RAJO HITAM, YANG MEMBELA KEPENTINGAN RAKYAT DAN DISINGKIRKAN.
Ini adalah sejarah dari Rajo Hitam, nenek moyang saya. Sebagian data
pendukung, saya peroleh dari Arsip Nasional Pusat, Jakarta. Salah satu
dokumen berbahasa Belanda kuno, yang ditulis oleh Comptroler Belanda
yang bertugas di Air Haji, Kecamatan Linggo Sari Baganti, Pesisir
Selatan, Sumatera Barat. Rajo Hitam, bersama 59 pengikutnya, "mandaruko" di daerah ini.
Menurut dokumen yang saya baca, yang diterjemahkan oleh teman saya,
Dr.Peter Verhezen, dari Belgia, menyebutkan bahwa pada suatu hari,
Gubernur Belanda yang berkedudukan di Kota Padang memangil seluruh raja
yang ada di daerahnya itu, untuk menandatangani perjanjian dengan
Belanda.
Isi perjanjian berbunyi bahwa seluruh hasil bumi harus
"diserahkan" ke Belanda, dengan harga yang dianggap wajar oleh Belanda.
Rajo Hitam, nenek moyang saya itu, tidak mau datang ke Padang, dan
tidak bersedia untuk menanda tangani perjanjian tersebut; karena jelas
merugikan rakyat.
Tampaknya Belanda menyingkirkan Rajo Hitam,
karena kemudian, Belanda memanggil Rajo Adat, bawahan Rajo Hitam;
kemudian, Rajo Adat itu menanda tangani perjanjian tersebut. Itu adalah
Rajo Hitam terakhir, dan sejak itu tidak pernah lagi terdengar namanya
oleh masyarakat sekitar.
Ini sekelumit kejadian yang pernah terjadi di tanah air, yang maknanya dapat pula terjadi saat ini.
Innalilahi wa inalilahi rojiun.
Hendy Herijanto Dt. Rajo Hitam
Sumber:
https://www.facebook.com/hendy.herijanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar