APAKAH MUNGKIN TANPA POLITIK UANG?
Jawaban nya sulit. Kenapa?
Pertama, ajang politik digunakan untuk mencari nafkah, bukan untuk
menciptakan kebajikan. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa
mayoritas kepala daerah dan sejumlah anggota DPR tersangkut masalah
korupsi. Kalaupun tidak, tampak dengan jelas sebagian besar anggota DPR
mangkir, ketika rapat berlangsung.
Kedua, proses pemilihan langsung
membutuhkan biaya yang besar bagi individu yang mencalonkan diri,
dengan mengggunakan biaya dari kantong sendiri, bahkan ada yang berutang
untuk tujuan itu. Jadi, motivasi utama adalah mengembalikan
biaya-biaya yang telah dikeluarkan, ketika menjabat.
Ketiga,
pengangguran di Indonesia lebih dari 9%, demikian pula tingkat
kemiskinan yang cukup besar; sehingga tingkat pendapatan riel sebagian
besar penduduk -rendah. Pada saat yang sama, masyarakat banyak sangat
merasakan bahwa para pemimpin publik tidak membawa manfaat atau
menciptakan kebajikan bagi mereka, selain menyuburkan korupsi bagi
pejabat dan yang terkait dengan mereka. Walhasil, rakyat kebanyakan itu
berfikir pendek, dengan meminta uang dari para caleg atau calon kepala
daerah, untuk janji memberikan suaranya (Tidakkah kita melihat ketika
ada pembagian uang hanya sejumlah Rp 50 ribu, orang berbondong-bondong
untuk berebut mendapatkannya). Ini saya alami sendiri dalam tahun 2009,
dan saat ini. Beberapa daerah yang saya kunjungi, para tokoh masyarakat
langsung mengatakan bahwa mereka memerlukan Rp 50 ribu per suara.
Keempat, berdasarkan butir 4 di atas, masyarakat kebanyakan tidak
memiliki komitmen untuk menggunakan hak pilihnya dalam memilih calon
pemimpin publik yang baik dan tepat.
Kelima, penegakkan hukum
kita sangat lemah, dan sifat masyarakat kita sangat permisif, dan cepat
lupa. Walhasil, pelanggaran pilkada atau pemilu tidak memperlihatkan
sanksi yang jelas bagi pelanggarnya, kecuali penyelesaian damai 86,
alias tahu sama tahu.
Bagaimana negara dan masyarakat akan
lebih sejahtera, jika pemilihan pemimpinnya dilakukan dengan berdasarkan
atas suatu jumlah uang, bukan berdasarkan sifat amanah, kompetensi, dan
intelektualitas?
MASIHKAH KITA TIDAK SADAR AKAN NASIB BANGSA INI DI MASA DEPAN, YANG TIDAK TERLALU LAMA DARI SEKARANG?
Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar