Jumat, 21 Maret 2014

WHY PRABOWO SUBIANTO?

WHY PRABOWO SUBIANTO?

This is my honest and humble opinion. Mr. Prabowo is a most decent candidate for Indonesian next presidency. WHY?

First, he was born rich. For people like him, normally and theoritically, they tend to have a diminishing propensity to accumulate wealth, while in power. Obviously, he has that tendency. In his military career, people have never seen him in that direction.

Secondly, one of his uncle, at least, was a hero, one of "the Pahlawan Seribu" who perished in a daring fight against the Dutch in Tangerang, beside his father was also a notable economist that Indonesia have ever had. Corollarily, he inherited a strong heroic and intelectual blood. I understand from my friend, also from Akabri, Mr. Prabowo speaks four or five foreign languages; of course, beside javanese language.
Thirdly, in his military career, Mr. Prabowo was a truely combat soldier, and he strongly and tightly holds the "Sapta Marga" Codes. This, together with his inherited heroic blood, he must have a very strong nationalism, who will defend his country, his people, the country's natural resources and, in short, his home land - inside out with no compromises whatsoever.

Fourthly, despite being an ex "commando", Mr. Prabowo has always shown being a natural humanist as we have seen in his tours. Not only that, my friend told me, that one day, while he was still in charge as The DanJen, Mr. Prabowo was quite angry when some of his troop came late for a ceremony. Those who being late reported to him that they came late because they didnot have watches. What Mr Prabowo did after that was that he bought a lot of watches and distributed them to his troop. I also learnt from my friend, that Mr. Prabowo often bought military equipments when needed using his own money.

Fifthly, after he has left his military career, Mr. Prabowo has been engaged in, at least, some social activities, and communicating well with people in all walks of life, including students and the minorities.

Indonesia is in a dire need for a strong, firm, and honest leader, who can put the country's interest on top of everything else, of course having no tendency to corrupt, and can sustain any pressures from both, domestic and international environments. With the above points, I strongly believe, Mr. Prabowo is the one.

So, friends, all facebookers, let's support him, and give him a chance to dedicate himself to the only interest of our country, our people, and our future.
Thank you so much.


Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn

Minggu, 16 Maret 2014

RESUME CHAPTER 9: PROBLEMS OF ISLAMIC RESEARCH IN ECONOMICS



RESUME
CHAPTER  9:  PROBLEMS OF ISLAMIC RESEARCH IN ECONOMICS

BY MUHAMMAD NEJATULLAH SIDDIQI[1]




Di-resume oleh: 
Hendy Herijanto




Sebagai suatu tatanan sosio ekonomi dan politik yang lengkap, Islam memiliki prinsip-prinsip petunjuk yang penting bagi aspek kehidupan ekonomi, atau yang merupakan sub sistem ekonomi dari masyarakat. Di masa lalu, para sarjana muslim telah memberikan perhatian yang memadai dalam menguraikan, melakukan interpretasi, dan formulasi dari prinsip-prinsip ini ke dalam konteks kondisi kehidupan mereka sendiri, khususnya ke dalam teknik produksi dan metode organisasi yang kemudian berlaku. Riset Islam modern menerima banyak manfaat dari upaya-upaya tersebut.

Di pihak lain, perkembangan ekonomi  kontemporer  juga sangat menggembirakan. Walaupun penekanannya masih pada ilmu ekonomi positif, diskusi pada tataran normatif juga populer. Berbarengan dengan usaha menjelmakan ilmu ekonomi ke dalam formulasi matematis dan konstruksi geometris, juga bermunculan sejumlah besar literatur mengenai aspek ekonomi dari tingkah laku manusia dari pandangan psikologis dan sosiologis. Usaha-usaha dengan pendekatan integratif, sintetis, terhadap persoalan ekonomi juga berkembang. Perkembangan saat ini telah mendorong perlunya menghadirkan pendekatan Islam di dalam persoalan ekonomi.          


BAGAIMANA BISA MENGERTI FENOMENA EKONOMI

Pertama-tama, yang perlu dimengerti  adalah individu dan keinginannya, sebagai titik awal dari analisis ekonomi. Terdapat kecendrungan untuk menganggap bahwa keinginan individu sebagai sesuatu yang given, ketika melakukan analisis ekonomi yang terkait. Hal ini dimungkinkan dengan membuat asumsi dan pandangan mengenai kehidupan tertentu. Karena jika tidak, maka keinginan manusia merupakan fenomena yang selalu berubah. Keinginan itu selalu berubah dengan berubahnya pandangan mengenai kehidupan, sistem nilai dari individu, motif-motif tertentu dalam situasi tertentu, dan sejumlah faktor eksternal lainnya, seperti karakteristik kultural, adat dan tradisi, serta lingkungan phisik. Untuk memperoleh pengertian yang benar dan komprehensif, variabel- variabel ini harus dibahas dan konsekuensi dari variasinya terhadap keinginan individu perlu ditelaah.


KEINGINAN INDIVIDU DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Signifikasi khusus perlu dilekatkan pada penelitian mengenai keinginan individu dari pandangan Islam mengenai kehidupan, etika Islam, dan motif Islam. Pertanyaannya adalah apa pengaruh  kualitatif atau kwantitatif yang mungkin dari kebudayaan Islam terhadap keinginan individu? Islam meletakkan tingkah laku tertentu bagi manusia sebagai konsumen. Jika diasumsikan bahwa manusia setia pada norma yang dimaksud, apa pola permintaan individu yang mungkin muncul? Bagaimana seharusnya individu Islam bertingkah laku dalam kegiatan produktifnya? Apa yang menjadi pandangannya terhadap kegiatan ekonomi? Akankah dia menargetkan perolehan jumlah harta yang sebanyaknya ketika secara phisik mungkin dapat dia lakukan, atau akankah dia mempertimbangkan perolehan kekayaan sebagai cara untuk mencapai tujuan lain yang tidak selalu memerlukan dorongan untuk mencapai kekayaan yang tidak terpuaskan. Apa konsekuensi dari penemuan kita dalam kaitan dengan penawaran tenaga kerja dan kewiraswastaan? Apa tempat kegiatan ekonomi dalam skema umum kehidupan menurut pandangan Islam?


PENGUSAHA DAN KEUNTUNGAN
        
Terdapat masalah berkaitan dengan tingkah laku pengusaha dan motivasi pengusaha. Apa yang ditargetkan oleh para pengusaha dalam masyarakat kapitalistik kontemporer? Apa yang seharusnya ditargetkan oleh pengusaha muslim menurut norma-norma Islam? Apakah Islam menyetujui norma maksimalisasi keuntungan? Apa tujuan dari kebijakan usaha dari pandangan Islam mengenai kehidupan? Dan, jika Islam mengijinkan motif keuntungan dalam batas-batas tertentu, apa saja batasan itu? Apa tuntutan keadilan dan kebajikan yang lebih tinggi dan pertimbangan barang sosial yang harus dipertahankan oleh pengusaha di atas motif keuntungan?  Di  mana tempat rasionalitas ekonomi dalam sikap Islam terhadap kehidupan? Apa macam rasionalitas yang dimaksud sejalan dengan sikap ini dan macam mana yang tidak?


EKONOMI SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

Pada dasarnya, definisi ilmiah mengenai ilmu ekonomi yang menyebutkan sebagai “ilmu pengetahuan” tidak membedakan dengan “konten” dari tingkah laku manusia. Ilmu ekonomi adalah suatu penelitian mengenai tingkah laku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan sumber daya langka yang memiliki kegunaan alternatif.

Namun, penelitian bentuk tanpa konten adalah tidak mungkin. Di sini, ilmu ekonomi mengasumsikan konten atau substansi tertentu sebelum meneliti aspek formil dari tingkah laku manusia. Setelah itu, ilmu ekonomi menjadi penelitian aspek formil hubungan antara tujuan dan sumber dayanya dengan berbagai asumsi mengenai sifat akhir dari data. Asumsi-asumsi dari ekonomi modern umumnya ditarik dari cara kehidupan kontemporer. Namun, untuk tujuan analitis dan ilmiah, setiap set asumsi mengenai sifat dari tujuan haruslah sebaik yang ada sekarang. Maksimalisasi kepuasan oleh konsumen dan maksimalisasi keuntungan oleh produsen, atau singkatnya, rasionalitas ekonomi pada unit-unit ekonomi merupakan asumsi yang diduga ditarik dari situasi kontemporer. Namun, tata cara kehidupan Islam menunjuk pada situasi sejarah yang sepenuhnya berbeda dengan keadaan saat ini.

Al Qur’an dan Sunah Nabi Saw memberikan petunjuk yang rinci mengenai cara kehidupan Islam,dan bagaimana situasi  historis itu adanya. Apa asumsi yang relevan terhadap situasi itu? Dengan adanya asumsi ini, dimungkinkan untuk membuat analisis “tingkah laku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan sumber daya langka yang memiliki penggunaan alternatif”. Ini merupakan ilmu pengetahuan ekonomi positif tentang asumsi-asumsi Islam.

Fungsi ilmu pengetahuan terletak pada penjelasan dan prediksi. Ilmu pengetahuan ini menjelaskan berfungsinya ekonomi Islam dan memprediksi tingkah laku manusia yang akan terjadi, jika norma yang diasumsikan sesungguhnya diberlakukan. Ilmu sosial membantu manusia untuk mengerti bekerjanya institusi manusia yang relevan, sebelum institusi ini benar-benar bekerja. Ilmu ekonomi Islam akan mencapai tujuan ini dan membantu manusia dalam memilih sistem ekonomi Islam atau sistem ekonomi yang lain yang sudah mereka kenal.


FUNGSI ILMU EKONOMI YANG LAIN

Ilmu ekonomi, seperti ilmu sosial lainnya, memiliki fungsi yang lain. Ilmu itu membentuk pola tingkah laku yang ideal dengan mana manusia berusaha untuk mengikutinya. Bentuk yang ideal dan relevan dengan pola yang ideal tersebut tersembunyi dalam asumsi mengenai norma-normannya. Teori ekonomi modern menggambarkan tingkah laku yang ideal dan sejalan dengan prinsip maksimalisasi. Mereka yang mengikuti ideal ini dapat menghasilkan pola dari tingkah laku mereka. Aspek ilmu pengetahuan ini ditekankan dengan menyebutnya sebagai “ilmu pengetahuan normatif”. Namun, terdapat satu perbedaan antara ilmu pengetahuan sosial normatif dan positif.

Ilmu pengetahuan positif seyogianya berarti suatu tuntutan bahwa asumsinya bersifat realistik, yaitu kurang lebih sesuai dengan tata cara kehidupan yang “realistik”; sedangkan ilmu pengetahuan normatif tidak demikian. Aplikasi yang sempurna dari norma yang diasumsikan dalam kenyataannya tidak pernah tercapai; ilmu-ilmu sosial, paling tidak sebagian, selalu bersifat normatif. Ilmu ekonomi Islam, ditinjau dari segi ini, merupakan ilmu pengetahuan normatif.


RASIONALITAS SEBAGAI  NILAI DASAR EKONOMI

Nilai ekonomi dasar, sebagai karakteristik utama dari aspek tingkah laku formil ekonomi, terlepas dari tujuannya, adalah rasionalitas. Rasionalitas dalam pilihan merupakan sesuatu yang tidak kurang atau tidak lebih dari suatu pilihan dengan kesadaran penuh untuk menolak pilihan yang lain.  Hal itu merupakan “orientasi tindakan ke arah penyesuaian optimal dengan suatu norma. Ilmu pengetahuan ekonomi, berdasarkan asumsi Islam, memberikan gambaran yang rinci mengenai tindakan manusia yang diarahkan ke penyesuaian maksimal dengan norma-norma Islam.


NILAI  DALAM  NORMA ISLAM

Terdapat perbedaan penting dalam karakteristik norma-norma yang digunakan dalam Ilmu ekonomi modern dan yang direkomendir oleh Islam. Norma-norma Islam menyangkut realisasi dari nilai-nilai moral dan spiritual. Nilai tidak dapat didefinisikan atau bahkan tidak dapat dibayangkan secara tepat dan pasti, dalam hal ini misalnya norma maksimalisasi keuntungan. Dengan demikian, definisi dan konsepsi yang benar dari norma-norma tersebut menjadi suatu masalah bagi pelaku atau analis. Hal ini mempengaruhi aspek tingkah laku formil. Pertanyaan di sini adalah: Apa artinya tingkah laku rasional dalam proses penciptaan nilai?

Sesungguhnya, kemungkinan dan jangkauan tingkah laku rasional dalam hal ini tergantung pada formulasi yang pasti mengenai nilai tertentu dan apresiasi dari pelaku. Sampai batas itu tidak  mungkin untuk dicapai, tidaklah mungkin memiliki ilmu pengetahuan yang menjelaskan tingkah laku manusia dan ditujukan untuk merealisasikan nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu, sangat penting artinya untuk memiliki definisi dan formulasi dari  nilai-nilai dan norma-norma yang diberikan oleh Islam. Hal ini benar adanya dalam kaitan dengan “Ekonomi Islam”, termasuk juga dalam kaitan dengan konstruksi ilmu pengetahun tentang ekonomi Islam. Hal ini juga berlaku sejauh pengertian tingkah laku yang “rasional” tidak dimungkinkan dalam proses penciptaan  nilai, aspek formil dari tingkah laku manusia dalam proses tersebut haruslah dipertimbangkan sebagai sesuatu yang baru. Orang tidak perlu dikaitkan dengan diktum bahwa asumsi rasionalitas sebagai sesuatu yang esensiel bagi penelitian tingkah laku manusia.


JANGKAUAN KE ARAH  MASYARAKAT YANG LEBIH LUAS.               

Di samping motivasi dari unit-unit dalam ekonomi, peneliti Islam harus pula menggaris bawahi tujuan ekonomi yang lebih luas bagi masyarakat Islam secara keseluruhan, yang merupakan target dari tatanan ekonomi Islam. Hal tersebut merupakan tujuan dari masyarakat yang harus dicapai. Bagaimana hal itu dapat dicapai? Apakah Islam mengasumsikan bahwa tujuan-tujuan ini secara otomatis dapat dicapai, asalkan unit-unit dalam ekonomi  bertindak secara independen, yang sesuai dengan norma-norma yang diletakkan bagi tindakan mereka? Jika tidak ada asumsi itu, macam pengaturan sosial yang bagaimana direkomendasikan untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut? Dalam kaitan itu, apa peranan yang ditugaskan kepada negara? Apa peranan institusi sosial yang lain? Apa implikasi dari tujuan-tujuan sosial tersebut dalam kaitan dengan tingkah laku individu?

Aspek yang disebutkan di atas menimbulkan sejumlah pertanyaan. Apa yang diperlukan, pertama-tama, adalah pernyataan mengenai tujuan sosial tersebut yang harus dicapai oleh masyarakat Islam. Kedua, kita harus tahu apakah Islam menawarkan hubungan tertentu antara unit-unit dalam ekonomi dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Apakah kompetisi ekonomi konsisten dengan pencapaian tujuan tersebut? Apakah semangat Islam dapat berdampingan dengan semangat kompetisi?  


PERANAN UNIT-UNIT EKONOMI

Sampai sejauh mana prinsip Islam mewajibkan unit-unit ekonomi bekerja sama dalam pencapaian tujuan yang diinginkan? Di mana tempatnya kerja sama dalam hubungan usaha? Dan bagaimana kira-kira akibat dari sikap kerja sama terhadap tingkah laku usaha?

Kemudian, perlu juga ditanya seberapa jauh unit-unit ekonomi, yang aktif bekerja sama satu dengan lainnya, dapat mencapai tujuan yang diinginkan tanpa partisipasi negara dalam kehidupan ekonomi masyarakat? Apakah konsep kerja sama yang aktif seyogianya membawa negara ke dalam percaturan? Sejauh mana dan dengan keadaan yang bagaimana negara dapat melakukan kegiatan ekonominya?


PERANAN NEGARA DALAM ISLAM

Sumber-sumber Islam sangat fasih mengenai tugas-tugas negara sehubungan dengan peningkatan ekonomi dari rakyatnya. Ekonom Islam harus memikirkan peranan ekonomi dari negara Islam dalam masa kontemporer. Dalam hal ini, masalah perencanaan ekonomi sangatlah penting. Sejauh inisiatif negara dalam pengembangan ekonomi, dan kekuasaan dan hak prerogatif yang diterapkan negara terhadap hak milik properti individu, dan hak atas usaha ekonomi, haruslah dengan jelas ditentukan dengan mengacu pada keadaan yang sesungguhnya ada dalam setiap masa.


DISTRIBUSI KEKAYAAN

Adalah suatu kenyataan yang telah dikenal luas bahwa Islam memiliki objektifnya  sendiri dalam hal distribusi kekayaan dalam masyarakat. Kebijakan apa yang diadopsi untuk merealisasikan objektif ini? Apakah Islam bersandar pada kekuatan pasar, dan rasa keadilan dan kebajikan dari pengusaha dalam kaitan dengan kompensasi dari berbagai faktor produksi, khususnya tenaga kerja yang berpartisipasi dalam proses produktif? Apakah terdapat norma-norma tertentu mengenai kebijakan upah dari perusahaan?  Apakah terdapat batas bawah upah yang perlu ditentukan, di luar batas mana upah itu tidak boleh diberikan, dan jika demikian, bagaimana menentukan batas terendah ini? Kemudian, konsekwensi bagaimana yang mungkin terjadi terhadap tingkat-tingkat harga, sehubungan dengan norma kebijakan distributif ini: sampai sejauh mana norma seperti itu menghalangi bekerjanya kekuatan pasar yang bebas sejauh penentuan harga yang dimaksud?


PENENTUAN HARGA    

Proses penentuan harga dalam masyarakat Islam perlu mendapat perhatian khusus. Apakah Islam melekatkan persetujuan etika pada harga yang ditentukan oleh interaksi dari kekuatan pasar, dengan diasumsikan adanya tingkah laku Islami pada para pelaku di pasar. Apakah terdapat konsep harga yang “adil” atau “wajar”, di samping harga pasar yang ditentukan oleh interaksi penawaran dan permintaan?


MORAL ISLAM: POLITIS DAN SPIRITUAL

Norma ekonomi Islam berdekatan dengan norma politis dan spiritualnya. Realisasi dari norma-norma ini menyangkut pendekatan yang terintegrasi dan harmonis. Islam memiliki norma-norma tertentu mengenai moral tingkah laku dari umatnya, termasuk mengenai kehidupan yang lebih dalam, kehidupan jiwa, hal itu membentuk suatu bentuk “karakter”. Penelitian mengenai harmoni antara norma-norma ini dan norma kegiatan ekonomi memperlihatkan sifat dari kegiatan ekonomi. Sebagai contoh, kegiatan ekonomi manusia pada umumnya mempengaruhi tingkah lakunya – sifatnya- sampai batas yang jauh. Pengaruh semangat berkompetisinya dalam pembentukan karakter tidaklah sama seperti sikap kerja sama dalam kehidupan ekonomi. Kehidupan yang lebih dalam dari seorang individu selalu berkaitan dengan kompetisi yang keras dengan rekan sejawatnya yang tidak sama dengan kehidupan lebih dalam bagi seseorang yang memandang kehidupan semata-mata sebagai persoalan kerja sama dan selalu membantu dan dibantu oleh yang lain. Dengan demikian, penelitian norma-norma ekonomi dengan mengacu pada norma etika dan spiritual memberikan penjelasan mengenai sifat dan implikasi dari norma-norma ekonomi.

Akan pula membantu untuk meramalkan modifikasi yang berkaitan dengan institusi ekonomi seperti kompetisi dan properti yang akan dialami dalam masyarakat Islam. Hubungan dalam antara ekonomi dan bentuk pemerintahan dalam Islam juga merupakan topik yang penting. Bagaimana kedua topik ini saling menun jang dalam masyarakat Islam, dalam kaitan dcngan pencapaian objektif yang lebih luas dari masyarakat?  Nilai apa yang penting dalam susunan pemerintahan Islam, dan dalam cara yang bagaimana kedua hal tersebut berkesuaian dan berdampingan dengan nilai-nilai yang penting dalam ekonomi Islam? Dalam kaitan ini, kesesuaian dan kebersamaan dari demokrasi, kesejahteraan ekonomi, kebebasan, dan tatanan dalam masyarakat merupakan persoalan kunci.

Pada akhirnya, semua itu merupakan nilai sistem Islam, nilai-nilai ekonomi, politik, spiritual dan etika, dijadikan satu yang membentuk konteks yang utuh di dalam mana nilai-nilai ekonomi seharusnya diletakkan dan dipelajari. Tidak ada yang mempertimbangkan penyakit peradaban modern termasuk kekacauan pemikiran sosial modern sebagai penelitian berbagai sistem nilai yang terpisah dari sistem nilai yang lain, oleh ahli khusus, yang mengetahui sedikit tentang aspek kehidupan yang lain dan sulit untuk menunjukkan perhatian pada kesejahteraan umat manusia dalam ruang lingkup kehidupan.


MASALAH MENDASAR: RIBA

Berikut ini adalah beberapa masalah yang mendasar dan harus diperhatikan oleh peneliti muslim. Kemudian, terdapat masalah khusus yang muncul sehubungan dengan hukum tertentu yang disebutkan dalam Al Qur’an dan Sunah Nabi Saw. Misalnya, Islam melarang riba. Ekonomi Islam harus berfungsi tanpa lembaga riba. Apakah hal itu mungkin? Bagaimana itu bisa mungkin? Bunga memainkan peranan yang penting dalam proses ekonomi. Sejauh peranan ini diperlukan bagi ekonomi modern, perlunya mekanisme alternatif tidak dapat dihindari. Dasar yang baru bagaimana yang disarankan untuk di organisir?

Mekanisme itu disarankan menggunakan ‘bagi keuntungan’. Apakah itu merupakan usulan yang fisibel? Agar dapat dipahami, hipotesa ini haruslah diuraikan serinci mungkin. Para peneliti haruslah melakukan spesialisasi di bidang ini. Mereka harus pula menunjukkan sejauh mana perbankan dimungkinkan mengoperasikan fungsi barunya dengan model yang baru? Persoalan industri keuangan dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan harus berhubungan dengan perspektif yang baru. Sejumlah penelitian yang bernilai mengenai topik ini telah dilakukan, namun masih dalam bentuk permulaan. Sejauh yang kami ketahui, belum ada penulis menyinggung mengenai pertumbuhan dan perkembangan tanpa lembaga bunga. Ilmu pengetahuan normatif dari ekonomi Islam tidak dapat menggunakan nama ‘ekonomi Islam’ tanpa mengisi kekosongan itu.


MASALAH LAIN: JUDI

Larangan terhadap bunga dan judi dan kondisi positif tertentu yang ditentukan oleh Islam terhadap transaksi keuangan memerlukan diskusi yang rinci mengenai persoalan yang berkaitan dengan uang dan kredit. Apakah perintah Islam membatasi kredit untuk setiap jumlah dan dengan ketentuan tertentu? Apakah negara Islam mengijinkan bank swasta beroperasi, dan jika demikian, kondisi yang bagaimana yang diterapkan agar dapat melaksanakannya? Kemudian, perubahan struktural apa yang mungkin harus dilakukan agar dapat membentuk mekanisme yang baru itu?  


MASALAH LAIN: SPEKULASI

Berkaitan erat dengan masalah di atas adalah masalah spekulasi dalam kaitan dengan saham. Apakah Islam melarang praktik-praktik spekulatif?  Apa konsekuensi ekonomi yang mungkin timbul karena larangan itu? Apakah terdapat kemungkinan munculnya lembaga alternatif, atau, suatu reorganisasi Islam yang mengatur lembaga bursa saham, yang dapat melaksanakan fungsi mempertahankan mobilitas dalam pasar yang khusus ini.

Para fukaha telah membahas secara rinci mengenai konsep kerjasama, dan usaha patungan, dalam konteks kondisi yang berlaku pada masa mereka. Sejauh mana organisasi modern dari perusahaan patungan dan perusahaan publik sesuai dengan  prinsip-prinsip yang didasari oleh ketentuan Islam. Modifikasi apa terhadap organisasi bisnis modern yang diperlukan untuk membuat organisasi itu konsisten dengan prinsip-prinsip Islam.


PERSOALAN LAHAN PERTANIAN 

Pertanyaan penting juga muncul dalam kaitan dengan sektor pertanian. Kepemilikan pribadi terhadap lahan pertanian merupakan pertanyaan yang diperdebatkan. Penelitian mengenai sejarah munculnya zamindaries di negara muslim dapat membantu memecahkan kontroversi itu, karena tanah di negara yang berbeda ditangani secara berbeda dalam Islam, yang disebabkan karena pertimbangan politik. Ketika kepemilikan pribadi dianggap wajar, pertanyaannya adalah apakah prinsip yang mengatur tingkah laku dari pemilik dan syarat-syarat perjanjian muazara’ah menjadi penting adanya.


PERSOALAN EKONOMI LAINNYA

Masih banyak persoalan yang harus dipikirkan. Terdapat sekelompok persoalan yang berkaitan dengan hubungan industrial, masalah pengangguran, jaminan sosial, dan lainnya, semua memerlukan perhatian khusus. Kemudian, terdapat sekelompok persoalan yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi dan siklus bisnis. Dilihat dari perspektif ekonomi tanpa bunga, persoalan tersebut memperoleh kepentingan baru bagi peneliti Islam. Di samping tugas teoritis menganalisis tingkah laku manusia yang ditujukan ke titik akhir Islami, persoalan yang berkaitan dengan ekonomi Islam juga memerlukan usaha yang segera bagi ekonom muslim.


NORMA EKONOMI ISLAM

Secara alami, pertanyaan akan muncul bagaimana memulai tugas terkait? Kita mempertahankan prioritas tertinggi yang dilekatkan pada suatu pengertian yang benar mengenai norma-norma Islam sehubungan dengan Al Qur’an dan Sunnah Nabi Saw. Suatu pencarian norma-norma ekonomi dalam kedua sumber ini, namun, tidak dapat membuahkan banyak hasil. Islam memandang kehidupan sebagai suatu kesatuan, dan norma yang direkomendir oleh Islam merupakan norma-norma bagi kehidupan secara menyeluruh. Dari norma-norma ini, aspek ekonomi dan implikasi ekonomi yang benar-benar penting bagi tujuan-tujuan oleh para ekonom. Di samping norma-norma tersebut, terdapat pula norma ekonomi dan norma hukum. Penelitian yang saksama mengenai  norma-norma ini dan prinsip petunjuk tersebut merupakan langkah awal ke arah penelitian yang dimaksud.

Seperti kita ketahui, prinsip-prinsip itu telah dipraktikkan dalam masyarakat Islam terdahulu. Penelitian mengenai ekonomi Islam tersebut oleh karenanya sangat berguna untuk memperoleh pengertian mengenai prinsip-prinsip tersebut. Walaupun terdapat dunia perbedaan dalam tehnik dan kondisi yang relevan lainnya, penelitian bekerjanya ekonomi Islam menjadi sangat mencerahkan. Pendekatan fundamental Islam terhadap lembaga dasar ekonomi seperti properti, kontrak, dan pekerjaan, dapat dimengerti lebih baik dalam hal bagaimana lembaga-lembaga ini sesungguhnya berfungsi dalam masyarakat Islam. Dalam hal ini, kita harus mempelajari Sunnah Nabi Saw, dan sejarah awal Islam, dan juga fiqh Islam.  Pemikiran ekonomi para sarjana dan pemikir muslim  dalam tiga belas abad terakhir juga merupakan topik yang penting. Banyak karya-karya berharga yang telah dihasilkan oleh mereka. 

Namun, kebutuhan yang pertama dari tugas kita adalah pandangan yang dalam mengenai kondisi ekonomi modern, institusi-institusi  ekonomi kontemporer,dan secara lebih luas, mengenai bekerjanya ekonomi modern. Hal ini memerlukan penelitian yang mendalam mengenai ekonomi modern. Penelitian kita mengenai ekonomi modern tidak dapat dibatasi pada teori ekonomi tradisional. Seluruh aliran pemikiran ekonomi modern harus ditelaah dari segi penerapannya dalam kehidupan nyata dewasa ini, dan dalam kaitan dengan tata cara kehidupan Islam.

Tidaklah mungkin untuk mengerti tingkah laku ekonomi, bekerjanya ekonomi, dengan bantuan ilmu ekonomi semata. Penelitian ilmu sosial yang lain, khususnya sosiologi, psikologi, dan ilmu politik, juga berguna untuk tujuan tersebut. Penelitian yang berdasarkan sesuatu yang  lebih luas memberikan pengertian yang lebih dalam dan lebih lengkap mengenai situasi dan persoalan ekonomi kontemporer saat ini.

Penelitian sumber-sumber Islam haruslah disesuaikan dengan penelitian modern dalam cara yang tepat. Persoalannya terletak lebih banyak pada peneliti yang menyadari hal ini karena mereka lebih memperhatikan petunjuk dari penelitian mengenai Al Qur’an dan Sunnah Nabi Saw, dari pada peneliti yang tidak menyadari hal tersebut.






---------------------------------- HHO ----------------------------------








DAFTAR PUSTAKA


Siddiqi, Muhammad Nejatullah. 1995. “Problems of Islamic Research in Economics”, dalam Conceptual and Methodological Issues in Islamic Research: A Few Milestones.  Muhammad Mumtaz Ali (ed). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.



[1] Siddiqi, Muhammad Nejatullah. 1995. “Problems of Islamic Research in Economics”, dalam Conceptual and Methodological Issues in Islamic Research: A Few Milestones.  Muhammad Mumtaz Ali (ed). Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Hal. 146-157.

APAKAH MUNGKIN TANPA POLITIK UANG?

APAKAH MUNGKIN TANPA POLITIK UANG?

Jawaban nya sulit. Kenapa?

Pertama, ajang politik digunakan untuk mencari nafkah, bukan untuk menciptakan kebajikan. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa mayoritas kepala daerah dan sejumlah anggota DPR tersangkut masalah korupsi. Kalaupun tidak, tampak dengan jelas sebagian besar anggota DPR mangkir, ketika rapat berlangsung.

Kedua, proses pemilihan langsung membutuhkan biaya yang besar bagi individu yang mencalonkan diri, dengan mengggunakan biaya dari kantong sendiri, bahkan ada yang berutang untuk tujuan itu. Jadi, motivasi utama adalah mengembalikan biaya-biaya yang telah dikeluarkan, ketika menjabat.

Ketiga, pengangguran di Indonesia lebih dari 9%, demikian pula tingkat kemiskinan yang cukup besar; sehingga tingkat pendapatan riel sebagian besar penduduk -rendah. Pada saat yang sama, masyarakat banyak sangat merasakan bahwa para pemimpin publik tidak membawa manfaat atau menciptakan kebajikan bagi mereka, selain menyuburkan korupsi bagi pejabat dan yang terkait dengan mereka. Walhasil, rakyat kebanyakan itu berfikir pendek, dengan meminta uang dari para caleg atau calon kepala daerah, untuk janji memberikan suaranya (Tidakkah kita melihat ketika ada pembagian uang hanya sejumlah Rp 50 ribu, orang berbondong-bondong untuk berebut mendapatkannya). Ini saya alami sendiri dalam tahun 2009, dan saat ini. Beberapa daerah yang saya kunjungi, para tokoh masyarakat langsung mengatakan bahwa mereka memerlukan Rp 50 ribu per suara.

Keempat, berdasarkan butir 4 di atas, masyarakat kebanyakan tidak memiliki komitmen untuk menggunakan hak pilihnya dalam memilih calon pemimpin publik yang baik dan tepat.

Kelima, penegakkan hukum kita sangat lemah, dan sifat masyarakat kita sangat permisif, dan cepat lupa. Walhasil, pelanggaran pilkada atau pemilu tidak memperlihatkan sanksi yang jelas bagi pelanggarnya, kecuali penyelesaian damai 86, alias tahu sama tahu.

Bagaimana negara dan masyarakat akan lebih sejahtera, jika pemilihan pemimpinnya dilakukan dengan berdasarkan atas suatu jumlah uang, bukan berdasarkan sifat amanah, kompetensi, dan intelektualitas?

MASIHKAH KITA TIDAK SADAR AKAN NASIB BANGSA INI DI MASA DEPAN, YANG TIDAK TERLALU LAMA DARI SEKARANG?



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn

Rabu, 12 Maret 2014

RAJO HITAM, YANG MEMBELA KEPENTINGAN RAKYAT DAN DISINGKIRKAN

RAJO HITAM, YANG MEMBELA KEPENTINGAN RAKYAT DAN DISINGKIRKAN.

Ini adalah sejarah dari Rajo Hitam, nenek moyang saya. Sebagian data pendukung, saya peroleh dari Arsip Nasional Pusat, Jakarta. Salah satu dokumen berbahasa Belanda kuno, yang ditulis oleh Comptroler Belanda yang bertugas di Air Haji, Kecamatan Linggo Sari Baganti, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Rajo Hitam, bersama 59 pengikutnya, "mandaruko" di daerah ini.

Menurut dokumen yang saya baca, yang diterjemahkan oleh teman saya, Dr.Peter Verhezen, dari Belgia, menyebutkan bahwa pada suatu hari, Gubernur Belanda yang berkedudukan di Kota Padang memangil seluruh raja yang ada di daerahnya itu, untuk menandatangani perjanjian dengan Belanda.

Isi perjanjian berbunyi bahwa seluruh hasil bumi harus "diserahkan" ke Belanda, dengan harga yang dianggap wajar oleh Belanda. Rajo Hitam, nenek moyang saya itu, tidak mau datang ke Padang, dan tidak bersedia untuk menanda tangani perjanjian tersebut; karena jelas merugikan rakyat.

Tampaknya Belanda menyingkirkan Rajo Hitam, karena kemudian, Belanda memanggil Rajo Adat, bawahan Rajo Hitam; kemudian, Rajo Adat itu menanda tangani perjanjian tersebut. Itu adalah Rajo Hitam terakhir, dan sejak itu tidak pernah lagi terdengar namanya oleh masyarakat sekitar.

Ini sekelumit kejadian yang pernah terjadi di tanah air, yang maknanya dapat pula terjadi saat ini.

Innalilahi wa inalilahi rojiun.

Hendy Herijanto Dt. Rajo Hitam



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto
Kelemahan dari konsep demokrasi adalah berkaitan dengan arti hakiki kata 'demokrasi' itu sendiri. Demokrasi berarti "approved by many, legitimated by few". Jadi, jika 'the few' tidk kuat secara nilai dan prinsip, maka para pelobi dapat melobinya untuk tujuan kelompok tertentu, agar 'the few' membuat kebijakan yang menguntungkan pelobi. Kebijakan 'the few' mengatasnamakan 'the many, tetapi 'the many' tidak selalu dapat mengetahui dengan saksama dasar pertimbangan dan proses penentuan kebijakan yang diambil oleh 'the few'. Di dunia dengan nuansa kapitalis, unsur yang digunakan dalam melakukan lobi adalah cenderung tanpa nilai, dan bersifat materialistik. Oleh karena itu, demokrasi tidak dapat diterapkan tanpa batas, alias 'kebablasan' seperti sekarang ini. Mari kita pikirkan kembali dan menetapkan sesuatu yang lebih tepat sesuai dengan keadaan kita.


Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
Tampaknya, pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia tidak berdasarkan planologi, atau perencanaan kota. Pembangunan pusat perumahan tidak memikirkan bagaimana masyarakat dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain, dan yang paling penting ke tempat mereka mencari nafkah. Ketika penduduk bertambah, perumahan meningkat, transportasi masa tidak memadai, maka apa yang terjadi adalah kemacetan di mana-mana. Apalagi jalan tidak pernah ditambah secara berarti. Tanpa adanya transportasi masa yang memadai, kemacetan akan bertambah parah.

Kemacetan tersebut jelas menambah beban permerintah, dan memperbesar impor minyak. Konsumsi bahan bakar kendaraan dalam kemacetan merupakan biaya yang sia-sia. Biaya masyarakat bertambah, tetapi tanpa menghasilkan produktivitas.

Aristotle mengatakan "unexamined life is not worth living". Ini dapat pula diartikan bahwa hidup tanpa perencanaan dapat membuat hidup menjadi sulit.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
Sebenarnya, jika dipikir lebih dalam, korupsi lebih banyak terjadi di lingkungan pemerintah. Kenapa demikian? Salah satu sebabnya adalah untuk memperoleh jabatan atau pekerjaan di lingkungan itu, sudah merupakan rahasia umum, harus mengeluarkan biaya pribadi yang tidak sedikit, seperti halnya membayar uang gedung ketika masuk sekolah. Bagi seorang calon legislatif, misalnya, dia harus mengeluarkan dana pribadi yang tidak sedikit, agar dapat terpilih menjadi anggota dewan. Demikian pula halnya, bagi kepala daerah, mulai dari bupati sampai ke gubernur. Di lain pihak, gaji resmi yang dapat diperoleh tidak sebanding dengan apa yang telah dikeluarkannya itu. Walhasil, apa yang terjadi? Mencari pendapatan sampingan. Dengan cara apa? Yang jelas, dengan apa yang dimiliki, dan yang utama adalah kewenangan.

Oleh karena itu, Klitgaard memberikan definisi, yang kurang lebih, berbunyi, korupsi adalah karena adanya monopoli kewenangan, dan memperoleh pendapatan atas kewenangan itu, dan tidak dipertanggung jawabkan. Ini terjadi karena adanya dorongan yang berasal dari biaya pribadi yang dikeluarkan untuk memperoleh kewenangan tadi.

Jadi, untuk mengatasi hal tersebut, rubahlah sistem pemilihan pejabat publik, yang tidak membebankan biaya pribadi, tetapi menekankan unsur profesionalisme dan moral.

Salah satu contoh yang telah dilakukan di lingkungan pemerintah adalah, misalnya, lelang jabatan, atau apa yang telah dilakukan oleh OJK; walaupun pada akhirnya, yang dipilih kebanyakan orang dalam, tetapi jelas tidak berbiaya bagi mereka.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
Ada suatu masalah yang tampaknya jarang dipikirkan orang, yaitu masalah sistem harga yang sangat timpang. Harga dari suatu barang yang sama sangat bervariatif, dan berbeda di tempat yang berbeda, walaupun dalam suatu kota di mana perbedaan utilitas tempat yang tidak besar. Untuk barang itu, orang harus melakukan tawar menawar. Berbeda di negara maju, misalnya, satu makanan yang sama akan berbeda harganya sebanyak perbedaan biaya sewa tempat di mana makanan itu dijual . Hal ini tidak terjadi di Indonesia.

Masalah harga lainnya dapat juga dilihat dari besar kecilnya upah atau gaji. Tenaga kerja manusia tidak dihargai sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Namun, orang akan mengatakan hal itu masih wajar, karena memang jumlah tenaga kerja kita melimpah, alias jumlah pengangguran yang tinggi. Tetapi, bagaimana dengan yang berpendidikan tinggi, atau yang memiliki keahlian yang berbiaya tinggi. Seorang dokter yang telah dua tahun lulus, dan bekerja di rumah sakit pemerintah, misalnya, hanya memperoleh gaji Rp 800 ribu per bulan. Pendapatan tukang parkir, di lain pihak, dapat mencapai lebih dari itu.

Jadi, apa yang membuat ketimpangan harga itu terjadi?

Jawabannya berada pada tataran administrasi bisnis di Indonesia yang belum tertata dengan baik. Pembayaran pajak belum merata, dan masih dapat ditawar. Biaya bisnis yang tak terduga begitu banyak, sehingga sulit untuk dapat memprediksinya. Biaya siluman terjadi di mana-mana, kutipan-kutipan liar, dan uang pelicin, berlangsung dengan aman.

Semua biaya itu, jika ditinjau dari esensi transaksi yang wajar, merupakan tindakan koruptif, dan membuat biaya bisnis menjadi besar, tetapi tidak ada kaitannya dengan produktivitas, dan membuat risiko bisnis menjadi besar, dan keuntungan bisnis menjadi kecil. Biaya penyelesaian sengketa bisnis di jalur hukum begitu mahal, tidak peduli apakah setiap pihak yang bersengketa memang salah atau benar;tetapi, tetap harus bayar. Akibatnya, biaya yang bisa dikontrol ditekan semaksimal mungkin, termasuk biaya tenaga kerja.

Dari mana harus memperbaikinya? Jawabannya, harus di mulai dari pemerintahan yang bersih, dan untuk menjadi bagian dari aparat seharusnya tidak bayar.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
Masalah korupsi dan penegakkan hukum merupakan masalah temporer, dan dapat dikatakan berjangka pendek. Masalah ini dapat diatasi dengan kepemimpinan yang kuat, dan sistem politik yang berubah. Tetapi, masalah yang paling berat adalah yang berkaitan dengan pendidikan, tidak saja pendidikan keahlian, tetapi yang paling penting adalah juga pendidikan moral dan etika. Hasil kerja yang baik dalam pendidikan saat ini akan memberikan dampak dalam jangka panjang, atau satu generasi ke depan.

Masalah yang berkaitan dengan pendidikan yang harus dapat diatasi sekarang, antara lain, adalah:

- Keinginan lulus secara instan, dengan kerja yang minimal.
- Plagiarisme pada segala tingkat pendidikan.
-Ijazah sebagai tujuan akhir
- Ekspor tenaga kerja yang minim keahlian
- Berbahasa Indonesia di ruang publik di bawah standar yang baik.
-Tingkat produktivitas yang harus dapat ditingkatkan secara terus menerus.
- dan seterusnya.

Untuk mengatasinya, setiap pribadi harus meningkatkan kualitas masing-masing dari hari ke hari. Islam mengajarkan bhw hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan besok harus lebih baik dari hari ini. Tidak saja dalam lingkungan sekolah, tetapi kualitas kita dapat menjadi lebih baik dari lingkungan yang baik.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
CITRA HAKIM MENGKHAWATIRKAN

Ini adalah salah satu judul di Kompas hari ini. Semakin banyak hakim, yang tertangkap karena suap. Itu artinya semakin banyak hakim yang menjual keputusannya. Salah satu anekdot mengatakan, bahwa "uang akan dapat lebih banyak, jika memenangkan yang salah". Memang, keputusan hakim tidak ada yang dapat mengganggu gugat, sehingga keputusannya merupakan kewenangan mutlak para hakim.

Apa penyebabnya?

Salah satu penyebabnya, menurut Kompas, pendidikan tidak menghasilkan kualitas yang memadai. Penyebab yang lain adalah integritas yang rendah. Integritas juga merupakan hasil pendidikan yang baik, yaitu penerapan doktrin profesi yang ketat selama pendidikan.

Jadi, jangan abaikan pendidikan. Bahkan, Nabi Besar Saw menekankan bahwa pendidikan yang baik dimulai dari rumah.



 Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
Kapan Indonesia memiliki pemimpin sperti Lee Kuan Yew, yang dapat membawa negara kecil sekali menjadi besar dan maju berkali-kali, yang bekerja untuk rakyatnya, membuat negaranya kuat dari segi mental, moral, militer, ekonomi dan keuangan.

Lihatlah perbedaannya. Ketika anda mendarat di Changi, anda tidak diperiksa secara ketat, seperti masuk ke hotel bintang lima di Jakarta, padahal anda memasuki negara orang lain.

Naiklah veri dari Singapura ke Batam, atau sebaliknya. Anda akan merasakan perbedaan yang luar biasa, dalam hal: ketetaruran, kebersihan, estetika, dan fasilitas publik.

Devisa Singapura jauh lebih besar dari Indonesia, yang konon dikatakan kaya raya. Salah satu motto mereka, tidak memiliki utang dengan negara lain, dan selalu memperkuat kekuatan militernya, namun tidak tampak secara jelas.

Utang luar negeri berlawanan fungsi dengan militer. Utang, menurut mereka, akan memperlemah kedaulatan negara, seperti yang pernah dikatakan oleh Khalifah Umar bin Khatab As. Militer, di lain pihak, memperkuat kedaulatan negara. Kelemahan itu kita miliki, namun, kekuatan itu juga tidak, atau belum, karena alutsista kita banyak yang sudah tua.

Kenapa kita tidak belajar dari kesuksesan orang lain?



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
Banjir, oh banjir,
Masalah banjir Jakarta merupakan akumulasi persoalan yang menahun, yang kita tidak pernah gubris. Kenapa?
Pertama, tahu kah kita bahwa riel estate Atau apartemen yang dibangun memperhatikan masalah gorong-gorong atau sistim drainage.
Kedua, tahukan berapa banyak air tanah yang digunakan? Jika rakyat tidak memiliki saluran air PAM,maka sumber air yang digunakan pasti dari tanah. Ini membuat keseimbangan air dalam tanah terganggu, dan air laut masuk jauh ke dalam daratan.
Secara umum, dua hal ini mungkin luput dari perhatian kita. Yang selalu kita liat adalah, sampah yg dibuang ke kali, baantaran kali yang digunakan untuk rumah, dan seterusnya.
Jadi, tidak mungkin masalah banjir ini dapat diatasi dalam waktu yg singkat, dan tentunya tidak patut untuk menyalahkan pak Jokowi bekerja lambat.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
Tadi malam saya mengikuti tayangan Najwa Shihab mewancari Walikota Surabaya.

Apa yang tersirat sebenarnya juga adalah masalah besar di lingkungan kita saat ini. Kenapa?

Apa yang sesungguhnya terjadi adalah masalah "sistim nilai atau value system" kita yang telah berubah. Sebenarnya, Ibu Tri itu adalah sosok pemimpin daerah yang sesungguhnya. Beliau menjadikan dirinya sebagai pelayan rakyat, pemberi makan kaum papa, mengobati yang tidak mampu, mengayomi para yatim piyatu,berusaha mengatasi masalah sosial yang terjadi, membuat aparatnya tanggap rakyat, dan seterusnya, serta memberikan apa yang terbaik yang dimiliki dirinya, bagi rakyat Surabaya. Itu semua kenyataan yang dilakukannya!

Kalau kita simak sejarah masa lalu, maka kita dapat katakan bahwa apa yang dilakukan oleh Ibu Tri itu, pada prinsipnya, mirip dengan apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab, pada masa pemerintahan awal Islam, yang dilanjukan dari pimpinan Nabi Besar Muhammad Saw.

Lantas, apa yang salah dengan kita?

Menurut saya,masalah yang tampak adalah bahwa segala pendekatan kehidupan kita menggunakan pendekatan materialisme, yaitu keuntungan apa yang dapat diperoleh jika melakukan sesuatu, tidak peduli apakah itu menyangkut masalah sosial atau komersial.

Di dalam tayangan itu, saya sangat berharap saya salah dengar, yang sangat miris, menyayat hati, adalah yang berkaitan dengan cerita mengenai seorang pelacur tua, berumur 60 tahun, dan tinggal di suatu rumah dengan ukuran 2x2 yang sangat sederhana. Siapa pelanggannya? Disebutkan, semoga saya salah dengar, yaitu anak SD atau SMP!! Lantas, Najwa, bertanya kenapa begitu? Karena dia sudah tua, dan siapa saja yang mau dia terima!! Berapa bayarannya? Seribu dua ribu.

Waduh, jika tidak ada yang benar-benar mengatasi kejadian sosial yang sangat nista itu, maka jangan kaget kalau masyarakat terkait akan dilaknat Allah Swt.

Inannalilahi wa inalilahi rojiun.

Astagafirullah, astagafirullah, astagafirullah.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
Tadi malam ada berita di Metro TV mengenai penyadapan di kamar tidur, ruang makan dan ruang kerja Pak Jokowi. Impresi pertama saya, "LUAR BIASA", alias James Bond sudah masuk ke ruang pribadi pejabat penting Indonesia, secara diam-diam. Kedua, pendapat saya bahwa menjadi orang baik dan produktif serta pro rakyat harus lebih berhati-hati, karena dengan melakukan yang baik dapat berarti secara serta merta menjadi lawan dari yang ada di lingkungan. Tetapi, jangan kuatir, Tuhan akan menepati Janji Nya, selalu melindungi umat Nya yang beriman, tawakal, dan amanah, serta yang menciptakan banyak kebajikan. Jangan takut Pak Jokowi, ALLAH SWT menjadi pelindung anda; demikian pula, rakyat kebanyakan. Kita doakan.


Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
Banyak hal yang luput bagi kita untuk melakukan yang terbaik.

Buat jalan, misalnya, tidak pernah bisa bertahan lama. Satu hal, sebagai penyebabnya, adalah ketika membuat jalan, tidak pernah memikirkan untuk membuat gorong-gorong atau drainage di samping kiri dan kanan jalan. Jadi, ketika hujan datang, maka air mengenangi jalan. Setelah itu, jalan banyak yang berlobang.

Ketika jalan bypass di bangun oleh Amerika, juga jalan slipi oleh Rusia, yang pertama kali dibangun mereka adalah membuat drainage. Setelah Presiden Soekarno meresmikan jalan bypass itu melalui pidatonya, jalan itu bertahan sangat lama, dan hanya dilapisi aspal dari waktu ke waktu, tetapi tidak berlobang.

Belum lagi masalah spesifikasi jalan yang telah dikurangi, karena kemungkinan adanya tindakan koruptif.

Jadi, jalan yang berlobang adalah satu ciri yang kemungkinan hanya ditemukan di Indonesia. Saya tidak lihat karakteristik itu di negara-negara yang saya pernah kunjungi, termasuk Malaysia, Thailand dan The Philipines.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
Hampir setiap tahun, saya naik motor dari Cikampek ke Bali, atau dari Lampung ke Padang. Tidak pernah saya alami, dalam setiap perjalanan itu, jalan Pantura, atau lintas sumatra, jalannya mulus dari awal hingga akhir. Bagian yang rusak, dalam setiap perjalanan, berganti. Tahun pertama, misalnya, yang rusak di sekitar Brebes, maka tahun berikutnya, di sekitar Gresik, atau di tengah Pantura, atau lepas Batang. Setelah itu, yang rusak kembali lagi ke dekat Brebes, atau Tegal.

Tampaknya, kerusakann jalan memiliki irama tertentu pula?



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
Kemarin siang saya diundang makan siang oleh seorang Profesor, yang merupakan Dekan Fakultas Syariah, di Universitas Jambi. Beliau adalah lulusan doktor dari salah satu Universitas di Malaysia.

Beliau bercerita pada saya, bahwa pemerintahan atau institusi di Malaysia ketika akan membuat suatu putusan atau kebijakan publik, mereka mengajak seluruh pihak terkait untuk berunding. Ketika sudah diputuskan, katakan hari ini, maka hari berikutnya, sudah harus dilaksanakan. Setelah itu, setiap enam bulan, pelaksanaan di observasi atau dikaji ulang, apakah sudah sejalan dengan yang diharapkan.

Dengan demikian, tidak ada kebijakan yang tidak tepat sasaran.

Country Manager saya, Frank Shea, dari Chase Manhhattan, dulu pernah mengatakan, bahwa "I do not mind to learn any good thing, even from my competitor, Citibank".

Kenapa kita tidak?



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
Hal yang menarik lainnnya yang diceritakan oleh Profesor dan Dekan Fakultas Syariah, Universitas Jambi, kepada saya, adalah mengenai kapan ujian terbuka dilaksanakan bagi mahasiswa doktoral.

Di Malaysia, ujian terbuka dilakukan sebelum ujian tertutup, dengan mengundang seluruh mahasiswa calon doktor, yang diwajibkan untuk hadir dan bertanya. Kandidat itu bisa meneruskan ke tahap ujian berikutnya, adalah apabila yang bersangkutan dapat menjawab dengan baik seluruh pertanyaan yang diajukan.

Di Indonesia, ujian terbuka dilaksanakan setelah ujian tertutup, dan jarang ada pertanyaan, kecuali dari para penguji dan promotor.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
YTH. PAK PRABOWO SUBIANTO

Kebocoran uang negara Rp 1000 triliun per tahun secara kasat mata memang demikian adanya. Itulah sebabnya, negara kaya tetapi rakyatnya tetap banyak yang tidak sejahtera.

Namun, baru bapak yang mengutarakan secara terbuka, di depan publik, dan tersebar luas.

Seharusnya, ketika nakhoda kapal mendengar kapalnya bocor, maka sang nakhoda secara serta merta memeriksa langsung di mana yang bocor, apa penyebabnya, dan segera menghentikan kebocoran yang terjadi. Bukankah begitu? Karena jika tidak, kapal tentu akan tenggelam.

Kita, rakyat Indonesia, sangat mengharapkan kebocoran itu dihentikan, dananya dapat digunakan untuk banyak hal: pendidikan generasi muda yang lebih maju, infrastruktur yang lebih baik, peralatan militer yang memadai, dan seterusnya, sehingga memenuhi ketentuan UUD'45 - "memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa"



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
YTH. IBU RISMA
WALIKOTA, SURABAYA

Hari ini, saya baca di Kompas, bahwa ibu tidak jadi mundur. Alhamdulilah, ibu, itu keputusan yang sangat bijaksana, bukan saja untuk kepentingan ibu pribadi, tetapi lebih penting lagi, demi kepentingan umat atau rakyat banyak.

Ibu adalah sumber daya, kepemimpinan, yang langka. Berdasarkan Preambul UUD'45, sumber daya itu mutlak harus dijaga demi kesejahteraan rakyat banyak!

Karena, jika tidak dijaga, maka yang akan terjadi adalah kemudharatan yang luar biasa, yaitu:

Kezaliman akan mengalahkan kebajikan,
Kejahatan akan mengalahkan kebaikan,
Korupsi akan mengalahkan kejujuran,
Kemudharatan akan mengalahkan maslahah,

Akhirnya, sumber daya binasa, rakyat tambah sengsara, Indonesia celaka.

Oleh karena itu, pemimpin yang langka, demi kemaslahatan rakyat banyak, harus tegar, tetap bertahan, tetap menjadi suri teladan bagi anak bangsa, termasuk bagi yang dzalim, munafik, koruptif, dan yang hanya berkata-kata tanpa makna nyata; sehingga mereka dapat berkaca, dan malu.

Bravo, ibu Risma.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
KITA SERING MENGABAIKAN TATA KRAMA YANG BAIK.
TATA KRAMA YANG BAIK MENDUKUNG TERCIPTANYA KEMASLAHATAN.

Kemarin saya menghadiri suatu seminar. Ketika pembawa makalah berbicara, sebagian besar yang hadir sibuk ngobrol sesama mereka; bahkan, panelis yang duduk di tengah depan, juga sibuk berbicara, tanpa memperhatikan pemakalah.

Dengan demikian, sulit bagi kita untuk memahami substansi dari topik yang di seminarkan, yang merupakan kebajikan yang ingin dicapai.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
JALAN PANTURA YANG TIDAK PERNAH MULUS SECARA UTUH.
TERNYATA MERUPAKAN SUATU KESENGAJAAN.

Menurut Masdar Hilmy (Kompas, 1 Maret 2014), dalam pembangunan infrastruktur, misalnya, alokasi anggaran hampir dapat dipastikan ditujukan untuk pengaspalan jalan. Namun, merupakan logika yang aneh, pengaspalan itu "harus" mengelupas dalam kurun waktu kurang dari setahun!

Ini artinya, menurut Hilmy, membangun untuk "merusak"

Kenapa demikian?

Para sahabat pasti tahu jawabannya.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
APA HUBUNGANNYA KERUSAKAN JALAN DENGAN EKONOMI?

Jalan yang rusak memperlambat gerak laju kendaraan. Memperpanjang waktu untuk sampai ke tujuan. Menambah biaya perjalanan, dengan konsumsi bahan bakar yang lebih banyak. Hilangnya waktu tanpa manfaat.

Akibatnya distribusi barang mengalami keterlambatan, meningkatkan harga atau mendorong inflasi menjadi lebih besar, menimbulkan ketidaknyamanan berkendara, dan menambah angka kematian yang sia-sia.

Ini semua harus menjadi tanggung jawab negara kesejahteraan, seperti Indonesia, yang mengacu pada UUD'45 (Hilmy, Kompas, 0111/03/2014).



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
BAYANGKAN KALAU SEMUA PARPOL MELAKUKAN SEPERTI APA YANG DILAKUKAN PDIP, YAITU MENGUMPULKAN CALON PEMIMPIN NASIONAL YANG AMANAH DENGAN JEJAK REKAM YANG JELAS, SEPERTI JOKOWI DAN RISMA?

In no time, Indonesia will be a great country, with affluent people to live together in peace and harmony.

That is the maqasid al syariah, the objective of Islam.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn

Minggu, 09 Maret 2014

PK oleh MK

TAMPAKNYA, KITA MEMANG MEMILIKI MASALAH DALAM PROSES BERPIKIR, YAITU SULIT MEMBUAT PUTUSAN PUBLIK YANG TEPAT. MEMANG, PUTUSAN YANG TEPAT GUNA, PERLU DIEVALUASI SETELAH DIPUTUSKAN.

Lihatlah apa yang telah diputuskan oleh MK.

MK menganulir Pasal 268 (3) KUHAP, sehingga membuka peluang untuk mengajukan PK berkali-kali. Dasar putusan adalah Pasal 28 D (1) UUD'45, yang mengacu pada unsur 'keadilan'. Namun, Gustav Radbruch mengatakan, bahwa putusan yang ideal adalah yang mencakup tidak saja keadilan atau gerechtigheit, tetapi juga mengandung kepastian hukum atau rechtssicherheit (Pasal 28 D ayat 1 UUD'45), dan kemanfaatan atau zwecckmassigheit). Sebagai negara hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD'45), Indonesia tentunya juga harus menciptakan kemanfaatan hukum.

PK yang dapat diajukan berkali-kali dapat menunda putusan yang tetap atau inkracht. Dengan demikian, jika hal itu berkaitan dengan koruptor yang pejabat, maka sang pejabat akan tetap menjabat sampai putusan inkracht diperoleh, yang tidak tahu kapan. Ketika itu terjadi, kwalitas kepemimpinan sang koruptor menjadi tanda tanya yang sangat besar, terutama dalam lingkungan sosial yang sangat akut dengan penyakit korupsi.

PUTUSAN MENGENAI OTDA YANG BERJALAN TANPA EVALUASI FORMIL

Otda memang diperlukan sehubungan dengan kejadian masa lalu yang menimbulkan pemberontakan di banyak daerah, karena ketidak adilan dalam hal kue pembangunan yang hanya dinikmati oleh Pemerintah Pusat. Namun, Otda saat ini telah memperluas dan memperdalam tindak pidana korupsi, di semua lapisan, dan sampai ke pelosok. Ternyata, kue pembangunan juga tidak sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat banyak.

Tidak saja hal itu, Otda dan pemilihan langsung telah pula meningkatkan biaya politik, dan mendorong maraknya korupsi. Pilkada dapat terjadi setiap hari di Indonesia, karena jumlah kabupaten telah hampir sama dengan jumah hari kalender dalam setahun. Pemilihan langsung yang berbiaya besar bagi petarung politik akan merobah orientasi pemikiran dan tingkah lakunya yang mementingkan diri dan kelompoknya sendiri.

Itu sebabnya, apa yang terjadi pada Akil Muchtar sesungguhnya merupakan keniscayaan. Kenapa tidak? Seorang petarung politik yang telah menghabiskan puluhan milyar tidak akan tinggal diam, ketika hasil pemilihan diperkarakan. Seyogianya, dia akan mengusahakan apapun agar menang dalam pilkada; dia akan menyediakan dana tambahan untuk menang. Logika ini berlaku bagi kedua belah pihak, yaitu baik yang berpotensi untuk menang dan kalah.

WALHASIL: MUDHARAT YANG DIHASILKAN LEBIH BANYAK DARI MANFAATNYA.

PERTANYAANNYA SEKARANG:

PERTAMA: APAKAH INDONESIA TIDAK MEMILIKI ORANG PINTAR YANG BIJAK UNTUK MEMBUAT KEPUTUSAN YANG TEPAT.

KEDUA: KENAPA KITA ABAI TIDAK MENGOREKSI PUTUSAN PUBLIK YANG TIDAK TEPAT.

Jawabannya, saya serahkan kepada sahabat-sahabat yang saya hormati, sekalian.



LIHAT JUGA:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto