Kamis, 07 Agustus 2014

RIBA: BUKAN BESAR KECILNYA



RIBA: BUKAN BESAR KECILNYA

Oleh: Hendy Herijanto, Dosen IEF, Universitas Trisakti


Tulisan ini menguraikan kenapa riba (baca: bunga) dilarang; bukan karena besar kecilnya, melainkan prinsip dan mudharatnya. Lima mazhab fiqih, dan pakar ekonomi Islam, sepakat bahwa riba dan usury berarti sama (El-Diwany, 2003 : 172; Saeed, 2004 : 73). Tingkat bagi hasil bank syariah, lebih tinggi dari suku bunga bank konvensional, tidak bersifat ribawi, tetapi karena pengaruh operasional dan kompetisi dengan bank konvensional.

Sejarah Pengenaan Bunga
Aristóteles berpendapat bahwa riba merupakan hasil yang tidak wajar, karena diperoleh dari jerih payah orang lain. Uang tidak bisa melahirkan uang atau pecunia pecuniam non parit; uang sepatutnya dihasilkan dari kerja dan usaha (Qardhawi, 1997: 184). Menurut Plato,  konsep bunga merupakan eksploitasi  orang kaya terhadap orang miskin (El-Diwany, 2003 : 32). Baik Aristoteles ataupun Plato tidak mengaitkan bunga dari segi besar-kecilnya. Larangan terhadap bunga telah berlangsung lama, terutama oleh agama samawi, sampai awal masa Kristen. Eropa di abad pertengahan juga melarang riba (Warde, 2001: 64 -65).  
Ketika reformasi Protestan berkonsentrasi pada inovasi di bidang politik ekonomi dan uang, Martin Luther (1483-1546) menganjurkan orang untuk berpartisipasi penuh di dunia dan menentang pendapat gereja. John Calvin (1509-64) menganjurkan usury dilakukan pada hal-hal dan dalam kondisi tertentu. Karena penyebaran praktik bunga tidak dapat dihindari, kalangan gereja merubah sikapnya secara terbuka (El-Diwany, 2003 : 31).
Sejalan dengan masa industrialisasi dan kemenangan ideologi kapitalis, tahun 1545, Inggris mengeluarkan undang-undang yang melegalisir bunga, sampai batas maksimum 10%, dan ketentuan ini menjadi permanen tahun 1571. Jeremy Bentham (1787) membelanya dan menentang hukum anti usury (Warde, 2001 : 65- 67).

Pandangan Menurut Ketentuan Islam
Al Qur’an menyebutkan ”Perdagangan dihahalkan dan riba diharamkan” (Qs, 2 : 275). Ayat lain menentukan bahwa, walaupun keuntungan dari perdagangan sama seperti dari riba, tetapi hanya yang pertama diijinkan.
Perdagangan merupakan kegiatan komersial tertua manusia, sejak zaman primitif dengan sistem barter, berlangsung sampai masa modern saat ini dengan perantaraan uang, dan tetap berlangsung hingga masa depan. Perdagangan merupakan kegiatan awal dan akhir dari kegiatan produksi. Pada awalnya, barang yang diperdagangkan berupa hasil tangkapan atau pertanian, dan kemudian berkembang dengan membuat barang-barang yang diperlukan (Herijanto, 2013).
Perdagangan tidak bersifat kontekstual, karena dapat dilakukan di mana saja dengan hakikat dan mekanisme yang sama, tanpa terkait dengan tempat, waktu, dan modal besar (Herijanto, 2013; Hanaco, 2011). Menurut Nik Mohamed Affandi (2002), perdagangan dapat meningkatkan standar hidup, meningkatkan kekayaan bagi individu dan masyarakat; dan bagi yang kurang berpendidikan, dapat berpartisipasi. Islam menghendaki setiap orang memiliki sumber penghidupan.
Ekonomi Islam menekankan pada sektor riel, yang memerlukan pengembangan teknologi dan sumber daya manusia, (El-Diwany, 2003 : 217). Perdagangan yang berkembang mendorong produksi barang dan jasa, dan membuka lapangan kerja baru. Menurut Mankiw (2006 : 56), kemampuan berproduksi menentukan standar hidup suatu negara. Kekayaan negara terletak pada besarnya tingkat produksi dan surplus neraca pembayaran, bukan karena banyaknya uang; dan peradaban yang besar menghasilkan laba yang besar karena banyaknya tenaga kerja, demikian kata Ibnu Khaldun (Suprayitno, : 203: Karim, 2004 : 365). Benyamin Franklin mengatakan, “No nation was ever ruined by trade”.
Riba. Riba dianggap sebagai tindakan memakan harta orang lain tanpa jerih payah dan risiko, karena ditetapkan di muka, dan kreditor, atau pemilik modal, memperolehnya tanpa harus bekerja. Debitor atau pengusaha, di lain pihak, harus bekerja lebih keras untuk mengembalikan pokok pinjaman beserta bunga. Rugi atau untung, bunga tetap di bayar; sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi pengusaha.
Bunga membuat titik impas lebih tinggi, dan menambah risiko bisnis. Menurut Umer Chapra, jika utang meningkat, beban bunga juga meningkat, tetapi barang modal yang dibiayai dengan utang berdepresiasi menuju nol. Keadaan ini menimbulkan banyak masalah bagi pengusaha, dan bagi perekonomian dan masyarakat (Chapra, 2000 : 276).
Dalam Islam, uang bukan merupakan komoditas dengan bunga sebagai harga, tetapi berfungsi sebagai perantara untuk memudahkan jual-beli. Uang menandingi nilai barang atau jasa yang dipertukarkan.Uang adalah cerminan dari barang”, kata Imam Ghazali (Hakim, 2011: 99). Di samping itu, uang baru menjadi modal setelah dibelikan barang untuk memproduksi barang dan jasa.
Nabi Saw menganjurkan agar manusia menghindari utang, kecuali dalam keadaan terdesak.Namun, untuk kegiatan sosial, perekonomian Islam menyediakan konsep pinjaman tanpa bunga atau ”qard hassan”. Untuk transaksi komersial, Islam menyediakan konsep pembiayaan dengan keuntungan yang dibagi melalui akad mudharabah dan musharakah. Pembiayaan ini tidak bersifat utang, tetapi merupakan dana investasi yang dikelola untuk keuntungan bersama.
Perekonomian kapitalis, di lain pihak, identik dengan utang dan bunga. Konsep leverage menggunakan utang untuk meningkatkan penjualan atau usaha, tetapi mengandung sejumlah kemudharatan, terutama karena ketidakdisiplinan dan utang digunakan tanpa batas, sehingga over leverage. Chorafas (2000) berpendapat bahwa sikap moral seperti itu patut diragukan. Sistem ini memusatkan kekayaan dan kekuasaan pada segelintir orang. Implikasi negatif lainnya adalah:
Pertama, pengenaan bunga menambah persediaan uang dalam masyarakat, sehingga menciptakan inflasi, yang menurunkan daya beli masyarakat (Meera, 2004 : 10-11).
Kedua, pasar kredit diarahkan bagi yang memiliki  kekayaan atau bisnis yang mapan. Moulton (2003) dan Muhammad Yunus (2007) berpendapat, walaupun pemberian kredit seperti itu wajar dan rasional, tetapi bersifat diskriminasi terhadap pihak yang tidak memiliki modal atau kaum miskin.
Ketiga, pemberian kredit yang difokuskan pada sektor tertentu menimbulkan “economic bubbles”, yang kemudian mengempis secara drastis, dan menciptakan kredit macet yang besar di perbankan, seperti di Jepang 1980-1990, Thailand 1997/98, dan Amerika 2008.
Keempat, penggunaan utang, tanpa kedisiplinan atau mengabaikan prudential principles, menimbulkan krisis keuangan, dan menciptakan lending boom; kemudian menimbulkan kredit macet/NPL yang besar. Akibatnya, sejumlah bank ditutup dan menggoncangkan sistem perbankan, seperti di Argentina (2001), Mexico (1994-1995), Jepang (1991), Thailand (1997-1998), Indonesia (1997-1998), Malaysia (1997-1998), dan Korea (1997-1998).
Kelima, utang menimbulkan transfer of wealth dan tidak adil. Penciptaan uang dalam bentuk pemberian kredit timbul karena proses akunting pada pihak bank kreditor, atau dengan mencetak uang di negara kreditor (Meera, 2004 : 10-11). Dalam konteks antar negara, negara debitor harus membayar dengan ekspor sumber daya alamnya kepada negara kreditor. Di sini, manfaat yang diperoleh harus memperhitungkan kerusakan alam yang terjadi.
Keenam, Hadis Nabi Besar Saw mengatakan bahwa orang yang memiliki utang yang besar cenderung berbohong dan mengingkari janji. Ini terjadi pada Yunani, yang merekayasa rating surat utangnya dan melanggar pagu yang ditentukan oleh Uni Eropa.
Keuntungan Pengganti Riba. Keuntungan ribawi bersifat intertemporal, tetapi keuntungan jual beli bersifat pasti dan final. Harga termasuk keuntungan berdasarkan ijab dan kabul. Secara implisit, pembeli menerima harga yang dibayar setara kualitas dan manfaat barang yang dibeli. Penjual memperoleh keuntungan, sebagai jerih payahnya dalam memproduksi dan/atau usahanya menjual, serta merupakan kompensasi terhadap risiko.  Harga yang dibayar secara angsur telah mencakup unsur menunggu sampai pembayaran lunas.  Kehalalannya terletak pada tanggungjawab atau “al-kharaj bi-al- dhaman”, atau ”al-ghurmu bil ghurmi”, karena adanya risiko, atau ”gain accompanies liabilities for loss”. Keuntungan terhadap modal atau uang hanya dapat diperoleh dari kombinasi usaha atau kerja, modal dan risiko. Oleh karena itu, pengusaha berbagi keuntungan dan risiko dengan pemilik modal sesuai dengan hasil yang diharapkan bersama  (Vogel dan Hayes III, 1998 : 113).
Pada intinya, Islam mementingkan lapangan kerja bagi setiap orang, sebagai langkah dasar menuju maqasid al syariah, atau kesejahteraan sosial. Perekonomian tanpa konsep bunga menodorong sektor keuangan melekat dengan sektor riel, sehingga perekonomian menjadi lebih stabil.

Kamis, 29 Mei 2014

ALHAMDULILAH, MASIH ADA KEBAJIKAN NASIONAL DI MASYARAKAT KITA

ALHAMDULILAH, MASIH ADA KEBAJIKAN NASIONAL DI MASYARAKAT KITA

Walaupun proses Pileg yang baru lalu bernuansa negatif, tetapi dengan terpilih nya hanya dua bakal calon presiden dan wakil presiden, terlihat dengan jelas dasar-dasar kenapa masyarakat Indonesia umumnya memilih mereka. Tentunya, itu berdasarkan kelebihan faktor positif di atas faktor negatif yang mereka miliki. Faktor-faktor positif itu adalah kebajikan; dan masyarakatlah yang harus pula mengontrol faktor negatif itu - agar tidak menjelma menjadi realita. Manusia tidak ada yang sempurna. Kesempurnaan hanya miliki Allah Swt.




Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto

Minggu, 04 Mei 2014

ZERO SUM GAMES

ZERO SUM GAMES

Ini adalah salah satu konsep dalam perekonomian kapitalistik. Artinya ada yang menang-ada yang kalah, ada yang untung-ada yang rugi, atau yang "menggaruk"-ada yang "digaruk".

Pada Masa Orde Baru, untuk mempertahankan kekuasaan, "yang digaruk" adalah para konglomerat, dan mereka kemudian "menggaruk" perbankan. Hasil akhirnya adalah Obligasi Pemerintah yang sebagian besar belum terbayar sampai sekarang, yang dulu digunakan untuk penyelamat perbankan.

Pada Masa Reformasi sampai saat ini, "yang digaruk" (baca: dikorupsi) adalah Negara, yang "menggaruk" adalah para oknum pemerintahan atau yang tertarik pada kekuasaan publik. Gunanya adalah untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan tadi, yang secara implisit untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Tampaknya, demikian pula dalam kasus Century, jika ditilik dari kesaksian Sri Mulyani di Pengadilan kemarin.

BOTTOM LINE: "yang tergaruk" adalah rakyat.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto

Kamis, 01 Mei 2014

KE-ISLAM-AN Vs KENYATAAN

KE-ISLAM-AN Vs KENYATAAN

Seorang Ulama Besar Islam berkata:

"Ra'aitu al-Muslimin wa lam ara al Muslimmin", artinya "aku melihat orang Islam di sini, tetapi aku tidak melihat Islam diamalkan di sini".

Kenyataan:

Indonesia memiliki penduduk mayoritas Islam, tetapi tetap memiliki indeks korupsi tertinggi di dunia sampai sekarang.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto

WHAT A CULTURE CAN TELL YOU

WHAT A CULTURE CAN TELL YOU

Di Korea, ketika sebuah fery tenggelam menewaskan lebih dari 200 orang, Presidennya dengan tersendu, dan menundukkan kepala, meminta maaf kepada rakyatnya, karena beliau belum dapat menjamin keselamatan rakyatnya di laut.

Di Indonesia, ketika Tampomas tenggelam di perairan Masalembo dan menewaskan lebih dari 200 orang; dan kemudian, banyak kapal-kapal lebih kecil tenggelam di bagian timur Indonesia sampai sekarang, menghanyutkan banyak manusia Indonesia, karena kelebihan muatan, Presiden tampaknya tidak sempat mendengar berita ini.

OH, INDONESIA KU NAN MALANG.......



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto

Rabu, 30 April 2014

RINGKASAN BUKU “STUDI ISLAM KOMPREHENSIF” (Oleh Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA.)

RINGKASAN BUKU
“STUDI ISLAM KOMPREHENSIF”
 Oleh Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA.

Diringkas oleh: Hendy Herijanto

Buku ini menunjukkan, antara lain, relasi Islam dengan berbagai aspek kehidupan manusia, menjelaskan pesan moral yang dikandung dalam berbagai cabang studi Islam, dan merespons dinamika kehidupan manusia dengan dasar ajaran Islam. Metode yang digunakan bersifat deskriptif analitik, dan normatif teologis, di samping filosofis, historis, dan kultural, dengan merujuk pada Al Qur’an, Al Sunnah, para filsuf, ulama, dan para peneliti keIslaman di Timur dan di Barat.
            Islam sebagai agama yang sempurna diturunkan Allah Swt melalui Nabi Besar Muhammad Saw untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam; serta menyangkut berbagai aspek kehidupan menuju kesejahteraan lahir dan bathin.
Sumber ajaran Islam adalah Al Qur’an, dan Al Sunah, di samping al rayu, dan fakta sejarah sebagai pelengkap sejauh tidak bertentangan dengan dua pertama. Al rayu dapat berbentuk qiyas, urf, al maslahat al mursalah, istishan, qaul al sahabat, ijma al ulama, dan syar’un man qablana. Fakta sejarah merupakan peninggalan masa lalu, yang berbentuk bangunan phisik, lukisan, photo, dan sebagainya.
Prinsip ajaran Islam meliputi: a). sesuai dengan fitrah manusia (muthabaqah li al-fitrah al-nas), b). keseimbangan (al tawazun), c). sesuai dengan keadaan zaman dan tempat (shalihun li kulli zaman wa makan), d). Tidak menyusahkan manusia (la tu’shshir al-naas), e).sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi (muth-abaqah li ilm wa technologiya), f). berbasis pada penelitian (muwaqqaf li hashil al tabayyun), g). berorientasi pada masa depan (muwajjihun li al-zaman al-atiyah), h). kesederajatan (al musawwa), i). keadilan (al-adl), j). musyawarah, k). persaudaraan (al ukhuwah), dan l). keterbukaan (ifatiyah).Inti dari seluruh prinsip ini adalah akhlak mulia dalam arti yang seluas-luasnya.
            Tujuan ajaran Islam adalah untuk mencapai kemaslahatan umat, menjadi rahmat bagi sekalian alam, melalui pemeliharaan agama, akal, jiwa, harta, dan keturunan manusia.
            Karakteristik ajaran Islam meliputi komprehensif (al Syumuliah), kritis, humanis, militansi moderat, dinamis, toleran, responsif, progresif dan inovatif, serta rasional. Karakteristik, di sini, diartikan sebagai sifat atau watak yang khusus, yang berbeda dengan yang lain.
            Pokok ajaran Islam adalah tentang iman atau teologis, ibadah, dan Ihsan. Unsur-unsur ini merupakan tiga serangkai yang berkaitan satu sama lain, yaitu dengan keimanan atau percaya kepada Tuhan, manusia akan mengikuti seluruh perintahNya, sehingga selalu berbuat baik.
            Ilmu-ilmu Al Qur’an adalah ilmu yang berkaitan dengan pembahasan tentang hal ikhwal Al Qur’an, atau disebut juga sebagai ulum Al Quran yang sejajar dengan ulum al-tafsir. Mengenai Al Qur’an sendiri yang dibahas meliputi sebab turunnya Al Qur’an, nasikh mansukh, muhkam mutasyabih, mutlak muqayyad, i’jaz Al Qur’an, qira’at, al gharib dan seterusnya. Metode tafsir meliputi tahlily, maudhuiy, komparasi, dan analisis.
            Ilmu hadis membahas mengenai hal yang berkaitan dengan hadis. Secara garis besar terdiri dari Ilmu Hadis Riwayah, dan Ilmu Hadis Dirayah, yang dari keduanya melahirkan cabang-cabang Ilmu Hadis, seperti Ilmu Rijal al Hadis, dan Ilmu Jarh wa al Ta’dil. Ilmu ini membedakan antara hadis mutawatir dengan hadis ahad, serta hadis dhaif.
            Ilmu pendidikan Islam membahas berbagai aspek pendidikan yang berlandaskan pada nilai-nilai ajaran Islam, dengan corak normatif perenialis, filosofis, historis dan aplikatif. Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan.
            Ilmu dakwah Islam adalah kegiatan ajakan terhadap ajaran agama Islam, atau pendidikan agama yang bersifat non formal. Prinsipnya terdiri dari: a). sukarela tanpa paksaan, b). bijaksana, lemah lembut, dan beradab, c). sesuai dengan tingkatan masyarakat, d). memberikan kemudahan, e). mengembirakan, f). saling, menghargai dan toleransi.
            Fikih adalah ilmu yang membahas tentang hukum syariat yang berhubungan dengan mukalaf yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Fikih lahir dari ilmu fikih dan ushul fikih yang mengandung kaidah-kaidah untuk menetapkan hukum. Dalil yang digunakan berasal dari Al Qur’an, Al Sunah, Ijma, Qiyas, Maslahah Mursalah, Istihsan, urf dan seterusnya.
            Ilmu kalam bertitik tolak dari keyakinan yang kuat terhadap Tuhan, dan meyakini hal-hal yang pokok dalam agama. Ilmu ini dimulai dengan argumentasi yang rasional, sehingga mencapai landasan yang kuat; kemudian, baru mengkaji atau dibandingkan dengan dalil yang setara dalam Al Qur’an. Terdapat beberapa aliran dalam Islam, seperti Jabariah atau Qadariyah; namun, apa yang diperdebatkan hanyalah bersifat cabang atau furu’iyah.
            Filsafat Islam adalah sebuah upaya berpikir secara sistematis, mendalam, radikal, dan universal tentang segala sesuatu dalam batas yang diijinkan oleh Islam. Berbeda dengan filsafat barat yang liberal, filsafat Islam bertujuan untuk memperkuat akidah, ibadah, dan akhlak. Berfilsafat sangat di anjurkan dalam Islam karena berkaitan dengan perintah Tuhan dan Sunah Nabi Saw agar manusia menggunakan akalnya.  
            Paham tasawuf dan tarekat berkembang karena adanya motivasi yang kuat untuk dekat dengan Tuhan dalam rangka mengimbangi kecenderungan manusia terhadap keduniawian, seperti materialistik, hedonistik, pragmatis, dan kapitalis.
            Sejarah Islam berupaya untuk mengkonstruksi dan menceritakan kembali kejadian masa lalu, untuk dijadikan pelajaran, bahan renungan, dan peringatan dalam menatap ke  masa depan. Dengan mengamalkan ajarannya, Islam mengalami kemajuan yang pesat sebelum diambil alih oleh Eropa dan Barat; mengalami kemunduran karena tidak lagi berpegang pada ajaran Al Qur’an dan Al Sunah.  
            Kedokteran Islam, pada dasarnya, sama dengan kedokteran umum, dan perbedaannya terletak pada nilai-nilai moral dan akhlak dalam mengembangkan dan menggunakan ilmu tersebut, sesuai dengan tuntutan ajaran Islam.
            Ekonomi Islam dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam untuk mencapai ‘rahmat bagi sekalian alam’, dan mensejahterahkan masyarakat secara seimbang; bersifat antroposentris dan teosentris, karena memadukan usaha dan kreativitas manusia berdasarkan nilai-nilai Islam.
            Sosial dan politik dalam Islam berkaitan dengan istilah ummat, qaum, syu’ub, dan qabail untuk yang pertama; untuk yang kedua, uli al amr, muluk, khalifah, wali,  dan ra’in. Islam tidak menentukan bentuk dan sistem politik, tetapi lebih mementingkan moral, etika, dan aspek spiritual dari sosial dan politik Prinsipnya, antara lain, egaliter, keadilan, saling,menghormati,  dan manusiawi.
            Psikologi Islam didasarkan pada ajaran Islam terutama tentang manusia sebagai makluk yang utuh, ditentukan dari dalam dan luar dirinya dengan berbagai potensi kejiwaaan; dan diperlukan untuk mewujudkan kehidupan yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Objek kajiannya meliputi al nafs, al qalb, al ruh, dan seterusnya.
             Islam yang dipraktikkan di bumi tampil dengan berbagai ragam dengan dampak positif dan negatifnya; dan dalam tataran empirik terdiri dari 31 macam, yang antara lain, adalah Islam normatif, politik, formalistik, dogmatik, fundamentalis, dan lainnya. Keberagaman ini perlu dihargai sebagai hasil ijtihad, dan dianggap sebagai suatu kekuatan setelah dikurangi kelemahannya, agar dapat menuju ‘rahmat bagi sekalian alam’.
            Perbedaan pendapat dalam Islam disebabkan adanya ayat Al Qur’an yang bersifat dzanni, Hadis Ahad, dan penyebab lainnya, yang harus dipelajari dengan memandangnya sebagai suatu keniscayaan, dan perlu dikelola dengan arif bijaksana, dan secara dewasa.
            Terlepas dari tujuan Barat  mempelajari Islam, belajar ke Barat dapat dilakukan sehubungan dengan kaidah jalbu al-mashalih wa dar’u al-mafasid.
            Sebagai simpulan, Islam komprehensif didasarkan pandangan yang utuh, sesuai dengan ayat-ayat Al Qur’an dan Hadis Nabi Saw, yufassiru ba’dhuhu ba’dhan, memiliki visi, misi dan tujuan yang saling berkaitan, berdimensi teologis, ritualistik, moralitas, humanis theocentris, tidak mengenal dikotomi antara Tuhan dan ilmu pengetahuan, akal dan wahyu, dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, individu dan masyarakat dan seterusnya, tidak memberikan tempat bagi yang bersifat radikal, dan menuju ‘rahmat sekalian alam’.





DAFTAR PUSTAKA
  
Nata, Abuddin. (2011). Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana Pranada Media Grup.


Senin, 21 April 2014

RESUME CHAPTER 11: PROBLEMS OF ISLAMIC RESEARCH IN POLITICAL SCIENCE




RESUME
CHAPTER  11:  PROBLEMS OF ISLAMIC RESEARCH IN POLITICAL SCIENCE

BY MUHAMMAD NEJATULLAH SIDDIQI[1]




Diresume oleh:

Hendy Herijanto



Untuk melakukan riset Islam secara serius dan sistematis dalam ilmu politik, kita perlu mempertimbangkan berbagai aspek dari kehidupan, dan menemukan persoalan utama yang memerlukan perhatian. Sehubungan dengan alasan-alasan historis, kita perlu untuk memulainya dengan persoalan yang sangat mendasar, sehingga dapat meformulasikan konsepsi yang jelas mengenai pendekatan Islam terhadap berbagai aspek dari kehidupan politik manusia. Sudah menjadi suatu kebiasaan untuk memberikan perhatian khusus pada “sistem politik Islam” atau “sistem ekonomi Islam”, tetapi kita tidak dapat mengerti hal ini kecuali jika kita pertama kali berusaha untuk mengerti pendekatan atau filosopi Islam yang berkaitan dengan aspek kehidupan manusia ini.

Pembahasan teoritis yang rinci mengenai pendekatan fundamental Islam terhadap kehidupan politik, misalnya, diperlukan sebelum mengerti sistem politik Islam seperti halnya dalam situasi kontemporer. Sebagai suatu kenyataan, prinsip yang mendasar telah diberikan Islam agar sistem itu dapat diformulasikan dalam konteks ruang dan waktu. Dengan demikian adanya, periset Islam haruslah memberikan prioritas utama pada masalah-masalah filosofis dan teoretis mengenai kehidupan politik atau ekonomi.

Untuk memulainya, kami mengusulkan untuk membahas  aspek politik terlebih dahulu. Kita perlu mengenal persoalan-persoalan penting dalam kaitan dengan teori politik Islam. Telah dikatakan bahwa ilmu politik dimulai dan berakhir pada Negara. Dari segi pandangan Islam, persoalan kita adalah mengenai teori negara.

Sumber-sumber Islam sangat jelas dalam hal perlunya organisasi politik dan sifatnya. Pada saat yang sama terdapat ruangan yang cukup untuk berspekulasi dan melakukan riset murni mengenai asal-usul historis dari organisasi politik dalam masyarakat manusia. Pentingnya masalah ini bagi manusia modern tidaklah perlu diperdebatkan lagi. Justifikasi rasional adanya negara terletak pada tujuan dan fungsinya, dan ke arah ini pula perhatian kita  harus ditujukan. Hal kedua yang penting adalah sifat negara yang dipikirkan oleh Islam. Pada dasarnya, fungsi negara adalah tidak lain dan tidak bukan merupakan refleksi dari tujuan negara dalam kaitan dengan kondisi kehidupan tertentu. Dapatlah dikatakan bahwa sifat dan tujuan negara adalah yang perlu ditentukan terlebih dahulu oleh pandangan Islam.   

Pembahasan mengenai sifat dari negara menimbulkan pertanyaan mengenai kedaulatan ke permukaan. Dari pandangan Islam, hal tersebut menjadi topik yang sangat kritis dari teori politik. Tidak ada hal lain yang menimbulkan divergensi yang esensil antara pendekatan Islam dengan pendekatan yang lain terhadap masalah politik selain masalah kedaulatan.

Islam meletakkan kedaulatan absolut pada Allah Swt. Ini menimbulkan sejumlah pertanyaan yang harus dijawab secara jelas arti dari pernyataan ini dan implikasinya. Sesungguhnya, kehendak Allah adalah yang paling utama, final, dan tidak terbagi, komprehensif, dan absolut. Kenabian yang datang kemudian, hukum syariah,  yang tercakup dalam Al Qur’an dan Sunnah Nabi Saw – merupakan sumber yang utama dan tidak ada yang lain untuk mengetahui Kehendak dari yang Berdaulat. Di luar sumber ini, tidak ada lagi sumber lain dalam abad apapun yang akan datang. Jelaslah, bahwa kenyataan ini memiliki implikasi yang penting terhadap ruang lingkup dan sifat dari kedaulatan ini. Dilihat dari sudut pandang teori ilmu politik, isu ini bersifat unik di samping rumit bagi konsepsi kedaulatan dan memerlukan pintu masuk yang terus menerus, sehingga kehendak itu dapat bekerja menurut keperluan dari keadaan yang ada. Jika kita berbicara mengenai “Kedaulatan” Allah Swt, kita harus mendefinisikan kembali “Kedaulatan” dalam kaitan dengan sifat dan ruang lingkupnya.

Dalam kata lain, Kedaulatan Allah, yang berimplikasi tidak lain tidak bukan, adalah kedaulatan hukum Syariah - hukum Islam. Hal ini, pada tingkat yang langsung, menimbulkan persoalan interpretasi. Untuk menangani persoalan negara, hukum syariah memerlukan interpretasi dan inferen. Siapa yang berhak untuk melakukan hal tersebut? Dan interpretasi siapa yang dapat digunakan, untuk kepentingan praktis, yang sesuai dengan kehendak Yang Berdaulat? Jawaban terhadap pertanyaan ini akan memperjelas sejauh  mana Islam sama atau berbeda dari “teokrasi” seperti yang telah kita ketahui. Dari pandangan praktis, rakyat dapat dianggap sebagai otoritas akhir untuk menerima atau menolak interpretasi khusus apapun dari syariah. Rakyat dapat menyetujui atau menolak penunjukkan ulama untuk tugas itu. Jelaslah, akan terdapat perbedaan pendapat mengenai dua dari tiga alternatif yang disebutkan di atas. Pilihan dalam kaitan ini akan memberikan implikasi yang jauh sehubungan dengan sifat dari negara dan bentuk pemerintahan yang muncul.

Apakah melalui aplikasi langsung atau melalui interpretasi atau inferens, hukum syariah tidak mencakup seluruh persoalan dari negara modern. Seperti yang kita ketahui pula, tidak pernah dimaksudkan demikian. Hukum syariah sendiri memberikan ruang yang cukup untuk pembentukkan hukum manusia dalam semangat yang sama, seperti halnya dalam hukum syariah. Negara Islam modern memerlukan legislasi syariah tambahan untuk mengatur persoalan-persoalan manusia dan untuk memastikan tujuannya. Kembali, di sini, kita dihadapkan dengan pertanyaan, siapa yang dianggap dapat bertindak sebagai otoritas akhir untuk tugas itu. Jika hal ini ditangani oleh rakyat, seperti biasanya, bagaimana prosedurnya untuk membuat keputusan? Haruskah dengan metode demokratis atau ditentukan oleh Amir, kepala negara Islam – yang menikmati kewenangan khusus untuk bertindak sebagai legislator?

Pada umumnya, negara Islam dianggap menyukai metode demokratis., tetapi kemudian, sejauh mana demokrasi ini diterapkan haruslah didefinisikan. Karena itu akan memberikan bobot yang signifikan pada bentuk pemerintahan, haruslah dibicarakan bentuk demokrasi yang bagaimana dari sejumlah bentuk organisasi demokrasi politik yang ada, dan yang sesuai dengan pandangan syura dari Islam.                       

Orang dapat berargumentasi bahwa rakyat, yang menggunakan metode demokrasi, dapat membuat undang-undang mengenai hal-hal yang tidak diputuskan oleh syariah, dan juga dapat bertindak sebagai otoritas akhir untuk menerima atau menolak setiap interpretasi khusus dari syariah. Pandangan ini membawa kita kembali pada pertanyaan pertama mengenai kedaulatan dalam Islam. Apakah itu berarti bahwa, dalam ikatan yang ditentukan oleh syariah, adalah rakyat yang sesungguhnya berdaulat dalam negara Islam?  Karena, hal itu dapat diperdebatkan, bahwa idea dari Kedaulatan utamanya adalah mengeluarkan kepatuhan kepada kehendak manusia. Bahwa rakyat, dengan menggunakan kehendak bebasnya, telah memutuskan untuk tunduk pada hukum syariah, dan membatasi diri mereka pada bingkai, yang selanjutnya, ditentukan oleh hal itu, yang sama sekali tidak mempengaruhi posisi mereka sebagai yang berdaulat.

Tugas untuk menentukan posisi Islam mengenai kedaulatan, oleh karenanya, menjadi sangat rumit dan kompleks. Di sisi lain, kita harus menyadari setiap keterangan dari posisi ini dapat melemahkan tempat yang sebenarnya dari hukum syariah  dalam kaitan dengan negara Islam. Di pihak lain, kita harus bersikap cukup realistik untuk mengerti posisi itu tanpa harus bersifat sentimentil atau merasa gelap.

Pada tahap ini, kita cukup puas dengan pertanyaan yang mendasar mengenai sifat dari negara Islam. Masih harus ditambahkan bahwa justifikasi rasional dari teori yang khusus ini juga merupakan tugas yang harus dicakup oleh periset Islam. Kepentingan kita adalah mengerti pendekatan Islam dan menempatkannya pada posisi yang meyakinkan.   

Masih terdapat sejumlah pertanyaan mengenai sifat dari negara Islam. Dalam teori kedaulatan Islam, orang dapat berargumentasi bahwa negara Islam merupakan institusi berdasarkan prinsip-prinsip perintah Tuhan dan tradisi Kenabian yang ditentukan oleh perintah Tuhan. Dapatkah kita mengatakan bahwa terdapat unsur Tuhan dan kesuciannya dilekatkan pada negara Islam? Apakah perintahnya memiliki karakter Tuhan karena hal itu? Atau apakah kita dapat beranggapan bahwa hanya hukum Islam seperti yang dikandung dalam Al Qur’an yang bersifat wahyu, dan negara sendiri tidak mengandung unsur itu? Dalam hal ini, penemuan kita akan menentukan sifat dari pemerintahan, karakteristik dari perintahnya, dan juga terhadap kewenangan dari negara Islam.   

Dalam kaitan dengan tujuan dari negara Islam, orang dapat kembali berargumentasi bahwa adalah suatu perangkat dan agen yang mempertahankan keseimbangan dalam berbagai kepentingan, untuk menetapkan keadilan dalam masyarakat, dan memastikan bahwa berbagai keperluan dari kemanusiaan dipenuhi dalam cara yang seimbang dan harmonis. Kepada sistem itu pula dipercayakan tanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual dan material dari masyarakat. Tujuan ini dan tujuan yang lain dari negara dalam Islam memerlukan penjelasan dan eksposisi dalam kaitan dengan konteks kontemporer. Perhatian khusus harus diberikan pada aspek dari tujuan-tujuan ini yang berkaitan langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Apa yang dimaksud dengan  kesejahteraan komprehensif dari Islam? Sejauh apa perbaikan ekonomi dan kesejahteraan materi membentuk bagian dari tujuan Islam?  Tujuan-tujuan ini memerlukan penelitian analitis menuju pada penilaian fungsi ekonomi dan kesejahteraan yang realistik dari negara Islam dalam keadaan kontemporer. Dalam hal ini, kita harus membedakan antara fungsi yang langsung mengalir  dari idea mengenai tujuan-tujuan itu seperti yang dinyatakan dalam hukum syariah dan fungsi-fungsi yang dapat atau tidak dapat dilaksanakan oleh negara yang sesuai dengan kehendak rakyat.
Pada umumnya, terdapat anggapan bahwa Islam menempatkan individu dan masyarakat pada tempat yang lebih penting, dan negara tunduk pada kepentingan mereka. Jika kita menerima pandangan ini, dan memandang negara Islam sebagai alat menuju jaminan dan perkembangan individu, maka kita harus mengikuti implikasi dari pandangan ini terhadap hak-hak individu dan statusnya dalam kaitan dengan negara. Dalam melakukannya, kita harus mendefinisikan jiwa dari “individualisme” Islam dan batasannya yang jelas.
Setelah kita membahas secara saksama sifat, tujuan, dan kewenangan dari negara Islam, berdasarkan justifikasi rasional dan analisis sosiologis dari kesimpulan yang diperoleh, maka kita telah sampai pada jarak yang dekat dengan garis besar dari teori negara Islam. Seperti yang telah dikemukakan di awal tulisan, teori inilah yang memberikan justifikasi dan perlunya negara Islam.
Di samping teori negara Islam, terdapat sejumlah besar masalah yang dihadapi oleh periset Islam dalam ilmu politik misalnya bentuk pemerintahan, berbagai organ dari negara dan fungsinya. Terdapat juga pertanyaan mengenai cabang pemerintahan dan sifat dari pemilihan umum dan persoalan partai politik. Kemudian sifat ideologis dari negara Islam melekatkan signifikasi yang khusus pada pertanyaan mengenai minoritas, hak-hak mereka dan status mereka dalam kaitan dengan negara dan pemerintahan. Hak-hak dan status perempuan juga memerlukan pertimbangan politis. Ini dan persoalan yang lain dari teori politik memberikan ide yang jelas mengenai tugas dari periset islam. Tetapi, karena kurangnya ruang untuk bergerak, kita membatasi diri hanya pada teori negara.
 Penelitian terhadap persoalan dari teori negara Islam di atas memerlukan perhatian dari kolega yang tertarik pada topik ini. Pertama-tama, kita akan memaklumi jika ada hal-hal yang mungkin terlewati dalam membahas topik yang telah dikemukakan. Kedua, agaknya lebih tepat untuk mengkonsentrasikan perhatian pada metodologi riset Islam mengenai topik yang sedang dibicarakan. Ketiga, agaknya bukan  tidak tepat jika beberapa pembaca menawarkan sejumlah daftar pustaka dari karya-karya yang komprehensif yang harus diketahui oleh periset Islam selama melakukan penelitian mengenai topik yang dimaksud. Daftar pustaka ini seyogianya mencakup keduanya penulis modern dan Islam dari masa lalu dan dewasa ini. Dengan keinginan ini, dapat menghasilkan pembahasan yang berguna dan dapat kami tawarkan kepada para pembaca.  





DAFTAR PUSTAKA

Siddiqi, Muhammad Nejatullah. 1995. “Problems of Islamic Research in Political Science”, dalam Conceptual and Methodological Issues in Islamic Research: A Few Milestones. Muhammad Mumtaz Ali (ed). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
















[1] Siddiqi, Muhammad Nejatullah. 1995. “Problems of Islamic Research in Political Science”, dalam Conceptual and Methodological Issues in Islamic Research: A Few Milestones.  Muhammad Mumtaz Ali (ed). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Hal. 177-182.

Rabu, 16 April 2014

TIDAK MEMBERIKANNYA KEPADA YANG MEMINTA

TIDAK MEMBERIKANNYA KEPADA YANG MEMINTA

Nabi Besar Muhammad Saw, yang juga diikuti oleh Khalifah Umar Bin Khatab, tidak memberikan pekerjaan publik kepada yang meminta; bahkan, berdasarkan tafsir dari Surat Al Qashas (QS, 28:26) oleh Buya Hamka, dan Hadis Nabi Saw, menyebutkan bahwa ketika terdapat orang yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan, tetapi orang itu tidak dipilih, maka tindakan itu disamakan sebagai suatu tindakan yang mengkhianati Allah Swt dan RasulNya (Hamka, 2008:121).

Lantas, bagaimana dengan keadaan sekarang, jabatan publik yang tidak terlepas dari money politics?



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn

MONEY POLITICS: EVEN STRONGER

MONEY POLITICS: EVEN STRONGER

Memang makin vulgar, lebih berani, dan transparan.

Baru duduk untuk bersosialisasi, ucapan, seperti "Pak, masyarakat di sini, tidak akan nyoblos kalau tidak ada uangnya", sudah sering di dengar secara langsung, di hadapan orang banyak yang hadir dalam banyak pertemuan.

Pada malam sebelum hari "H", banyak orang datang ke rumah Tim Sukses untuk menawarkan suara dengan serangan fajar.

Ini lebih buruk dari tahun 2009, karena saya mengalami sendiri, yang juga telah di konfirmasi dari berbagai laporan dan liputan Metro TV.

SAYA TIDAK PERNAH MEMBAYAR APAPUN UNTUK MEMPEROLEH PEKERJAAN KOMERSIAL DI SWASTA, KENAPA SAYA HARUS BAYAR UNTUK JABATAN PUBLIK?

PERTANYAAN INI MEMERLUKAN JAWABAN.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn

Rabu, 09 April 2014

SELAMAT PAK PRABOWO; As an Indonesian, I am very proud of you.

SELAMAT PAK PRABOWO

As an Indonesian, I am very proud of you.

Anda satu-satunya tokoh dari Indonesia, non pemerintah, yang sungguh-sungguh mengikuti, mendorong, membantu, memberikan tambahan pengacara lokal, dan menghadiri sidang di Malaysia, sampai seorang wanita muda Indonesia, yang sangat lugu dan berasal dari daerah terpencil, dan bagian keluarga yang ekstra sederhana, BEBAS DARI HUKUMAN MATI di negeri orang.

Anda juga amanah, karena anda telah menunaikan pesan ayahanda Wilfrieda, yang disampaikan oleh beliau kepada anda sebelum meninggal.

Tindakan itu sangat manusiawi, tetapi bernilai sarat akhirati; dan juga menggambarkan jiwa dari seorang perwira yang sejati. Itu juga merupakan ibadah kepada Allah Swt.

LUAR BIASA, BAGI SEORANG INDONESIA MASA KINI.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn

DEMOKRASI YANG KEBABLASAN

DEMOKRASI YANG KEBABLASAN

Seorang teman dari Thailand memberikan suatu definisi tambahan pada kata "demokrasi". Kata ini memang terdengar sangat mulia, tetapi mengandung kelemahan yang harus diwaspadai, yaitu "legitimized by few, approved by many".

Maknanya dapat disimak dari apa yang telah terjadi di negara kita.

Perubahan ke empat dari UUD 45 telah menghilangkan tugas MPR untuk menetapkan "Garis-garis haluan negara". Ini artinya presiden dan DPR dapat menentukan arah negara, sesuai dengan kebutuhan per lima tahun, atau bersifat jangka pendek. Kepentingan jangka pendek biasanya mengalahkan kepentingan jangka panjang.

Contoh lain, yang baru terjadi, adalah usaha untuk merubah KUHAP dan KUHP, yang tampak dengan jelas merupakan usaha untuk memperlemah peran KPK, yang sangat diperlukan oleh bangsa Indonesia secara menyeluruh. Sejarah menunjukkan, bahwa penindakan korupsi sejak zaman Bung Hatta, sampai masa Orde Baru, tidak pernah berhasil secara signifikan. Bahkan, semakin parah sejak Otda diterapkan. Hanya, dewasa ini, KPK dapat menunjukkan hasil secara umum yang lumayan; dan para hakim pun telah memperberat hukuman bagi para koruptor, dan mulai memiskinkan mereka.

Jangan heran kalau Freeport, yang ternyata mengandung deposit emas terbesar di dunia, yang dulu dikatakan "tembaga", dengan kontrak yang terlalu panjang, dan telah diperpanjang pula, hanya memberikan bangsa Indonesia kepemilikan di perusahaan itu sebagai minoritas, dengan saham sekitar 15% - juga merupakan hasil usaha "mendemokrasikan" Indonesia secara liberal.

Tanyalah pada rakyat Singapura, atau paling tidak dengan para supir taksi di sana, bagaimana demokrasi diterapkan di negara itu. Koran Wallstreet Journal pernah dibredel, dan peredarannya sangat dibatasi. Bisnis, "yang menghasilkan dan untuk kepentingan rakyat banyak", dikuasai negara, walaupun ada di antara supir taksi itu yang mengeluh.

Seorang jendral AD dari Taiwan juga memberikan komentar yang sama. Demokrasi di sana juga ada batasnya. Tampaknya, juga di Korea.

OLEH KARENA ITU, RENUNGKAN KEMBALI APA YANG TELAH KITA LAKUKAN BUAT BANGSA INI, DALAM KAITAN DENGAN KONSEP "DEMOKRASI".



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn

Jumat, 21 Maret 2014

WHY PRABOWO SUBIANTO?

WHY PRABOWO SUBIANTO?

This is my honest and humble opinion. Mr. Prabowo is a most decent candidate for Indonesian next presidency. WHY?

First, he was born rich. For people like him, normally and theoritically, they tend to have a diminishing propensity to accumulate wealth, while in power. Obviously, he has that tendency. In his military career, people have never seen him in that direction.

Secondly, one of his uncle, at least, was a hero, one of "the Pahlawan Seribu" who perished in a daring fight against the Dutch in Tangerang, beside his father was also a notable economist that Indonesia have ever had. Corollarily, he inherited a strong heroic and intelectual blood. I understand from my friend, also from Akabri, Mr. Prabowo speaks four or five foreign languages; of course, beside javanese language.
Thirdly, in his military career, Mr. Prabowo was a truely combat soldier, and he strongly and tightly holds the "Sapta Marga" Codes. This, together with his inherited heroic blood, he must have a very strong nationalism, who will defend his country, his people, the country's natural resources and, in short, his home land - inside out with no compromises whatsoever.

Fourthly, despite being an ex "commando", Mr. Prabowo has always shown being a natural humanist as we have seen in his tours. Not only that, my friend told me, that one day, while he was still in charge as The DanJen, Mr. Prabowo was quite angry when some of his troop came late for a ceremony. Those who being late reported to him that they came late because they didnot have watches. What Mr Prabowo did after that was that he bought a lot of watches and distributed them to his troop. I also learnt from my friend, that Mr. Prabowo often bought military equipments when needed using his own money.

Fifthly, after he has left his military career, Mr. Prabowo has been engaged in, at least, some social activities, and communicating well with people in all walks of life, including students and the minorities.

Indonesia is in a dire need for a strong, firm, and honest leader, who can put the country's interest on top of everything else, of course having no tendency to corrupt, and can sustain any pressures from both, domestic and international environments. With the above points, I strongly believe, Mr. Prabowo is the one.

So, friends, all facebookers, let's support him, and give him a chance to dedicate himself to the only interest of our country, our people, and our future.
Thank you so much.


Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn

Minggu, 16 Maret 2014

RESUME CHAPTER 9: PROBLEMS OF ISLAMIC RESEARCH IN ECONOMICS



RESUME
CHAPTER  9:  PROBLEMS OF ISLAMIC RESEARCH IN ECONOMICS

BY MUHAMMAD NEJATULLAH SIDDIQI[1]




Di-resume oleh: 
Hendy Herijanto




Sebagai suatu tatanan sosio ekonomi dan politik yang lengkap, Islam memiliki prinsip-prinsip petunjuk yang penting bagi aspek kehidupan ekonomi, atau yang merupakan sub sistem ekonomi dari masyarakat. Di masa lalu, para sarjana muslim telah memberikan perhatian yang memadai dalam menguraikan, melakukan interpretasi, dan formulasi dari prinsip-prinsip ini ke dalam konteks kondisi kehidupan mereka sendiri, khususnya ke dalam teknik produksi dan metode organisasi yang kemudian berlaku. Riset Islam modern menerima banyak manfaat dari upaya-upaya tersebut.

Di pihak lain, perkembangan ekonomi  kontemporer  juga sangat menggembirakan. Walaupun penekanannya masih pada ilmu ekonomi positif, diskusi pada tataran normatif juga populer. Berbarengan dengan usaha menjelmakan ilmu ekonomi ke dalam formulasi matematis dan konstruksi geometris, juga bermunculan sejumlah besar literatur mengenai aspek ekonomi dari tingkah laku manusia dari pandangan psikologis dan sosiologis. Usaha-usaha dengan pendekatan integratif, sintetis, terhadap persoalan ekonomi juga berkembang. Perkembangan saat ini telah mendorong perlunya menghadirkan pendekatan Islam di dalam persoalan ekonomi.          


BAGAIMANA BISA MENGERTI FENOMENA EKONOMI

Pertama-tama, yang perlu dimengerti  adalah individu dan keinginannya, sebagai titik awal dari analisis ekonomi. Terdapat kecendrungan untuk menganggap bahwa keinginan individu sebagai sesuatu yang given, ketika melakukan analisis ekonomi yang terkait. Hal ini dimungkinkan dengan membuat asumsi dan pandangan mengenai kehidupan tertentu. Karena jika tidak, maka keinginan manusia merupakan fenomena yang selalu berubah. Keinginan itu selalu berubah dengan berubahnya pandangan mengenai kehidupan, sistem nilai dari individu, motif-motif tertentu dalam situasi tertentu, dan sejumlah faktor eksternal lainnya, seperti karakteristik kultural, adat dan tradisi, serta lingkungan phisik. Untuk memperoleh pengertian yang benar dan komprehensif, variabel- variabel ini harus dibahas dan konsekuensi dari variasinya terhadap keinginan individu perlu ditelaah.


KEINGINAN INDIVIDU DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Signifikasi khusus perlu dilekatkan pada penelitian mengenai keinginan individu dari pandangan Islam mengenai kehidupan, etika Islam, dan motif Islam. Pertanyaannya adalah apa pengaruh  kualitatif atau kwantitatif yang mungkin dari kebudayaan Islam terhadap keinginan individu? Islam meletakkan tingkah laku tertentu bagi manusia sebagai konsumen. Jika diasumsikan bahwa manusia setia pada norma yang dimaksud, apa pola permintaan individu yang mungkin muncul? Bagaimana seharusnya individu Islam bertingkah laku dalam kegiatan produktifnya? Apa yang menjadi pandangannya terhadap kegiatan ekonomi? Akankah dia menargetkan perolehan jumlah harta yang sebanyaknya ketika secara phisik mungkin dapat dia lakukan, atau akankah dia mempertimbangkan perolehan kekayaan sebagai cara untuk mencapai tujuan lain yang tidak selalu memerlukan dorongan untuk mencapai kekayaan yang tidak terpuaskan. Apa konsekuensi dari penemuan kita dalam kaitan dengan penawaran tenaga kerja dan kewiraswastaan? Apa tempat kegiatan ekonomi dalam skema umum kehidupan menurut pandangan Islam?


PENGUSAHA DAN KEUNTUNGAN
        
Terdapat masalah berkaitan dengan tingkah laku pengusaha dan motivasi pengusaha. Apa yang ditargetkan oleh para pengusaha dalam masyarakat kapitalistik kontemporer? Apa yang seharusnya ditargetkan oleh pengusaha muslim menurut norma-norma Islam? Apakah Islam menyetujui norma maksimalisasi keuntungan? Apa tujuan dari kebijakan usaha dari pandangan Islam mengenai kehidupan? Dan, jika Islam mengijinkan motif keuntungan dalam batas-batas tertentu, apa saja batasan itu? Apa tuntutan keadilan dan kebajikan yang lebih tinggi dan pertimbangan barang sosial yang harus dipertahankan oleh pengusaha di atas motif keuntungan?  Di  mana tempat rasionalitas ekonomi dalam sikap Islam terhadap kehidupan? Apa macam rasionalitas yang dimaksud sejalan dengan sikap ini dan macam mana yang tidak?


EKONOMI SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

Pada dasarnya, definisi ilmiah mengenai ilmu ekonomi yang menyebutkan sebagai “ilmu pengetahuan” tidak membedakan dengan “konten” dari tingkah laku manusia. Ilmu ekonomi adalah suatu penelitian mengenai tingkah laku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan sumber daya langka yang memiliki kegunaan alternatif.

Namun, penelitian bentuk tanpa konten adalah tidak mungkin. Di sini, ilmu ekonomi mengasumsikan konten atau substansi tertentu sebelum meneliti aspek formil dari tingkah laku manusia. Setelah itu, ilmu ekonomi menjadi penelitian aspek formil hubungan antara tujuan dan sumber dayanya dengan berbagai asumsi mengenai sifat akhir dari data. Asumsi-asumsi dari ekonomi modern umumnya ditarik dari cara kehidupan kontemporer. Namun, untuk tujuan analitis dan ilmiah, setiap set asumsi mengenai sifat dari tujuan haruslah sebaik yang ada sekarang. Maksimalisasi kepuasan oleh konsumen dan maksimalisasi keuntungan oleh produsen, atau singkatnya, rasionalitas ekonomi pada unit-unit ekonomi merupakan asumsi yang diduga ditarik dari situasi kontemporer. Namun, tata cara kehidupan Islam menunjuk pada situasi sejarah yang sepenuhnya berbeda dengan keadaan saat ini.

Al Qur’an dan Sunah Nabi Saw memberikan petunjuk yang rinci mengenai cara kehidupan Islam,dan bagaimana situasi  historis itu adanya. Apa asumsi yang relevan terhadap situasi itu? Dengan adanya asumsi ini, dimungkinkan untuk membuat analisis “tingkah laku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan sumber daya langka yang memiliki penggunaan alternatif”. Ini merupakan ilmu pengetahuan ekonomi positif tentang asumsi-asumsi Islam.

Fungsi ilmu pengetahuan terletak pada penjelasan dan prediksi. Ilmu pengetahuan ini menjelaskan berfungsinya ekonomi Islam dan memprediksi tingkah laku manusia yang akan terjadi, jika norma yang diasumsikan sesungguhnya diberlakukan. Ilmu sosial membantu manusia untuk mengerti bekerjanya institusi manusia yang relevan, sebelum institusi ini benar-benar bekerja. Ilmu ekonomi Islam akan mencapai tujuan ini dan membantu manusia dalam memilih sistem ekonomi Islam atau sistem ekonomi yang lain yang sudah mereka kenal.


FUNGSI ILMU EKONOMI YANG LAIN

Ilmu ekonomi, seperti ilmu sosial lainnya, memiliki fungsi yang lain. Ilmu itu membentuk pola tingkah laku yang ideal dengan mana manusia berusaha untuk mengikutinya. Bentuk yang ideal dan relevan dengan pola yang ideal tersebut tersembunyi dalam asumsi mengenai norma-normannya. Teori ekonomi modern menggambarkan tingkah laku yang ideal dan sejalan dengan prinsip maksimalisasi. Mereka yang mengikuti ideal ini dapat menghasilkan pola dari tingkah laku mereka. Aspek ilmu pengetahuan ini ditekankan dengan menyebutnya sebagai “ilmu pengetahuan normatif”. Namun, terdapat satu perbedaan antara ilmu pengetahuan sosial normatif dan positif.

Ilmu pengetahuan positif seyogianya berarti suatu tuntutan bahwa asumsinya bersifat realistik, yaitu kurang lebih sesuai dengan tata cara kehidupan yang “realistik”; sedangkan ilmu pengetahuan normatif tidak demikian. Aplikasi yang sempurna dari norma yang diasumsikan dalam kenyataannya tidak pernah tercapai; ilmu-ilmu sosial, paling tidak sebagian, selalu bersifat normatif. Ilmu ekonomi Islam, ditinjau dari segi ini, merupakan ilmu pengetahuan normatif.


RASIONALITAS SEBAGAI  NILAI DASAR EKONOMI

Nilai ekonomi dasar, sebagai karakteristik utama dari aspek tingkah laku formil ekonomi, terlepas dari tujuannya, adalah rasionalitas. Rasionalitas dalam pilihan merupakan sesuatu yang tidak kurang atau tidak lebih dari suatu pilihan dengan kesadaran penuh untuk menolak pilihan yang lain.  Hal itu merupakan “orientasi tindakan ke arah penyesuaian optimal dengan suatu norma. Ilmu pengetahuan ekonomi, berdasarkan asumsi Islam, memberikan gambaran yang rinci mengenai tindakan manusia yang diarahkan ke penyesuaian maksimal dengan norma-norma Islam.


NILAI  DALAM  NORMA ISLAM

Terdapat perbedaan penting dalam karakteristik norma-norma yang digunakan dalam Ilmu ekonomi modern dan yang direkomendir oleh Islam. Norma-norma Islam menyangkut realisasi dari nilai-nilai moral dan spiritual. Nilai tidak dapat didefinisikan atau bahkan tidak dapat dibayangkan secara tepat dan pasti, dalam hal ini misalnya norma maksimalisasi keuntungan. Dengan demikian, definisi dan konsepsi yang benar dari norma-norma tersebut menjadi suatu masalah bagi pelaku atau analis. Hal ini mempengaruhi aspek tingkah laku formil. Pertanyaan di sini adalah: Apa artinya tingkah laku rasional dalam proses penciptaan nilai?

Sesungguhnya, kemungkinan dan jangkauan tingkah laku rasional dalam hal ini tergantung pada formulasi yang pasti mengenai nilai tertentu dan apresiasi dari pelaku. Sampai batas itu tidak  mungkin untuk dicapai, tidaklah mungkin memiliki ilmu pengetahuan yang menjelaskan tingkah laku manusia dan ditujukan untuk merealisasikan nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu, sangat penting artinya untuk memiliki definisi dan formulasi dari  nilai-nilai dan norma-norma yang diberikan oleh Islam. Hal ini benar adanya dalam kaitan dengan “Ekonomi Islam”, termasuk juga dalam kaitan dengan konstruksi ilmu pengetahun tentang ekonomi Islam. Hal ini juga berlaku sejauh pengertian tingkah laku yang “rasional” tidak dimungkinkan dalam proses penciptaan  nilai, aspek formil dari tingkah laku manusia dalam proses tersebut haruslah dipertimbangkan sebagai sesuatu yang baru. Orang tidak perlu dikaitkan dengan diktum bahwa asumsi rasionalitas sebagai sesuatu yang esensiel bagi penelitian tingkah laku manusia.


JANGKAUAN KE ARAH  MASYARAKAT YANG LEBIH LUAS.               

Di samping motivasi dari unit-unit dalam ekonomi, peneliti Islam harus pula menggaris bawahi tujuan ekonomi yang lebih luas bagi masyarakat Islam secara keseluruhan, yang merupakan target dari tatanan ekonomi Islam. Hal tersebut merupakan tujuan dari masyarakat yang harus dicapai. Bagaimana hal itu dapat dicapai? Apakah Islam mengasumsikan bahwa tujuan-tujuan ini secara otomatis dapat dicapai, asalkan unit-unit dalam ekonomi  bertindak secara independen, yang sesuai dengan norma-norma yang diletakkan bagi tindakan mereka? Jika tidak ada asumsi itu, macam pengaturan sosial yang bagaimana direkomendasikan untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut? Dalam kaitan itu, apa peranan yang ditugaskan kepada negara? Apa peranan institusi sosial yang lain? Apa implikasi dari tujuan-tujuan sosial tersebut dalam kaitan dengan tingkah laku individu?

Aspek yang disebutkan di atas menimbulkan sejumlah pertanyaan. Apa yang diperlukan, pertama-tama, adalah pernyataan mengenai tujuan sosial tersebut yang harus dicapai oleh masyarakat Islam. Kedua, kita harus tahu apakah Islam menawarkan hubungan tertentu antara unit-unit dalam ekonomi dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Apakah kompetisi ekonomi konsisten dengan pencapaian tujuan tersebut? Apakah semangat Islam dapat berdampingan dengan semangat kompetisi?  


PERANAN UNIT-UNIT EKONOMI

Sampai sejauh mana prinsip Islam mewajibkan unit-unit ekonomi bekerja sama dalam pencapaian tujuan yang diinginkan? Di mana tempatnya kerja sama dalam hubungan usaha? Dan bagaimana kira-kira akibat dari sikap kerja sama terhadap tingkah laku usaha?

Kemudian, perlu juga ditanya seberapa jauh unit-unit ekonomi, yang aktif bekerja sama satu dengan lainnya, dapat mencapai tujuan yang diinginkan tanpa partisipasi negara dalam kehidupan ekonomi masyarakat? Apakah konsep kerja sama yang aktif seyogianya membawa negara ke dalam percaturan? Sejauh mana dan dengan keadaan yang bagaimana negara dapat melakukan kegiatan ekonominya?


PERANAN NEGARA DALAM ISLAM

Sumber-sumber Islam sangat fasih mengenai tugas-tugas negara sehubungan dengan peningkatan ekonomi dari rakyatnya. Ekonom Islam harus memikirkan peranan ekonomi dari negara Islam dalam masa kontemporer. Dalam hal ini, masalah perencanaan ekonomi sangatlah penting. Sejauh inisiatif negara dalam pengembangan ekonomi, dan kekuasaan dan hak prerogatif yang diterapkan negara terhadap hak milik properti individu, dan hak atas usaha ekonomi, haruslah dengan jelas ditentukan dengan mengacu pada keadaan yang sesungguhnya ada dalam setiap masa.


DISTRIBUSI KEKAYAAN

Adalah suatu kenyataan yang telah dikenal luas bahwa Islam memiliki objektifnya  sendiri dalam hal distribusi kekayaan dalam masyarakat. Kebijakan apa yang diadopsi untuk merealisasikan objektif ini? Apakah Islam bersandar pada kekuatan pasar, dan rasa keadilan dan kebajikan dari pengusaha dalam kaitan dengan kompensasi dari berbagai faktor produksi, khususnya tenaga kerja yang berpartisipasi dalam proses produktif? Apakah terdapat norma-norma tertentu mengenai kebijakan upah dari perusahaan?  Apakah terdapat batas bawah upah yang perlu ditentukan, di luar batas mana upah itu tidak boleh diberikan, dan jika demikian, bagaimana menentukan batas terendah ini? Kemudian, konsekwensi bagaimana yang mungkin terjadi terhadap tingkat-tingkat harga, sehubungan dengan norma kebijakan distributif ini: sampai sejauh mana norma seperti itu menghalangi bekerjanya kekuatan pasar yang bebas sejauh penentuan harga yang dimaksud?


PENENTUAN HARGA    

Proses penentuan harga dalam masyarakat Islam perlu mendapat perhatian khusus. Apakah Islam melekatkan persetujuan etika pada harga yang ditentukan oleh interaksi dari kekuatan pasar, dengan diasumsikan adanya tingkah laku Islami pada para pelaku di pasar. Apakah terdapat konsep harga yang “adil” atau “wajar”, di samping harga pasar yang ditentukan oleh interaksi penawaran dan permintaan?


MORAL ISLAM: POLITIS DAN SPIRITUAL

Norma ekonomi Islam berdekatan dengan norma politis dan spiritualnya. Realisasi dari norma-norma ini menyangkut pendekatan yang terintegrasi dan harmonis. Islam memiliki norma-norma tertentu mengenai moral tingkah laku dari umatnya, termasuk mengenai kehidupan yang lebih dalam, kehidupan jiwa, hal itu membentuk suatu bentuk “karakter”. Penelitian mengenai harmoni antara norma-norma ini dan norma kegiatan ekonomi memperlihatkan sifat dari kegiatan ekonomi. Sebagai contoh, kegiatan ekonomi manusia pada umumnya mempengaruhi tingkah lakunya – sifatnya- sampai batas yang jauh. Pengaruh semangat berkompetisinya dalam pembentukan karakter tidaklah sama seperti sikap kerja sama dalam kehidupan ekonomi. Kehidupan yang lebih dalam dari seorang individu selalu berkaitan dengan kompetisi yang keras dengan rekan sejawatnya yang tidak sama dengan kehidupan lebih dalam bagi seseorang yang memandang kehidupan semata-mata sebagai persoalan kerja sama dan selalu membantu dan dibantu oleh yang lain. Dengan demikian, penelitian norma-norma ekonomi dengan mengacu pada norma etika dan spiritual memberikan penjelasan mengenai sifat dan implikasi dari norma-norma ekonomi.

Akan pula membantu untuk meramalkan modifikasi yang berkaitan dengan institusi ekonomi seperti kompetisi dan properti yang akan dialami dalam masyarakat Islam. Hubungan dalam antara ekonomi dan bentuk pemerintahan dalam Islam juga merupakan topik yang penting. Bagaimana kedua topik ini saling menun jang dalam masyarakat Islam, dalam kaitan dcngan pencapaian objektif yang lebih luas dari masyarakat?  Nilai apa yang penting dalam susunan pemerintahan Islam, dan dalam cara yang bagaimana kedua hal tersebut berkesuaian dan berdampingan dengan nilai-nilai yang penting dalam ekonomi Islam? Dalam kaitan ini, kesesuaian dan kebersamaan dari demokrasi, kesejahteraan ekonomi, kebebasan, dan tatanan dalam masyarakat merupakan persoalan kunci.

Pada akhirnya, semua itu merupakan nilai sistem Islam, nilai-nilai ekonomi, politik, spiritual dan etika, dijadikan satu yang membentuk konteks yang utuh di dalam mana nilai-nilai ekonomi seharusnya diletakkan dan dipelajari. Tidak ada yang mempertimbangkan penyakit peradaban modern termasuk kekacauan pemikiran sosial modern sebagai penelitian berbagai sistem nilai yang terpisah dari sistem nilai yang lain, oleh ahli khusus, yang mengetahui sedikit tentang aspek kehidupan yang lain dan sulit untuk menunjukkan perhatian pada kesejahteraan umat manusia dalam ruang lingkup kehidupan.


MASALAH MENDASAR: RIBA

Berikut ini adalah beberapa masalah yang mendasar dan harus diperhatikan oleh peneliti muslim. Kemudian, terdapat masalah khusus yang muncul sehubungan dengan hukum tertentu yang disebutkan dalam Al Qur’an dan Sunah Nabi Saw. Misalnya, Islam melarang riba. Ekonomi Islam harus berfungsi tanpa lembaga riba. Apakah hal itu mungkin? Bagaimana itu bisa mungkin? Bunga memainkan peranan yang penting dalam proses ekonomi. Sejauh peranan ini diperlukan bagi ekonomi modern, perlunya mekanisme alternatif tidak dapat dihindari. Dasar yang baru bagaimana yang disarankan untuk di organisir?

Mekanisme itu disarankan menggunakan ‘bagi keuntungan’. Apakah itu merupakan usulan yang fisibel? Agar dapat dipahami, hipotesa ini haruslah diuraikan serinci mungkin. Para peneliti haruslah melakukan spesialisasi di bidang ini. Mereka harus pula menunjukkan sejauh mana perbankan dimungkinkan mengoperasikan fungsi barunya dengan model yang baru? Persoalan industri keuangan dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan harus berhubungan dengan perspektif yang baru. Sejumlah penelitian yang bernilai mengenai topik ini telah dilakukan, namun masih dalam bentuk permulaan. Sejauh yang kami ketahui, belum ada penulis menyinggung mengenai pertumbuhan dan perkembangan tanpa lembaga bunga. Ilmu pengetahuan normatif dari ekonomi Islam tidak dapat menggunakan nama ‘ekonomi Islam’ tanpa mengisi kekosongan itu.


MASALAH LAIN: JUDI

Larangan terhadap bunga dan judi dan kondisi positif tertentu yang ditentukan oleh Islam terhadap transaksi keuangan memerlukan diskusi yang rinci mengenai persoalan yang berkaitan dengan uang dan kredit. Apakah perintah Islam membatasi kredit untuk setiap jumlah dan dengan ketentuan tertentu? Apakah negara Islam mengijinkan bank swasta beroperasi, dan jika demikian, kondisi yang bagaimana yang diterapkan agar dapat melaksanakannya? Kemudian, perubahan struktural apa yang mungkin harus dilakukan agar dapat membentuk mekanisme yang baru itu?  


MASALAH LAIN: SPEKULASI

Berkaitan erat dengan masalah di atas adalah masalah spekulasi dalam kaitan dengan saham. Apakah Islam melarang praktik-praktik spekulatif?  Apa konsekuensi ekonomi yang mungkin timbul karena larangan itu? Apakah terdapat kemungkinan munculnya lembaga alternatif, atau, suatu reorganisasi Islam yang mengatur lembaga bursa saham, yang dapat melaksanakan fungsi mempertahankan mobilitas dalam pasar yang khusus ini.

Para fukaha telah membahas secara rinci mengenai konsep kerjasama, dan usaha patungan, dalam konteks kondisi yang berlaku pada masa mereka. Sejauh mana organisasi modern dari perusahaan patungan dan perusahaan publik sesuai dengan  prinsip-prinsip yang didasari oleh ketentuan Islam. Modifikasi apa terhadap organisasi bisnis modern yang diperlukan untuk membuat organisasi itu konsisten dengan prinsip-prinsip Islam.


PERSOALAN LAHAN PERTANIAN 

Pertanyaan penting juga muncul dalam kaitan dengan sektor pertanian. Kepemilikan pribadi terhadap lahan pertanian merupakan pertanyaan yang diperdebatkan. Penelitian mengenai sejarah munculnya zamindaries di negara muslim dapat membantu memecahkan kontroversi itu, karena tanah di negara yang berbeda ditangani secara berbeda dalam Islam, yang disebabkan karena pertimbangan politik. Ketika kepemilikan pribadi dianggap wajar, pertanyaannya adalah apakah prinsip yang mengatur tingkah laku dari pemilik dan syarat-syarat perjanjian muazara’ah menjadi penting adanya.


PERSOALAN EKONOMI LAINNYA

Masih banyak persoalan yang harus dipikirkan. Terdapat sekelompok persoalan yang berkaitan dengan hubungan industrial, masalah pengangguran, jaminan sosial, dan lainnya, semua memerlukan perhatian khusus. Kemudian, terdapat sekelompok persoalan yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi dan siklus bisnis. Dilihat dari perspektif ekonomi tanpa bunga, persoalan tersebut memperoleh kepentingan baru bagi peneliti Islam. Di samping tugas teoritis menganalisis tingkah laku manusia yang ditujukan ke titik akhir Islami, persoalan yang berkaitan dengan ekonomi Islam juga memerlukan usaha yang segera bagi ekonom muslim.


NORMA EKONOMI ISLAM

Secara alami, pertanyaan akan muncul bagaimana memulai tugas terkait? Kita mempertahankan prioritas tertinggi yang dilekatkan pada suatu pengertian yang benar mengenai norma-norma Islam sehubungan dengan Al Qur’an dan Sunnah Nabi Saw. Suatu pencarian norma-norma ekonomi dalam kedua sumber ini, namun, tidak dapat membuahkan banyak hasil. Islam memandang kehidupan sebagai suatu kesatuan, dan norma yang direkomendir oleh Islam merupakan norma-norma bagi kehidupan secara menyeluruh. Dari norma-norma ini, aspek ekonomi dan implikasi ekonomi yang benar-benar penting bagi tujuan-tujuan oleh para ekonom. Di samping norma-norma tersebut, terdapat pula norma ekonomi dan norma hukum. Penelitian yang saksama mengenai  norma-norma ini dan prinsip petunjuk tersebut merupakan langkah awal ke arah penelitian yang dimaksud.

Seperti kita ketahui, prinsip-prinsip itu telah dipraktikkan dalam masyarakat Islam terdahulu. Penelitian mengenai ekonomi Islam tersebut oleh karenanya sangat berguna untuk memperoleh pengertian mengenai prinsip-prinsip tersebut. Walaupun terdapat dunia perbedaan dalam tehnik dan kondisi yang relevan lainnya, penelitian bekerjanya ekonomi Islam menjadi sangat mencerahkan. Pendekatan fundamental Islam terhadap lembaga dasar ekonomi seperti properti, kontrak, dan pekerjaan, dapat dimengerti lebih baik dalam hal bagaimana lembaga-lembaga ini sesungguhnya berfungsi dalam masyarakat Islam. Dalam hal ini, kita harus mempelajari Sunnah Nabi Saw, dan sejarah awal Islam, dan juga fiqh Islam.  Pemikiran ekonomi para sarjana dan pemikir muslim  dalam tiga belas abad terakhir juga merupakan topik yang penting. Banyak karya-karya berharga yang telah dihasilkan oleh mereka. 

Namun, kebutuhan yang pertama dari tugas kita adalah pandangan yang dalam mengenai kondisi ekonomi modern, institusi-institusi  ekonomi kontemporer,dan secara lebih luas, mengenai bekerjanya ekonomi modern. Hal ini memerlukan penelitian yang mendalam mengenai ekonomi modern. Penelitian kita mengenai ekonomi modern tidak dapat dibatasi pada teori ekonomi tradisional. Seluruh aliran pemikiran ekonomi modern harus ditelaah dari segi penerapannya dalam kehidupan nyata dewasa ini, dan dalam kaitan dengan tata cara kehidupan Islam.

Tidaklah mungkin untuk mengerti tingkah laku ekonomi, bekerjanya ekonomi, dengan bantuan ilmu ekonomi semata. Penelitian ilmu sosial yang lain, khususnya sosiologi, psikologi, dan ilmu politik, juga berguna untuk tujuan tersebut. Penelitian yang berdasarkan sesuatu yang  lebih luas memberikan pengertian yang lebih dalam dan lebih lengkap mengenai situasi dan persoalan ekonomi kontemporer saat ini.

Penelitian sumber-sumber Islam haruslah disesuaikan dengan penelitian modern dalam cara yang tepat. Persoalannya terletak lebih banyak pada peneliti yang menyadari hal ini karena mereka lebih memperhatikan petunjuk dari penelitian mengenai Al Qur’an dan Sunnah Nabi Saw, dari pada peneliti yang tidak menyadari hal tersebut.






---------------------------------- HHO ----------------------------------








DAFTAR PUSTAKA


Siddiqi, Muhammad Nejatullah. 1995. “Problems of Islamic Research in Economics”, dalam Conceptual and Methodological Issues in Islamic Research: A Few Milestones.  Muhammad Mumtaz Ali (ed). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.



[1] Siddiqi, Muhammad Nejatullah. 1995. “Problems of Islamic Research in Economics”, dalam Conceptual and Methodological Issues in Islamic Research: A Few Milestones.  Muhammad Mumtaz Ali (ed). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Hal. 146-157.