Rabu, 12 Maret 2014

Sebenarnya, jika dipikir lebih dalam, korupsi lebih banyak terjadi di lingkungan pemerintah. Kenapa demikian? Salah satu sebabnya adalah untuk memperoleh jabatan atau pekerjaan di lingkungan itu, sudah merupakan rahasia umum, harus mengeluarkan biaya pribadi yang tidak sedikit, seperti halnya membayar uang gedung ketika masuk sekolah. Bagi seorang calon legislatif, misalnya, dia harus mengeluarkan dana pribadi yang tidak sedikit, agar dapat terpilih menjadi anggota dewan. Demikian pula halnya, bagi kepala daerah, mulai dari bupati sampai ke gubernur. Di lain pihak, gaji resmi yang dapat diperoleh tidak sebanding dengan apa yang telah dikeluarkannya itu. Walhasil, apa yang terjadi? Mencari pendapatan sampingan. Dengan cara apa? Yang jelas, dengan apa yang dimiliki, dan yang utama adalah kewenangan.

Oleh karena itu, Klitgaard memberikan definisi, yang kurang lebih, berbunyi, korupsi adalah karena adanya monopoli kewenangan, dan memperoleh pendapatan atas kewenangan itu, dan tidak dipertanggung jawabkan. Ini terjadi karena adanya dorongan yang berasal dari biaya pribadi yang dikeluarkan untuk memperoleh kewenangan tadi.

Jadi, untuk mengatasi hal tersebut, rubahlah sistem pemilihan pejabat publik, yang tidak membebankan biaya pribadi, tetapi menekankan unsur profesionalisme dan moral.

Salah satu contoh yang telah dilakukan di lingkungan pemerintah adalah, misalnya, lelang jabatan, atau apa yang telah dilakukan oleh OJK; walaupun pada akhirnya, yang dipilih kebanyakan orang dalam, tetapi jelas tidak berbiaya bagi mereka.



Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar