Shopping Arcade 2nd Floor B-03 Jakarta Garden City,
    Jl. Raya Cakung Cilincing KM. 0,5 Jakarta Timur 13910 Indonesia
    Phone : +62 21 29068484 Fax : +62 21 29068666
    Email : andijm.logistics@gmail.com
    Website : hokahoki.co.id

    Mr. Andi JM BBM : D9CE63FD
    Hp wa. 081908060678, 081385311679

    BalasHapus
  8. Saya adalah Widya Okta dari SURABAYA, saya ingin memberi kesaksian tentang karya bagus Tuhan dalam hidup saya kepada orang-orang saya yang mencari pinjaman di Asia dan sebagian lain dari kata tersebut, karena ekonomi yang buruk di beberapa negara.
    Apakah mereka mencari pinjaman di antara kamu? Maka Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman yang curang di sini di internet, tapi mereka tetap asli sekali di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah menjadi korban penipuan pemberi pinjaman 6-kredit, saya kehilangan banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan mereka.

    Saya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang dari hutang saya sendiri, sebelum saya dibebaskan dari penjara dan teman saya yang saya jelaskan situasi saya, kemudian mengenalkan saya ke perusahaan pinjaman yang andal yaitu SANDRAOVIALOANFIRM. Saya mendapat pinjaman saya sebesar Rp900.000.000 dari SANDRAOVIALOANFIRM dengan tarif rendah 2% dalam 24 jam yang saya gunakan tanpa tekanan atau tekanan. Jika Anda membutuhkan pinjaman Anda dapat menghubungi dia melalui email: (sandraovialoanfirm@gmail.com)

    Jika Anda memerlukan bantuan dalam melakukan proses pinjaman, Anda juga bisa menghubungi saya melalui email: (widyaokta750@gmail.com) dan beberapa orang lain yang juga mendapatkan pinjaman mereka Mrs. Jelli Mira, email: (jellimira750@gmail.com). Yang saya lakukan adalah memastikan saya tidak pernah terpenuhi dalam pembayaran cicilan bulanan sesuai kesepakatan dengan perusahaan pinjaman.

    Jadi saya memutuskan untuk membagikan karya bagus Tuhan melalui SANDRAOVIALOANFIRM, karena dia mengubah hidup saya dan keluarga saya. Itulah alasan Tuhan Yang Mahakuasa akan selalu memberkatinya.

    BalasHapus
  9. Saya ((Angga Annisa)) seorang dermawan dari ISKANDAR LESTARI LOAN FIRM Saya mengalami trauma ketika saya berulang kali melakukan scammed oleh perusahaan pinjaman online dan krisis keuangan saya semakin dalam ketika saya dilempar keluar dari apartemen yang saya sewa. Saya tidak punya pilihan selain mencari untuk pinjaman baik online maupun Bank tapi tidak berbuah saya mencoba mencari cara lain untuk melihat apakah saya bisa diselamatkan dari gejolak keuangan saya tapi tidak ada hasilnya sampai teman saya di BATAM mengenalkan saya kepada Ibu Iskandar via e : ((iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com)) pada awalnya saya meragukannya karena ini juga perusahaan online tapi saya diberi tahu untuk memasang trier yang saya lakukan beberapa jam setelah aplikasi dan pemrosesan pinjaman saya saya terkejut ketika pinjaman saya disetujui bahkan tanpa saya membawa jaminan keamanan dan juga pinjaman dihitung dengan tingkat bunga yang sangat rendah. Dorongan ibu membuat saya terus berjalan dan saya dapat membuktikannya segera setelah pinjaman saya dipindahkan ke rekening Bank saya melalui transfer e-banking. jaringan ch annel jadi saya sangat senang rencana pertamaku dieksekusi karena saya harus mendirikan bisnis sebuah supermarket installaments bulanan saya benar-benar mematuhi semua terima kasih kepada ISKANDAR LESTARI LOAN FIRM tolong hubungkan juga ke ibu melalui BBM INVITE-nya: {D8980E0B} dan juga Jika Anda ingin mendapatkan konfirmasi dari saya, jangan ragu untuk menghubungi saya melalui e saya: (anggaannisa1979@gmail.com)) pengalaman saya bersama Ibu Iskandar memang sukses karena saya sekarang memesan barang dari MALAYSIA supermarket saya sekarang booming ALLAH sangat bagus jangan ragu untuk menghubungi pemberi pinjaman ISKANDAR mereka bukan hanya perusahaan pinjaman online tapi sangat membebani orang-orang Asia dan AFRIKA sama seperti mereka memiliki banyak klien di INDONESIA sehingga Anda tidak perlu takut lagi tentang saya sekarang adalah bisnis yang kaya. wanita "" MASHALLAH ""

    BalasHapus
  10. Adakah anda sedang mencari pinjaman? anda adalah tempat yang tepat untuk penyelesaian pinjaman anda di sini! Jaminan Jaminan Pinjaman memberikan pinjaman kepada syarikat dan individu pada kadar faedah yang rendah dan berpatutan sebanyak 2%. kepada semua kakitangan atau orang, sila hubungi kami untuk bantuan segera segera atau tekanan, kami bangga dengan komitmen kami kepada para pelanggan kami; Diakui, pinjaman peribadi, pinjaman mobil, pinjaman perniagaan / investasi, pinjaman jangka pendek untuk mula memikirkan tentang mendapatkan pinjaman? Anda serius memerlukan pinjaman kecemasan untuk memulakan perniagaan anda sendiri? Adakah anda dalam hutang? Ini adalah peluang anda untuk mencapai keinginan anda, kami memberi pinjaman peribadi, pinjaman perniagaan dan korporat dan apa-apa jenis pinjaman, anda boleh menghubungi Puan Loana George dan hanya log masuk dengan Puan Loana George melalui e-mel: loanageorge11@gmail.com. Anda juga boleh menghubungi saya melalui e-mel ini: sariwulan3600@gmail.com. jika anda mempunyai sebarang keraguan. sila dia satu-satunya yang boleh dipercayai dan boleh dipercayai.

    BalasHapus
  11. Saya Ny. Samantha Brandon, pemberi pinjaman swasta, apakah Anda berhutang? Anda membutuhkan dorongan finansial? pinjaman untuk membangun bisnis baru, untuk memenuhi tagihan Anda, mengembangkan bisnis Anda di tahun ini dan juga untuk renovasi rumah Anda. Saya memberikan pinjaman kepada perusahaan lokal, internasional dan juga dengan tingkat bunga yang sangat rendah 2%. Anda dapat menghubungi kami melalui
    Email: samanthabrandonloanfinance@gmail.com
    Situs web: https://theresafinance.org/.
    Nomor telepon: +1 (281) 720-8403
    Anda dipersilakan untuk bergabung dengan perusahaan pinjaman kami dan kami akan memberikan layanan terbaik untuk Anda.

    BalasHapus