Sebenarnya,
jika dipikir lebih dalam, korupsi lebih banyak terjadi di lingkungan
pemerintah. Kenapa demikian? Salah satu sebabnya adalah untuk memperoleh
jabatan atau pekerjaan di lingkungan itu, sudah merupakan rahasia umum,
harus mengeluarkan biaya pribadi yang tidak sedikit, seperti halnya
membayar uang gedung ketika masuk sekolah. Bagi seorang calon
legislatif, misalnya, dia harus mengeluarkan
dana pribadi yang tidak sedikit, agar dapat terpilih menjadi anggota
dewan. Demikian pula halnya, bagi kepala daerah, mulai dari bupati
sampai ke gubernur. Di lain pihak, gaji resmi yang dapat diperoleh tidak
sebanding dengan apa yang telah dikeluarkannya itu. Walhasil, apa yang
terjadi? Mencari pendapatan sampingan. Dengan cara apa? Yang jelas,
dengan apa yang dimiliki, dan yang utama adalah kewenangan.
Oleh karena itu, Klitgaard memberikan definisi, yang kurang lebih,
berbunyi, korupsi adalah karena adanya monopoli kewenangan, dan
memperoleh pendapatan atas kewenangan itu, dan tidak dipertanggung
jawabkan. Ini terjadi karena adanya dorongan yang berasal dari biaya
pribadi yang dikeluarkan untuk memperoleh kewenangan tadi.
Jadi, untuk mengatasi hal tersebut, rubahlah sistem pemilihan pejabat
publik, yang tidak membebankan biaya pribadi, tetapi menekankan unsur
profesionalisme dan moral.
Salah satu contoh yang telah
dilakukan di lingkungan pemerintah adalah, misalnya, lelang jabatan,
atau apa yang telah dilakukan oleh OJK; walaupun pada akhirnya, yang
dipilih kebanyakan orang dalam, tetapi jelas tidak berbiaya bagi mereka.
Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto?ref=tn_tnmn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar