B
|
ERDASARKAN
hasil pembahasan dalam bab terdahulu, dapat disim- pulkan bahwa faktor-faktor
manajemen internal yang dimaksud telah diterapkan lebih baik atau lebih tinggi pada bank syariah,
dibandingkan pada
bank konvensional. Kesimpulan ini merupakan jawaban terhadap tujuan kedua dari penelitian
ini, dengan perincian sebagai berikut:
1.
Terdapat perbedaan yang
sangat signifikan antara pengaruh ke- mampuan dan pengetahuan kredit/pembiayaan terhadap NPF pada bank syariah, dibandingkan
dengan pengaruh kemampuan dan pengetahuan kredit/pembiayaan terhadap NPL pada bank konvensional. Selain itu,
penelitian ini juga berhasil mengung- kapkan bahwa pengaruh kemampuan dan pengetahuan kredit/ pembiayaan terhadap NPF pada
bank syariah lebih besar, diban- dingkan dengan kemampuan dan pengetahuan kredit/pembia- yaan terhadap NPL pada bank
konvensional. Dengan demikian, dapat dikatakan di sini bahwa kemampuan dan pengetahuan kredit/pembiayaan pejabat
kredit bank syariah lebih tinggi, di- bandingkan dengan kemampuan dan pengetahuan kredit/pem- biayaan pejabat kredit bank
konvensional.
2.
Terdapat perbedaan yang
sangat signifikan antara pengaruh in- tegritas dan profesionalisme terhadap NPF pada bank syariah, dibandingkan dengan pengaruh
integritas dan profesionalisme
terhadap
NPL pada bank konvensional. Selain itu, penelitian ini berhasil mengungkapkan
bahwa pengaruh integritas dan profesionalisme terhadap NPF pada bank syariah lebih besar, dibandingkan dengan pengaruh
integritas dan profesionalisme terhadap NPL pada bank konvensional. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa integritas dan
profesionalisme pejabat kredit bank syariah lebih tinggi, dibandingkan dengan integritas dan profesionalisme pejabat kredit
bank konvensional.
3.
Terdapat perbedaan yang
sangat signifikan antara pengaruh ka- dar spiritualitas terhadap NPF pada bank syariah, dibandingkan dengan pengaruh kadar
spiritualitas terhadap NPL pada bank konvensional. Penelitian ini juga berhasil mengungkapkan bah- wa pengaruh kadar spiritualitas
terhadap NPF pada bank syariah lebih besar, dibandingkan dengan pengaruh kadar spiritualitas terhadap NPL pada bank
konvensional. Jadi, dapat dikatakan di sini bahwa kadar spiritualitas pejabat kredit bank-bank
syariah lebih
tinggi, dibandingkan dengan kadar spiritualitas pejabat kredit bank-bank konvensional.
4.
Terdapat perbedaan yang
sangat signifikan antara pengaruh kepe- mimpinan bermoral terhadap NPF pada bank syariah, dibanding- kan dengan pengaruh
kepemimpinan bermoral terhadap NPL pa- da bank konvensional. Selain itu, penelitian ini berhasil
mengung- kapkan
bahwa pengaruh kepemimpinan bermoral terhadap NPF
pada bank syariah lebih besar dibandingkan,
dengan pengaruh kepemimpinan bermoral terhadap NPL pada bank konvensional. De- ngan demikian, dapat dikatakan
bahwa kepemimpinan bermoral pejabat kredit bank-bank syariah lebih baik, dibandingkan
dengan kepemimpinan
bermoral pejabat kredit bank-bank konvensional.
5.
Terdapat perbedaan yang
sangat signifikan antara pengaruh kul- tur perusahaan terhadap NPF pada bank syariah, dibandingkan dengan pengaruh kultur
perusahaan terhadap NPL pada bank konvensional. Selain itu, penelitian ini berhasil
mengungkapkan bahwa
pengaruh budaya perusahaan terhadap NPF pada bank
syariah lebih besar, dibandingkan dengan pengaruh
budaya per- usahaan
terhadap NPL pada bank konvensional. Dengan demi-
kian, dapat dikatakan bahwa budaya perusahaan
pejabat kredit bank-bank
syariah lebih baik, dibandingkan dengan budaya per- usahaan pejabat kredit
bank-bank konvensional.
6.
Terdapat perbedaan yang
sangat signifikan antara pengaruh kebijakan disiplin anggaran terhadap NPF pada bank syariah, dibandingkan dengan pengaruh
kebijakan disiplin anggaran terhadap NPL pada bank konvensional. Selain itu, penelitian
ini berhasil
mengungkapkan bahwa pengaruh kebijakan disiplin anggaran terhadap NPF pada bank syariah lebih besar, diban- dingkan dengan pengaruh
kebijakan disiplin anggaran terhadap NPL pada bank konvensional. Jadi, dapat dikatakan di sini bah- wa kebijakan disiplin anggaran
dari pejabat kredit bank-bank syariah lebih baik, dibandingkan dengan kebijakan disiplin anggaran
dari pejabat kredit bank-bank konvensional.
7.
Terdapat perbedaan yang
sangat signifikan antara pengaruh sistem penghargaan dan hukuman terhadap NPF pada bank syariah, dibandingkan dengan
pengaruh sistem penghargaan dan hukuman terhadap NPL pada bank konvensional. Selain itu, penelitian ini berhasil
mengungkapkan bahwa pengaruh sistem penghargaan dan hukuman terhadap NPF pada bank syariah le- bih besar, dibandingkan dengan
pengaruh sistem penghargaan dan hukuman terhadap NPL pada bank konvensional. Dengan demikian, dapat dikatakan di
sini bahwa sistem penghargaan dan hukuman dari pejabat kredit bank-bank syariah lebih baik, dibandingkan dengan sistem
penghargaan dan hukuman dari pejabat kredit bank-bank konvensional.
8.
Terdapat perbedaan yang
sangat signifikan, antara pengaruh kul- tur kredit/pembiayaan terhadap NPF pada bank syariah, diban- dingkan dengan pengaruh kultur
kredit/pembiayaan terhadap NPL pada bank konvensional. Selain itu, penelitian ini
berhasil mengungkapkan
bahwa pengaruh kultur kredit/pembiayaan ter- hadap NPF pada bank syariah lebih besar, dibandingkan dengan pengaruh kultur
kredit/pembiayaan terhadap NPL pada bank konvensional. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kultur kredit/pembiayaan pejabat kredit
bank-bank syariah lebih baik, dibandingkan dengan kultur kredit/pembiayaan pejabat kredit bank-bank konvensional.
9.
Terdapat perbedaan yang
sangat signifikan antara pengaruh pe- ngecekan reputasi terhadap NPF pada bank syariah, dibanding- kan dengan pengaruh pengecekan
reputasi terhadap NPL pada bank konvensional. Penelitian ini juga berhasil mengungkapkan bahwa pengaruh pengecekan
reputasi terhadap NPF pada bank syariah lebih besar, dibandingkan dengan pengaruh pengecekan reputasi terhadap NPL pada bank
konvensional. Jadi, dapat dikatakan di sini bahwa pengecekan reputasi pejabat
kredit bank- bank
syariah lebih baik, dibandingkan dengan pengecekan repu- tasi pejabat kredit bank-bank
konvensional.
10.
Terdapat perbedaan yang
sangat signifikan, antara pengaruh uji tuntas dan kepedulian terhadap NPF pada bank syariah, dibandingkan
dengan pengaruh uji tuntas dan kepedulian terhadap NPL pada bank konvensional.
Penelitian ini juga berhasil mengungkapkan bahwa pengaruh uji tuntas dan kepedulian ter- hadap NPF pada bank syariah
lebih besar, dibandingkan dengan pengaruh uji tuntas dan kepedulian terhadap NPL pada bank konvensional. Dengan demikian,
dapat dikatakan di sini bahwa uji tuntas dan kepedulian dari pejabat kredit bank-bank
syariah lebih baik,
dibandingkan dengan uji tuntas dan kepedulian dari pejabat kredit bank-bank
konvensional.
11.
Terdapat perbedaan yang
sangat signifikan antara pengaruh pengawasan kredit/pembiayaan internal terhadap NPF pada bank syariah, dibandingkan dengan
pengaruh pengawasan kredit/ pembiayaan internal terhadap NPL pada bank konvensional. Se- lain itu, penelitian ini
berhasil mengungkapkan bahwa pengaruh pengawasan kredit/pembiayaan internal terhadap NPF pada bank syariah lebih besar,
dibandingkan dengan pengaruh pengawasan kredit/pembiayaan internal terhadap NPL pada bank konvensio- nal. Dengan demikian, dapat
dikatakan di sini bahwa pengawasan kredit/pembiayaan internal dari pejabat kredit bank-bank
syariah lebih baik,
dibandingkan dengan pengawasan kredit/pembiayaan internal dari pejabat kredit bank-bank konvensional.
12.
Terdapat perbedaan yang
sangat signifikan antara pengaruh ga- bungan semua variabel x terhadap NPF pada bank syariah, dibandingkan
dengan pengaruh gabungan semua variabel x terhadap NPL pada bank konvensional.
Selain itu, penelitian ini berhasil mengungkapkan bahwa pengaruh gabungan semua variabel x ter- hadap NPF pada bank syariah
lebih besar, dibandingkan dengan pengaruh gabungan semua variabel x terhadap NPL pada bank konvensional. Dengan demikian
dapat dikatakan di sini bahwa se- mua faktor mikro (mulai x1 hingga xn)
manajemen internal bank-
bank syariah lebih baik, dibandingkan de-ngan semua faktor mikro (mulai x1 hinggaxu) manajemen internal bank-bank kon-vensional.
13. Sehubungan
dengan kedua belas faktormanajemen
internal yang dimaksud dite-
rapkan lebih baik pada bank
syariah, di- ------------------------------
bandingkan pada
bank konvensional, hasilnya menunjukkan bah- wa tingkat NPF pada bank syariah lebih rendah atau lebih baik,
di- bandingkan
tingkat NPL pada bank konvensional. Hal ini telah di- tunjukkan melalui pembuktian
hipotesis di atas, bahwa pengaruh seluruh variabel terhadap NPF lebih besar, dibandingkan dengan pengaruh variabel yang sama
terhadap NPL. Karena itu, dapat di- simpulkan dari model syariah tersebut, jika seluruh variabel
bebas tetap atau
tidak ada perubahan, maka NPF atau Y1 adalah sebesar 55,469. Nilai ini lebih kecil
dibandingkan dengan model bank konvensional dengan nilai Y2 sebesar
74,745. Ini artinya, tingkat NPF rata-rata lebih kecil dibandingkan dengan tingkat NPL. Dengan demikian, tujuan ketiga dari
penelitian dapat dijawab dengan baik.
Sehubungan
dengan tujuan keempat dari penelitian, yaitu meng- analisis dan menemukan penyebab
perbedaan tingkat penerapan setiap faktor manajemen internal yang dimaksud pada bank syariah dan
bank konvensional,
uraiannya adalah sebagai berikut:
Secara
sepintas, kesimpulan di atas tampaknya kurang logis jika dikaitkan dengan lamanya bank syariah
beroperasi di perbankan Indonesia. Bank syariah pertama yang beroperasi di Indonesia adalah Bank
Muamalat, mulai
1992. Kurun waktu yang relatif pendek itu mungkin saja dirasakan kurang untuk memupuk
pengetahuan dan keahlian yang lebih tinggi. Na- mun, seperti halnya pada Bank Muamalat, kebutuhan SDM bank
syariah umumnya
bersumber dari tenaga yang telah bekerja pada bank konvensional.
Dari segi kemampuan dan pengetahuan kredit/pembiayaan,
pelatih- an yang
diberikan pada bank syariah pada dasarnya merupakan penye- suaian materi sejalan dengan
konsep syariah. Dari segi pengetahuan me- ngenai syariahnya sendiri, semua tenaga SDM yang diperlukan
pada ba- gian yang
berkaitan dengan pembiayaan diberi pelatihan melalui magang oleh pejabat yang lebih senior
atau berpengalaman. Hal ini dilakukan berbarengan dengan pemberian pelatihan dalam ruangan kelas
secara berkala dan
terus-menerus oleh para senior.
Kebutuhan
akan pengetahuan dan keahlian perkreditan atau pem- biayaan pada bank syariah lebih
luas dan lebih dalam, jika dibandingkan dengan kebutuhan yang sama pada bank konvensional. Karena itu,
urai- an ini dapat
menunjukkan bahwa keterlibatan para senior atau yang lebih berpengalaman dalam proses
analisis, dan persetujuan usulan pembia- yaan lebih terintegrasi dengan pekerjaan yang dilakukan oleh
para peja- bat
pembiayaan. Di samping itu, adanya keterlibatan para senior dalam proses analisis dan persetujuan
membuat setiap pihak yang terkait lebih berhati-hati, dan hal ini didorong oleh adanya kata
"syariah". Adanya label "syariah" membawa konsekuensi rasa
malu, jika ternyata para pejabat membuat kesalahan dalam melakukan pekerjaannya; dan tidak
sejalan dengan
impresi "syariah", sehingga mereka bersikap lebih hati-hati dalam melakukan pekerjaan tersebut.
Penelitian
ini juga menyimpulkan bahwa penerapan faktor profesional- isme dan integritas lebih baik
pada bank syariah, dibandingan dengan penerapan faktor yang sama pada bank konvensional. Di samping
itu, di- simpulkan
bahwa kadar profesionalisme dan integritas pada bank syariah lebih tinggi daripada kadar
kedua faktor tersebut pada bank konvensio- nal. Apa sebabnya?
Pertama, dengan adanya kata
"syariah", semua pihak yang terkait dalam proses analisis dan persetujuan kredit/pembiayaan
mengetahui, bahwa
ketentuan syariah bersumber dari ketetapan Tuhan dan hadis Nabi Saw. Setiap calon pegawai
juga menyadari hal ini dan menjadikan- nya sebagai suatu bentuk idealisme, yang dikaitkan dengan
makna kata ini
ketika bergabung dengan bank syariah. Dengan adanya pengetahuan dan idealisme ini, mereka
berusaha lebih berhati-hati dalam melakukan pekerjaannya, karena adanya rasa takut salah dan malu kalau
menyim- pang dari
yang telah ditentukan.
Kedua, dalam melakukan
pekerjaan secara berkelompok dan untuk kelompok, secara khusus dan jelas Al-Quran mengatakan kepada
orang- orang yang
beriman, agar bertakwa bersama orang-orang yang benar (QS Al-Taubah [9]: 119). Ayat ini
menganjurkan agar profesionalisme dan integritas harus dijaga secara bersama dan untuk kepentingan
bersama. Dengan
demikian, profesionalisme dan integritas dalam lingkungan pe- kerjaan merupakan perhatian dan
kepentingan kelompok.
Ketiga, keberhasilan bank
syariah dalam menjalankan usahanya di- capai tidak saja karena tuntutan tugas profesionalisme para
eksekutifnya, tapi
juga merupakan tanggung jawab terhadap Tuhan.
Keempat, Nabi Saw. berkata
melalui salah satu hadisnya yang intinya menyetarakan pelaksanaan profesi sebagai amanah karena Allah
Swt, ha- nya
memandang hati dan perbuatan manusia, serta menyukai orang yang bekerja dengan baik dan
memenuhi kewajiban jika diberi kepercayaan. Dengan alasan-alasan ini, orang akan mempertahankan tingkat
profesio- nalisme
dan integritasnya, karena berkaitan erat dengan tanggung jawab untuk menjalankan prinsip
syariah dengan baik di dalam lingkungan bank syariah.
Kelima, jumlah bank syariah
masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah bank konvensional. Jumlah aset dan SDM-nya juga
jauh lebih kecil
dibandingkan dengan aset dan jumlah tenaga kerja pada bank konvensional. Kenyataan ini
membuat para pejabat pada bank syariah harus bekerja lebih hati-hati, karena kesalahan dapat dengan
lebih jelas dan
lebih cepat diketahui. Di samping itu, banyak pihak baik dari internal bank
maupun pihak eksternal bank, seperti para nasabah atau calon nasabah, selalu ingin
mengetahui dan mengikuti kinerja pejabat perkre- ditan atau pembiayaan bank syariah dan bank syariahnya sendiri
sebagai institusi.
Keenam, adanya perasaan malu
jika membuat kesalahan dalam peker- jaan, atau lebih khusus melakukan tindakan yang menyimpang
dari norma di
lingkungan yang bernuansa syariah. Di Bank Muamalat, yang melaku- kan tindakan menyimpang dari
norma yang dianut atau yang dianggap dianut dalam lingkungan tersebut cepat atau lambat akan
mengundurkan diri
secara sukarela. Sebab, di samping rasa malu, mereka merasa terkucil- kan dalam pergaulan sehari-hari
di lingkungan pekerjaaan. Secara khusus, budaya malu memang dikembangkan di lingkungan Bank Muamalat.
Ketujuh, pertumbuhan bank
syariah yang pesat merupakan turunan dari pasar yang masih terbuka luas, sehingga peluang ini
memerlukan le- bih
banyak tenaga yang berpengalaman dan memiliki keahlian di bidang pembiayaan syariah. Ini berarti
kesempatan pertumbuhan bank-bank
Kepemimpinan bermoral berpengaruh terhadap timbulnya
NPF pada bank syariah dan NPL pada bank konvensional dan pengaruh yang lebih
baik terjadi pada bank syariah dibandingkan pada bank konvensional.
syariah masih
terbuka luas pula, sehingga tenaga senior juga lebih banyak dibutuhkan saat ini dan di masa mendatang. Kesempatan
pertumbuhan ini
juga diamati dan diketahui oleh banyak pihak, terutama pihak internal bank. Karena itu, mere- ka menyadari bahwa baik peluang
promosi dari dalam (promotion from within)
maupun dari luar,
yaitu memperoleh posisi yang lebih tinggi di bank syariah lain termasuk yang baru beroperasi (promotion from without), masih terbuka lebar. Dengan alasan ini, mereka berusaha memper- tahankan integritas dan sikap
profesionalisme yang
lebih baik, dan menjaga kedua faktor yang bersifat krusial bagi karier seseorang ini agar ti- dak menjadi cacat.
|
Faktor spiritual
disimpulkan dapat memengaruhi timbulnya NPF pada bank syariah, dan NPL pada bank konvensional. Penelitian ini
juga me- nyimpulkan
bahwa kadar spiritualitas pejabat kredit bank syariah lebih tinggi, dibandingkan dengan
kadar spiritualitas pejabat kredit bank kon- vensional. Ini konsekuensi yang sangat logis mengingat semua
pihak yang terkait
dengan perkreditan/pembiayaan mengetahui bahwa ketentuan perbankan syariah harus
mengikuti ketentuan pada ayat-ayat Al-Quran dan hadis. Karena itu, wajar jika penerapan dan kadar
spiritualitas pada bank
syariah lebih tinggi daripada pada bank konvensional.
Pada
wawancara terhadap responden terungkap bahwa unsur spi- ritualitas ini diperkuat dengan
ketentuan-ketentuan dan pelatihan atau pencerahan keagamaan di lingkungan bank masing-masing.
Ketentuannya antara
lain setiap pegawai harus melakukan shalat lima waktu, berpuasa, dan menunaikan rukun Islam
lainnya. Di Bank Muamalat, setiap tahun program khusus dibuat untuk mengirim para pegawai guna
menunaikan ibadah
haji, berdasarkan kriteria tertentu.
Keimanan dan ketakwaan sangat diperlukan dalam lingkungan perbankan umumnya, dalam
pemberian kredit/pembiayaan khususnya, karena merupakan daerah yang sangat rawan terhadap
penyimpangan. Kasus
demi kasus penyimpangan di lingkungan perbankan yang menim- bulkan NPL di banyak negara,
termasuk Indonesia, selalu terjadi dari waktu ke waktu.
Penelitian
ini menyimpulkan bahwa kepemimpinan bermoral berpenga- ruh terhadap timbulnya NPF pada
bank syariah dan NPL pada bank kon- vensional, dan pengaruh yang lebih baik terjadi pada bank
syariah diban- dingkan
pada bank konvensional. Karena pengaruh kepemimpinan ber- moral terhadap NPF pada bank
syariah lebih besar, dibandingkan dengan faktor yang sama terhadap NPL pada bank konvensional, dapat
dikatakan bahwa
kepemimpinan bermoral pimpinan tertinggi bank syariah lebih baik, dibandingkan dengan
kepemimpinan bermoral pimpinan tertinggi bank konvensional.
Dengan makna syariah yang digunakan sebagai suatu bentuk
idealis- me, dan
bersumber dari Al-Quran dan hadis Nabi Saw., pimpinan tertinggi bank akan
menjadi sorotan dari banyak pihak, baik internal maupun eksternal, yang akan
mempertanyakan apakah tingkah lakunya sudah "syariah" atau belum. Di internal bank, pimpinan
tertinggi mau tidak mau menjadi panutan bagi para staf dan pegawainya. Dengan
dikembang- kannya
budaya malu, tingkah laku pribadi dan pola hidup juga menjadi perhatian terhadap dirinya,
karena merasa akan dinilai paling tidak oleh para stafnya dari segi yang berkaitan dengan syariah. Dengan
demikian, label
"syariah" yang digunakan harus diikuti tidak hanya dengan pola pembiayaan syariah yang benar,
karena selalu diawasi oleh Dewan Syari- ah Nasional, tetapi juga harus dibarengi dengan tingkah laku
yang sesuai dari
semua staf dan pegawai bank, yang harus dimulai dan dicontohkan oleh pimpinan tertinggi bank
yang terkait.
Jika pemimpin tertinggi bank syariah menunjukkan tingkah laku
pri- badi dan
kepemimpinannya yang menyimpang dengan apa yang diharap- kan oleh lingkungan, yang
berbeda dengan impresi "syariah", maka secara langsung atau tidak
penyimpangan dalam tindak-tanduk atau kepemim- pinannya itu akan terlihat "berbeda" dengan jelas.
Jika dalam bank syariah dikembangkan budaya malu, dengan sendirinya pemimpin tertinggi
yang tidak
"syariah" itu tidak akan dapat memimpin banknya secara efektif, dan dia akan merasa malu terhadap
lingkungan yang dipimpinnya.
Pada bank yang telah diwawancarai, budaya malu ini sedang
dikem- bangkan dan
terus dibudayakan.
Dari
hasil penelitian, yang menunjukkan bahwa pengaruh kultur perusa- haan terhadap NPF pada bank
syariah lebih besar, dapat pula dikatakan bahwa kultur perusahaan bank syariah lebih baik dibandingkan
dengan kultur
perusahaan bank konvensional. Hal yang membuat perbedaan dalam kultur perusahaan pada
bank syariah adalah bahwa kultur ini di- gunakan sebagai acuan etika, di samping digunakan sebagai
acuan lain- nya
seperti pencapaian hasil terbaik; dan dibarengi dengan budaya malu. Kultur perusahaan itu bersumber
atau mengacu pula pada Al-Quran dan hadis Nabi Saw. Acuan etika itu menentukan untuk bersifat
tertentu, atau tidak
bersifat tertentu, baik dalam lingkungan pekerjaan sehari-hari mau- pun lingkungan di luar jam
kantor.
Perbedaan mendasar penerapan kultur pada bank syariah dan bank konvensional terletak pada
makna kultur yang dikembangkan. Pada bank konvensional, kultur yang dikembangkan berorientasi pada
pencapaian tujuan
dan hasil akhir berupa peningkatan pendapatan atau keuntung- an. Selain sebagai identitas
terhadap makna "syariah" dan menciptakan komitmen terhadap organisasi),
kultur organisasi bagi bank syariah yang diwawancarai lebih dari mencapai tujuan hasil akhir yang
dimaksud.
Kultur organisasi pada bank syariah merupakan doktrin etika
yang mengharuskan
setiap staf bersifat tertentu dan tidak bersifat tertentu, sehingga dapat mendorong
berkembangnya nilai etika yang lebih kental. Terciptanya etika yang lebih kental dapat menciptakan komitmen
terha- dap
kepatuhan hukum, memengaruhi pengambilan keputusan, dan mela- kukan tindakan yang benar.
Pada bank syariah, kultur organisasi dapat dilihat dari
aktivitas se- hari-hari,
yang mengacu pada Al-Quran dan Sunnah Nabi Saw. Al-Quran menganjurkan manusia untuk
bekerja sama dalam mengerjakan keba- jikan dan takwa, dan bukan tolong-menolong dalam berbuat dosa
atau pelanggaran.
Karena perhatian diarahkan pada kedua acuan ini, kultur perusahaan ke arah yang lebih
komplet dikembangkan secara bertahap.
Namun, secara umum kultur yang dikembangkan pada bank syariah telah dapat menekan frekuensi
penyimpangan yang terjadi dalam bank, yaitu dengan contoh berikut: Panin Syariah o persen, Muamalat
di bawah 1 persen,
dan BSM lebih kecil dari 1 persen; pada bank konvensional, di lain pihak, bisa mencapai 2o
persen. Bank syariah mencatat angka yang lebih baik karena kultur perusahaan yang lebih baik, yang
didorong oleh adanya
budaya malu dan takut salah.
Penelitian
ini menyimpulkan bahwa penerapan kebijakan disiplin anggar- an dapat memengaruhi timbulnya
NPF pada bank syariah dan NPL pada bank konvensional, dan kebijakan disiplin anggaran pada bank
syariah lebih baik
daripada kebijakan disiplin anggaran pada bank konvensional. Ini artinya disiplin keuangan
bank syariah lebih baik dibandingkan de- ngan bank konvensional.
Hal ini jelas berkaitan dengan teori dan praktik yang
diterapkan pada
bank syariah, yakni: realisasi pendapatan atau arus kas harus selalu dibandingkan dengan ekspektasi,
atau proyeksi karena pembiayaan bank syariah yang mengacu pada perolehan keuntungan riil dalam arti cash basis. Terutama dalam
hal pencatatan yang berkaitan dengan realisasi arus kas, serta dalam penyelesaian
pembiayaan bermasalah, disiplin keuangan ini dijalankan dengan sangat ketat dengan penjelasan berikut:
Pertama, sebagai dasar
filosofi penerapannya, Al-Quran menye- butkan bahwa Allah tidak menyukai sesuatu yang berlebihan atau
pem- borosan,
karena pemborosan itu adalah saudara setan yang ingkar pada Tuhannya dan keseimbangan dalam
membelanjakan harta.
Kedua, semua transaksi dari
berbagai macam akad bank syariah mengacu pada perolehan keuntungan riil, atau arus kas yang
sesungguh- nya atau
bersandar pada cash basis.
Ketiga, secara reguler
realisasi pendapatan selalu harus dibanding- kan dengan ekspektasi, atau pengontrolan ini selalu dilakukan
walaupun kolektibilitas
pembiayaan masih dalam keadaan kategori lancar.
Keempat, hasil wawancara
dengan bank syariah tertentu menun- jukkan bahwa sistem penagihan dilakukan lebih tegas dengan
keputusan lebih
jelas, yang mengacu pada perolehan kas yang lebih cepat dan/atau keberanian dalam mengambil
sikap "cut loss". Pada bank tersebut, kegi- atan remedial dibagi menjadi
dua bagian: pertama, tidak ada jaminan, dan, kedua, ada jaminan. Jika tidak ada jaminan, tindakannya
adalah "cut loss".
Tetapi, jika jaminan cukup kuat, apa yang dilakukan adalah meng- usahakan menjual jaminan dengan
mencari calon pembeli.
Hal yang menarik untuk dicatat adalah bahwa, menurut salah
satu bank yang
diwawancarai, pembiayaan yang tidak memiliki jaminan lebih sedikit mengalami penghapusan (write off). Ini artinya
proses seleksi atau
analisis dan persetujuan pembiayaan dilakukan dengan sangat baik, efisien, dan efektif.
Faktor sistem
penghargaan dan hukuman disim- pulkan dapat memengaruhi timbulnya NPF pada bank syariah dan NPL pada bank
konvensional, dan
penerapan atau sistem pemberian hadiah dan hukuman pada bank syariah lebih baik, di- bandingkan penerapan sistem
yang sama pada bank
konvensional.
Hal ini tidak
lepas dari isyarat yang ada pada Al-Quran bahwa siapa yang melakukan amal yang saleh, dan siapa yang
melakukan perbuatan jahat sekecil apa pun, maka ia sendiri yang akan menerima pahala atau dosa atau
balasannya. Al-Quran juga menyatakan bahwa orang akan mendapat bagian dari apa yang telah
dikerjakannya, karena
Tuhan begitu cepat dalam melakukan perhitungan dari apa yang telah dilakukan itu. Namun, Al-Quran
juga mengisyaratkan, bahwa kesalahan orang perlu diteliti terlebih dulu dengan
melakukan tabayyun sebelum diberikan sanksi yang sesuai, karena Tuhan tidak
akan mengazab sebelum
mengutus seorang Rasul. Dalam praktiknya, penerapan sistem ini dilaksanakan lebih dengan
jelas dan pasti pada bank syariah.
Hasil
wawancara dengan bank syariah menunjukkan bahwa setiap tindakan yang menunjukkan
integritas yang tinggi diberi hadiah. Sebalik- nya, jika ada kesalahan, akan dikenakan sanksi berupa
pemberian SP 1, SP
2 dan SP 3 secara konsisten atau dikucilkan; dan jika melakukan tidak- an yang menyimpang, langsung
diberhentikan. Bahkan pada salah satu bank yang diwawancarai, disebutkan bahwa setiap unit memiliki
ukuran sendiri,
yang disebut key performance indicator (KPI), yakni setiap unit harus mencari poin yang lebih tinggi agar mendapat reward, dan setiap tindakan yang menunjukkan
integritas yang tinggi diberi penghargaan. Sebaliknya, jika menyimpang, dikenakan sanksi sampai
pemberhentian.
Tuhan adalah pemilik mutlak,
dan manusia hanya pengelolanya, sehingga harta harus digunakan sesuai dengan tujuan-tujuan
yang bernapaskan Islami.
|
Penerapan
yang lebih tegas dan jelas ini juga dilatarbelakangi oleh idealisme "syariah",
dan adanya kultur malu. Karena adanya rasa malu, orang yang melakukan kesalahan atau menyimpang dari pengertian "syariah" atau staf
yang cacat profesionalisme dan integritasnya, pada akhirnya akan mengundurkan diri
dengan sendirinya. Mengenai sistem pemberian penghargaan dan sanksi ini, mereka juga berpendapat
bahwa bank
konvensional umumnya belum serinci dan selengkap pada BSM atau Bank Muamalat.
Penelitian
menyimpulkan bahwa faktor kultur kredit atau pembiayaan dapat memengaruhi timbulnya NPF
pada bank syariah dan NPL pada bank konvensional, dan kultur pembiayaan pada bank syariah
lebih baik dibandingkan
dengan kultur kredit pada bank konvensional. Mengapa demikian?
Pertama, secara teoretis,
menurut Chapra dan Ahmed, bank syariah menghadapi risiko pembiayaan yang lebih besar sehingga
pengelolaan- nya
harus lebih bijaksana dan diperlukan kultur, manajemen risiko serta kultur kredit/pembiayaan yang
efektif. Secara hakiki, penerapan kultur tersebut merupakan pengejewantahan tanggung jawab pengelolaan
dana masyarakat
pada bank. Algaoud dan Lewis mengaitkan masalah tanggung jawab ini dengan konsep umat
yang merupakan solidaritas di kalangan muslim, yang berkaitan dengan konsep amanah dalam pengelolaan
harta. Tuhan adalah
pemilik mutlak, dan manusia hanya pengelolanya, sehingga harta harus digunakan sesuai
dengan tujuan-tujuan yang bernapaskan Is- lami. Algaoud dan Lewis berpendapat bahwa konsep amanah yang
sama juga menuntut
agar bank, sebagai wakil investor atau pemilik dana, ber- tindak dalam melakukan
pengelolaan dana tersebut dengan penuh tang- gung jawab, serta memenuhi segala kewajiban mereka terhadap
pemilik dana.
Kedua, dari segi praktik,
salah satu bank yang diwawancarai me- nyebutkan bahwa setiap pejabat harus memahami "kultur
dari produk" terlebih
dulu sebelum memahami kultur yang lebih luas. Jika demikian halnya, itu berarti bahwa
mereka harus benar-benar memahami seluruh seluk-beluk mengenai semua produk itu, termasuk risiko yang
terkait dan yang
mungkin harus dihadapi, beserta kajian mengenai besar-kecilnya kemungkinan keuntungan yang
diharapkan dapat terealisasikan. Dengan demikian, setiap produk dapat diaplikasikan kepada situasi
atau transak- si
yang sesuai. Ini artinya pendekatan yang digunakan lebih spesifik dan fokus, dibandingkan dengan
pendekatan yang digunakan oleh bank kon- vensional.
Ketiga, terdapat perbedaan
pendekatan kultur dalam proses pembe- rian kredit, antara bank konvensional dan bank syariah. Pada
bank sya- riah,
semua calon nasabah dianggap baik, baru kemudian diteliti apakah calon nasabah itu memiliki
karakteristik yang tidak baik. Jika ada, ma- salah kenapa tidak baik itu kemudian diteliti lebih lanjut.
Jika hasilnya jelas
tidak ada yang harus dikhawatirkan, baru analisis pembiayaan yang diperlukan dilanjutkan. Hal ini
dapat dimengerti karena hubungan nasa- bah dengan bank yang akan dibentuk pada bank syariah adalah
hubung- an yang
berdasarkan kemitraan, terlepas dari adanya unsur kedekatan dengan pribadi yang ada di bank
atau tidak. Pada bank konvensional, hubungan yang akan dibentuk itu merupakan hubungan
kreditor-debitor. Dengan
demikian, pendekatan yang dilakukan pada tahap awal ini adalah untuk memastikan apakah calon
debitor itu dapat dipercaya atau tidak, atau dengan kata lain, apakah layak kredit atau tidak. Jadi,
pendekatan awal
tersebut cenderung dimulai dengan kecurigaan terhadap calon debitor.
Uraian ini menunjukkan
bahwa pendekatan awal yang dilakukan oleh bank syariah lebih luas, tapi terarah, kemudian
terkonsentrasi pada hal yang lebih khusus. Pada bank konvensional, pedekatan awal
yang dimaksud lebih
bersifat umum, dan juga menggunakan unsur kedekatan antarpribadi yang ada di bank
dengan calon debitor sebagai sumber in- formasi apakah calon debitor dapat dipercaya atau tidak.
Faktor
pengecekan reputasi dapat memengaruhi timbulnya NPF pada bank syariah dan NPL pada bank
konvensional, dan pengecekan reputasi pada bank syariah dilakukan lebih baik daripada pada bank
konvensional. Dari
segi teori, alasannya adalah sebagai berikut:
Pertama, keperluan untuk
melakukan pengecekan masalah reputa- si yang lebih dalam atau luas terhadap calon nasabah dapat
dilihat dari substansi
yang diperlukan untuk membentuk hubungan dengan calon "mitra" bagi bank
syariah. Sebagai calon mitra, bank syariah memerlukan unsur human capital calon nasabah
yang dapat mendukung penciptaan keuntungan bagi kedua belah pihak, yaitu pihak bank dan
nasabah. Ini artinya
yang diperlukan tidak saja unsur keahlian berbisnis atau menjalankan suatu
usaha yang akan dibiayai, tetapi juga sifat "orangnya" dan sifat "lingkungan"
yang dapat memengaruhi orang tersebut. Hal ini dila- kukan secara independen, tidak
dimulai karena adanya unsur "kedekat- an" seperti pada umumnya pada bank konvensional.
Kedua, secara hakiki pribadi
Nabi Muhammad Saw. merupakan contoh reputasi. Dengan kualitas pribadi yang dimilikinya dan
hasil ker- ja yang
memuaskan, Nabi Saw. merupakan mudharib yang berhasil dan dikenal baik di Jazirah Arab pada zamannya; dan sebagai
debitor, Nabi
Saw.
selalu mementingkan pembayaran kewajib- annya paling tidak tepat waktu. Hal inilah yang mengilhami materi kegiatan
pengecekan reputasi yang dilakukan pada bank syariah.
Karena itu, pada praktiknya, seperti diung- kapkan dari wawancara yang
dilakukan dengan sejumlah
pejabat bank syariah, alasannya adalah sebagai berikut:
Pertama, cakupan pengecekan
reputasi yang dilakukan
oleh bank syariah lebih luas diban- dingkan dengan apa yang dilakukan oleh bank konvensional. Seperti halnya
yang dilakukan oleh bank konvensional, bank syariah juga melakukan pengecekan
apakah ca- lon
nasabah termasuk dalam daftar nasabah dengan tingkat kolektibilitas tidak lancar pada Bank
Indonesia. Namun, cakupan pengecekan reputa- si calon debitor juga mencakup pengecekan reputasi dari
keluarga yang berkaitan
dengan calon debitor dan di sekitar bisnis calon debitor. Jika calon nasabah merupakan badan
usaha, pengecekan dilakukan berkaitan dengan reputasi semua personel pengurus badan usaha tersebut.
Kedua, karena nasabah merupakan calon mitra bank syariah, materi pengecekan reputasi lebih luas
daripada pengecekan yang dilakukan oleh bank konvensional yang hanya menekankan pada masalah bisa
diperca- ya atau
tidak dan kemampuan bayar di masa depan. Materi pengecekan yang dilakukan oleh bank
syariah meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan keahlian bisnis, karakter, terkait masalah hukum atau
tidak, sam- pai
pada apakah bisa bekerja sama atau tidak.
Dari
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa faktor uji tuntas dan kepedulian pada
bank syariah lebih besar, dan dapat dikatakan bahwa uji tuntas dan kepedulian yang
dilakukan oleh bank syariah lebih baik dibandingkan dengan uji tuntas dan
kepedulian yang dilakukan oleh bank konvensional. Alasannya:
Bank syariah harus meneliti lebih
ketat dan terperinci karena setiap pembiayaan harus diketahui secara pasti peruntukannya,
bisnisnya, dan debitornya.
|
Pertama, adanya sabda Nabi
Saw. yang menyatakan bahwa Allah akan sangat senang jika umatnya melakukan pekerjaannya dengan
tekun dan
bersungguh-sungguh. Sebelum suatu pekerjaan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, orang perlu
menyelidiki dan mempelajari hal ihwal
pekerjaan itu terlebih dulu. Al-Quran pun memerintahkan kepada kaum muslim untuk melakukan penyelidikan dan verifikasi (tabayyun) terha- dap semua pernyataan dan informasi yang dapat diperoleh, sebelum me- lakukan tindakan atau keputusan.
pekerjaan itu terlebih dulu. Al-Quran pun memerintahkan kepada kaum muslim untuk melakukan penyelidikan dan verifikasi (tabayyun) terha- dap semua pernyataan dan informasi yang dapat diperoleh, sebelum me- lakukan tindakan atau keputusan.
Kedua, bank syariah harus
meneliti lebih ketat dan terperinci karena setiap pembiayaan harus diketahui secara pasti peruntukannya,
bisnis- nya, dan
debitornya. Ini artinya awal analisis lebih fokus dan jalannya lebih terarah. Bank syariah
harus memastikan bahwa pembiayaan tidak berkaitan dengan spekulasi, derivatif, atau rekayasa keuangan
yang ti- dak
produktif; harus meneliti dengan saksama kejujuran dan realibilitas calon nasabah sebagai calon
mitra, karena keberhasilan usaha sangat di- tentukan oleh kejujuran dan realibilitas mitra dan
kemampuannya untuk memperoleh
keuntungan. Hal ini sangat penting untuk ditelaah secara dalam karena pada akad PLS,
bank ikut berpartisipasi dalam risiko dan ikut menanggung kerugian yang mungkin terjadi.
Dalam keadaan yang terus merugi, bank tidak dapat mengambil
jalur pailit atau
menyita jaminan dari usaha yang dibiayai, seperti halnya da- lam bank konvensional. Alasan
ini akan mendorong bank untuk meneliti komitmen calon nasabah untuk bekerja sama dengan waktu yang
lebih panjang, dan
kedua belah pihak bertanggung jawab terhadap keberhasil- an usaha. Di sini, hubungan
bank dengan konsumen tidak dibentuk dari hubungan antara kreditor dan debitor, tetapi merupakan
hubungan an- tarmitra
atau antara shahibul mal dan mudharib.
Hubungan itu tidak semata-mata bersifat transaksional, tetapi
lebih relasional
dengan waktu yang cenderung lebih panjang. Dengan demikian, kegiatan uji
tuntas tidak terbatas hanya pada pengawasan pembayar- an angsuran dan bunga agar
tepat waktu, atau kepatuhan terhadap keten- tuan pembatasan atau
covenants dari perjanjian atau akad saja. Dalam perspektif uji tuntas, bank
syariah tidak hanya melakukan hal-hal tersebut, tetapi lebih jauh dari semua
kegiatan itu. Bank syariah sebagai mitra dan shahibul mal perlu mengawasi dalam arti membimbing atau meng- arahkan mitra lain, atau mudharib dalam batas yang
dimungkinkan, agar usaha
yang dibiayai benar-benar dapat menghasilkan keuntungan.
Hasil
wawancara juga mengungkapkan bahwa masalah uji tuntas ini sangat diperhatikan karena
adanya kekhawatiran akan takut salah. Jika salah, akan dikucilkan, dan dibuat menjadi pesakitan, sehingga
hal ini berkaitan
dengan mempertahankan profesionalisme dan integritas yang lebih tinggi, dan didorong oleh
perasaan "takut salah dan malu". Karena
adanya budaya malu, orang juga akan merasa takut
jika melakukan ke- salahan
dalam melakukan pekerjaannya, yang akan terlihat jika pembia- yaan kemudian menjadi
bermasalah. Karena itu, kegiatan uji tuntas dan kepedulian dilakukan lebih ketat dan lebih berhati-hati oleh
bank syariah.
Dari
penelitian disimpulkan bahwa faktor pengawasan kredit/pembiaya- an dapat memengaruhi timbulnya
NPF pada bank syariah dan NPL pada bank konvensional, dan pengawasan kredit/pembiayaan yang
dilakukan pada bank
syariah lebih baik dibandingkan pada bank konvensional. Mengapa pengawasan kredit
internal—yang identik dengan institusi his- bah dalam zaman Nabi Saw., yang dilaksanakan oleh muhtasib—pada bank syariah
lebih baik dibandingkan pada bank konvensional?
Pertama, terdapat acuan
dalam ayat Al-Quran, yang pada dasarnya mengindikasikan bahwa temuan atau berita baru harus diteliti
terlebih dulu
kebenarannya. Jika benar, baru ditindaklanjuti.
Kedua, ada kebutuhan yang
lebih terperinci atau lebih pasti karena harus meneliti ulang
underlying transaction yang telah dibiayai. Dalam hal pembiayaan mesin, misalnya,
pemeriksaan dilakukan langsung ke la- pangan untuk meneliti spesifikasi mesin.
Ketiga, audit atau pengawasan kredit atau pinjaman/pembiayaan dilakukan dua kali, yaitu dari
segi bisnis dan dari segi syariah. Kedua macam audit pada dasarnya melihat objek yang sama, tetapi
dengan per- spektif
yang berbeda. Walaupun secara bisnis bagus, dari pandangan sya- riah belum tentu sehingga kedua
macam ketentuan harus dipenuhi. Kare- na adanya dua macam audit pada objek yang sama, petugas atau
pejabat yang
terkait akan melakukan pekerjaannya lebih hati-hati karena mereka tahu bahwa hasil kerja mereka
akan diperiksa berulang-ulang. Di samping itu, di salah satu bank yang menjadi
objek wawancara, pihak yang melakukan penilaian kembali ini memiliki KPI sendiri untuk
memastikan kualitas
hasil pengawasan yang dilakukan.
Di samping perbedaan yang sangat
signifikan, penelitian ini juga berhasil mengungkapkan bahwa pengaruh semua faktor manajemen internal
NPF pada bank
syariah lebih besar, dibandingkan dengan pengaruh semua faktor manajemen internal
terhadap NPL pada bank konvensional. De- ngan demikian, dapat dikatakan bahwa penerapan semua faktor
manaje- men
internal secara simultan pada bank syariah lebih baik, dibandingkan dengan penerapan faktor-faktor
yang sama pada bank konvensional.
Penjelasan
yang paling logis mengenai pengaruh yang lebih baik ter- sebut adalah bahwa, di bank
syariah, makna syariah menyeimbangkan penerapan semua faktor tersebut secara bersamaan. Pada tataran
indivi- du, masalah
spiritual atau keimanan berlaku tidak saja terhadap hubung- an vertikal, yaitu terhadap
Tuhan, tetapi juga secara horizontal, yaitu an- tarsesama manusia dan antara manusia dan perilakunya. Dalam
hal yang terakhir
ini, keahlian dan pengalaman dalam melakukan pekerjaan selalu dibarengi dengan pertimbangan
untuk bertingkah laku sebagai pribadi yang wajar secara "syariah", baik di dalam maupun di
luar lingkungan pekerjaan.
Jika kadar moralitas seorang pemimpin tertinggi lebih kental, tingkat keimanannya dapat
dipastikan lebih tinggi, baik secara pribadi maupun sebagai seorang eksekutif. Dalam hal seperti itu, dapat
diha- rapkan
pemimpin yang bersangkutan dapat dijadikan sebagai panutan bagi semua staf dan pegawainya,
baik dari segi profesionalisme maupun sebagai pribadi dilihat dari tindak tanduk sehari-hari. Dengan
demikian, pemimpin
yang tertinggi itu akan memperkuat kultur malu yang berlang- sung dilingkungan kerja pada
bank.
Pada tataran
perusahaan, pengaruh gabungan yang lebih besar yang terjadi pada bank syariah itu
dapat pula disebabkan oleh adanya keseim- bangan penerapan antara ketiga kelompok faktor yang digunakan
dalam penelitian
ini. Kualifikasi personel yang ada, diimbangi dengan kualifikasi institusi yang dapat
memengaruhi tingkah laku dalam bekerja, atau da- lam hal ini dalam pengambilan keputusan kredit atau pemberian
pinjam- an/pembiayaan.
Penerapan kedua kelompok faktor ini dapat dipastikan terlaksana dalam proses yang
dilakukan, yaitu ketika pengecekan reputasi dari calon debitor atau nasabah, yang kemudian
dimanifestasikan ke da- lam uji tuntas yang dilakukan ketika akan menyetujui suatu
usulan kredit atau
pinjaman/pembiayaan, dan monitoring yang sungguh-sungguh ter- hadap pinjaman/pembiayaan yang telah diberikan.
Kontrol yang
lebih konkret dari seluruh proses ini dapat lebih di- pastikan ketika audit kredit
dilakukan, diikuti dengan penerapan sistem penghargaan kepada mereka yang memberikan kontribusi terhadap
pen- capaian target
keuntungan dan pembentukan integritas yang lebih baik, serta pengenaan sanksi yang
lebih jelas dan pasti terhadap penyimpangan
dalam pelaksanaan pekerjaan dan tingkah laku. Keseluruhan proses ini, yang diimbangi dengan kualifikasi personel atau SDM tersebut, dan didu- kung dengan lingkungan institusi yang kondusif terhadap pengambilan keputusan kredit atau pembiayaan yang mendukung, pada akhirnya akan bermuara pada disiplin keuangan yang lebih baik, dan kemudian pada perolehan pendapatan atau arus kas yang lebih baik pula.
dalam pelaksanaan pekerjaan dan tingkah laku. Keseluruhan proses ini, yang diimbangi dengan kualifikasi personel atau SDM tersebut, dan didu- kung dengan lingkungan institusi yang kondusif terhadap pengambilan keputusan kredit atau pembiayaan yang mendukung, pada akhirnya akan bermuara pada disiplin keuangan yang lebih baik, dan kemudian pada perolehan pendapatan atau arus kas yang lebih baik pula.
Perolehan pendapatan atau keuntungan se- cara arus kas riil merupakan
tema sentral pem- biayaan
yang dilakukan oleh bank syariah, yang pengaruhnya lebih luas dibandingkan hanya membayar bunga pada
bank konvensional.
Perolehan keuntungan memerlukan seperangkat konsep, pemikiran, infrastruktur atau
peralatan, tenaga pelaksana yang memadai, lingkungan yang mendukung, serta pelaksanaan pekerjaan yang
lebih se- rius,
daripada hanya sekadar kemampuan membayar bunga, yang sering- kali bukan berasal dari hasil
perolehan usaha.
Guna mencegah atau
memperkecil terjadinya NPF dan NPL, cara yang dapat dilakukan adalah berusaha
meningkatkan faktor-faktor mikro manajemen internal bank.
|
Tampaknya, keseimbangan antara ketiga kelompok faktor
tersebut, yaitu
kelompok kualifikasi personel, kelompok kualifikasi lingkungan institusi, dan kelompok proses,
sering dapat dipertanyakan pada bank konvensional. Pada bank-bank konvensional yang namanya telah dikenal baik oleh masyarakat
luas, misalnya, sering diberitakan adanya penyimpangan tingkah laku yang terjadi pada pimpinan tertinggi atau direksinya, atau
terjadinya tindak pidana korupsi di lingkungan bank. Kasus L/C fiktif besar yang pernah terjadi merupakan
masalah dalam
proses, di mana uji tuntas dan kepedulian tidak dilakukan, dan pengawasan kredit tidak
berfungsi sebagaimana mestinya, serta sanksi terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi sebelumnya
tidak ditindaklanjuti
dengan jelas dan pasti, sehingga orang lebih berani untuk melakukan penyimpangan yang
lebih besar. Pelaku adalah staf yang berpengalaman. Karena keahliannya, dia dapat disebut sebagai
tenaga profesional,
tapi kadar keimanan yang lemah membawa unsur integritas menjadi suatu keraguan dalam
dirinya. Dalam perbankan syariah, berita sumbang yang serupa belum pernah terdengar sampai saat ini,
paling tidak secara
nasional.
Berdasarkan
kesimpulan yang telah diuraikan di atas, terbukti bahwa NPF dan NPL dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor mikro manajemen internal bank. Hal tersebut menunjukkan bahwa, guna mencegah
atau memperkecil
terjadinya NPF dan NPL, cara yang dapat dilakukan adalah berusaha meningkatkan kualitas
faktor-faktor mikro manajemen internal bank. Implikasi dari kesimpulan yang dapat ditarik dari
penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Kemampuan dan pengetahuan
kredit/pembiayaan dari pejabat kredit bank syariah lebih tinggi, dibandingkan dengan kemampuan
dan pengetahuan kredit/pembiayaan dari pejabat kredit bank konvensional. Hal tersebut
membawa implikasi bahwa guna memperkecil atau mencegah terjadinya NPL pada bank- bank konvensional, perlu adanya
upaya-upaya meningkatkan kemampuan dan pengetahuan kredit/pembiayaan dari pejabat kredit bank konvensional.
2.
Integritas dan
profesionalisme pejabat kredit bank syariah lebih
tinggi, dibandingkan dengan integritas dan
profesionalisme pe- jabat kredit bank konvensional. Hal tersebut membawa implikasi
bahwa guna memperkecil atau mencegah terjadinya NPL pada bank-bank konvensional, perlu
adanya upaya-upaya meningkat- kan integritas dan profesionalisme pejabat kredit bank konvensional.
3.
Kadar spiritualitas
pejabat kredit bank-bank syariah lebih tinggi, dibandingkan dengan kadar spiritualitas pejabat kredit bank- bank konvensional. Hal tersebut
membawa implikasi bahwa guna memperkecil atau mencegah terjadinya NPL pada bank- bank konvensional, perlu adanya
upaya-upaya meningkatkan kadar spiritualitas pejabat kredit bank konvensional.
4.
Kepemimpinan bermoral
pejabat kredit bank-bank syariah lebih baik, dibandingkan dengan kepemimpinan bermoral pejabat kredit bank-bank konvensional.
Hal tersebut membawa implika- si bahwa guna memperkecil atau mencegah terjadinya NPL pada bank-bank konvensional, perlu
adanya upaya-upaya meningkat- kan kepemimpinan bermoral pejabat kredit bank konvensional.
5.
Kultur perusahaan pejabat
kredit bank-bank syariah lebih baik, dibandingkan dengan budaya perusahaan pejabat kredit bank- bank konvensional. Hal tersebut
membawa implikasi bahwa
guna
memperkecil atau mencegah terjadinya NPL pada ban- bank konvensional, perlu adanya
upaya-upaya meningkatkan kultur perusahaan pejabat kredit bank-bank konvensional.
6.
Kebijakan disiplin
anggaran pejabat kredit (pembiayaan) bank- bank syariah lebih baik, dibandingkan dengan kebijakan
disiplin anggaran
pejabat kredit bank-bank konvensional. Hal tersebut membawa implikasi bahwa guna
memperkecil atau mencegah terjadinya NPL pada bank-bank konvensional, perlu adanya upaya-upaya meningkatkan
kebijakan disiplin anggaran pejabat kredit bank konvensional.
7.
Sistem penghargaan dan
hukuman pejabat kredit bank-bank syariah lebih baik, dibandingkan dengan sistem penghargaan dan hukuman pejabat kredit
bank-bank konvensional. Hal terse- but membawa implikasi bahwa guna memperkecil atau mence- gah terjadinya NPL pada
bank-bank konvensional, perlu adanya upaya-upaya meningkatkan sistem penghargaan dan hukuman pejabat kredit bank
konvensional.
8.
Kultur kredit /
pembiayaan pej abat kredit bank-bank syariah lebih baik, dibandingkan dengan
kultur kredit/pembiayaan pejabat kredit bank-bank konvensional. Hal tersebut membawa implikasi bahwa guna memperkecil atau
mencegah terjadinya NPL pada bank-bank konvensional, perlu adanya upaya-upaya meningkat- kan kultur kredit/pembiayaan
pejabat kredit bank konvensional.
9.
Pengecekan reputasi
pejabat kredit bank-bank syariah lebih baik, dibandingkan dengan pengecekan reputasi pejabat kredit bank-bank konvensional. Hal
tersebut membawa implikasi bah- wa guna memperkecil atau mencegah terjadinya NPL pada bank- bank konvensional, perlu adanya
upaya-upaya meningkatkan pengecekan reputasi pejabat kredit bank konvensional.
10.
Uji tuntas dan kepedulian
dari pejabat kredit bank-bank syariah lebih baik, dibandingkan dengan uji tuntas dan kepedulian dari pejabat kredit bank-bank
konvensional. Hal tersebut membawa implikasi bahwa guna memperkecil atau mencegah terjadinya NPL pada bank-bank
konvensional, perlu adanya upaya-upaya meningkatkan uji tuntas dan kepedulian dari pejabat kredit
bank konvensional.
11.
Pengawasan kredit
internal dari pejabat kredit (pembiayaan) bank syariah lebih tinggi, dibandingkan dengan pengawasan
kredit
internal pejabat kredit bank konvensional. Hal tersebut membawa implikasi bahwa guna
memperkecil atau mencegah terjadinya NPL pada bank-bank konvensional, perlu adanya upaya-upaya meningkatkan
pengawasan kredit (pembiayaan) internal dari pejabat kredit bank konvensional.
12. Semua
faktor mikro manajemen internal bank-bank syariah le- bih baik, dibandingkan dengan
semua faktor mikro manajemen internal bank-bank konvensional. Hal tersebut membawa im- plikasi bahwa guna memperkecil
atau mencegah terjadinya NPL pada bank-bank konvensional, perlu adanya upaya-upaya me- ningkatkan semua faktor mikro
manajemen internal bank-bank konvensional.
Berkenaan
dengan hasil-hasil penelitian ini, maka kepada para pejabat kredit, baik dari bank-bank
syariah/unit syariah maupun bank-bank kon- vensional, guna mencegah terjadinya NPF dan NPL, diberikan
saran-sa- ran yang
mungkin bermanfaat sebagai berikut:
1.
Guna memperkecil atau
mencegah terjadinya NPF pada bank- bank syariah/unit syariah, hendaknya minimal tetap memper- tahankan, dan kalau mungkin
berusaha untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan kredit (pembiayaan) dari para pejabat kredit
(pembiayaan)-nya. Untuk memperkecil atau men- cegah terjadinya NPL pada bank-bank konvensional, perlu sege- ra dilakukan upaya peningkatan
kemampuan dan pengetahuan kredit bagi para pejabat kreditnya.
2.
Guna memperkecil atau
mencegah terjadinya NPF pada bank- bank syariah/unit syariah, hendaknya minimal tetap memper- tahankan, dan kalau mungkin
berusaha untuk meningkatkan integritas dan profesionalisme para pejabat kreditnya. Untuk memperkecil atau mencegah
terjadinya NPL pada bank-bank konvensional, perlu segera dilakukan upaya peningkatan
integri- tas dan
profesionalisme bagi para pejabat kreditnya.
3.
Guna memperkecil atau
mencegah terjadinya NPF pada bank- bank syariah/unit syariah, hendaknya minimal tetap memper- tahankan, dan kalau mungkin
berusaha untuk meningkatkan kadar spiritualitas para pejabat kreditnya. Untuk memperkecil
atau
mencegah terjadinya NPL pada bank-bank konvensional, perlu segera dilakukan upaya
peningkatan kadar spiritualitas bagi para pejabat kreditnya.
4.
Guna memperkecil atau
mencegah terjadinya NPF pada bank- bank syariah/unit syariah, hendaknya minimal tetap memperta- hankan, dan kalau mungkin
berusaha untuk meningkatkan ke- pemimpinan bermoral para pejabat kreditnya. Untuk memper- kecil atau mencegah terjadinya
NPL pada bank-bank konvensio- nal, perlu segera dilakukan upaya peningkatan kepemimpinan bermoral para pejabat
kreditnya.
5.
Guna memperkecil atau
mencegah terjadinya NPF pada bank- bank syariah/unit syariah, hendaknya minimal tetap memperta- hankan, dan kalau mungkin
berusaha untuk meningkatkan kultur perusahaan para pejabat kreditnya. Untuk
memperkecil atau mencegah
terjadinya NPL pada bank-bank konvensional, perlu
segera dilakukan upaya peningkatan kultur
perusahaan para pe- jabat kreditnya.
6.
Guna memperkecil atau
mencegah terjadinya NPF pada bank- bank syariah/unit syariah, hendaknya minimal tetap memper- tahankan, dan kalau mungkin
berusaha untuk meningkatkan kebijakan disiplin anggaran dari para pejabat kreditnya. Untuk memperkecil atau mencegah
terjadinya NPL pada bank-bank konvensional, perlu segera dilakukan upaya peningkatan kebi- jakan disiplin anggaran bagi
para pejabat kreditnya.
7.
Guna memperkecil atau
mencegah terjadinya NPF pada bank- bank syariah/unit syariah, hendaknya minimal tetap memper- tahankan, dan kalau mungkin
berusaha untuk meningkatkan sistem penghargaan dan hukuman dari para pejabat kreditnya. Untuk memperkecil atau mencegah
terjadinya NPL pada bank- bank konvensional, perlu segera dilakukan upaya peningkatan sistem penghargaan dan hukuman
bagi para pejabat kreditnya.
8.
Guna memperkecil atau
mencegah terjadinya NPF pada bank- bank syariah/unit syariah, hendaknya minimal tetap memper- tahankan, dan kalau mungkin
berusaha untuk meningkatkan kultur kredit (pembiayaan) para pejabat kreditnya. Untuk mem- perkecil atau mencegah
terjadinya NPL pada bank-bank konven- sional, perlu segera dilakukan upaya peningkatan kultur kredit (pembiayaan) bagi para pejabat
kreditnya.
9.
Guna memperkecil atau
mencegah terjadinya NPF pada bank- bank syariah/unit syariah, hendaknya minimal tetap memper- tahankan, dan kalau mungkin
berusaha untuk meningkatkan pengecekan reputasi terhadap para calon konsumennya. Untuk memperkecil atau mencegah
terjadinya NPL pada bank-bank konvensional, perlu segera dilakukan upaya peningkatan penge- cekan reputasi terhadap calon
konsumennya.
10.
Guna memperkecil atau
mencegah terjadinya NPF pada bank- bank syariah/unit syariah, hendaknya minimal tetap memper- tahankan, dan kalau mungkin
berusaha untuk meningkatkan uji tuntas dan kepedulian dari para pejabat kreditnya. Untuk memperkecil
atau mencegah terjadinya NPL pada bank-bank konvensional, perlu segera
dilakukan upaya peningkatan uji tuntas dan kepedulian bagi para pejabat kreditnya.
11.
Guna memperkecil atau
mencegah terjadinya NPF pada bank- bank syariah/unit syariah, hendaknya minimal tetap memperta- hankan, dan kalau mungkin
berusaha untuk meningkatkan peng- awasan kredit (pembiayaan) internal para pejabat kreditnya.
Un- tuk memperkecil
atau mencegah terjadinya NPL pada bank-bank konvensional, perlu segera dilakukan upaya peningkatan pengawasan
(pembiayaan) kredit internal bagi para pejabat kreditnya.
12.
Guna memperkecil atau
mencegah terjadinya NPF pada bank- bank syariah/unit syariah, hendaknya minimal tetap memper- tahankan, dan kalau mungkin
berusaha untuk meningkatkan semua faktor mikro manajemen internal dari para pejabat kre- ditnya. Untuk memperkecil atau
mencegah terjadinya NPL pada bank-bank konvensional, perlu segera dilakukan upaya pening- katan semua faktor mikro
manajemen internal bagi para pejabat kreditnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar